SUGENG RAWUH

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Melalui jejaring sosial website ini, kami bertekad dapat menyuguhkan layanan informasi secara umum maupun khusus yang meliputi aktifitas KBM, kegiatan siswa, prestasi sekolah/siswa, PSB dsb. Yang dapat diakses oleh siswa, guru, orang tua/wali siswa dan masyarakat secara cepat, tepat dan efisien.
Akhir kata, semoga layanan web site ini bermanfaat.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Dikirim 0leh Arjo moemedo Sunday, March 13, 2011 0 komentaran

Created by Nendi Bahtiar
http//www.tiarec.wordpress.com
BIMBINGAN KARIER SEBAGAI UPAYA MEMPERSIAPKAN
PESERTA DIDIK DALAM BEKERJA
Oleh : Nendi Bahtiar
A. Pengertian Bimbingan Karier
Kata karier diambil dari bahasa Inggris, yaituc areer. Ada beberapa
kata yang mempunya makna yang sama, yaitu job, employment, dan
occupation. Akan tetapi, kata-kata tersebut sebenarnya mempunyai penekanan
yang berbeda. Katajob dane mployment lebih ditekankan kepada pekerjaan yang digeluti seseorang, dimana orang tersebut hanya mendapatkan upah saja, sedangkan dia tidak menikmati pekerjaan yang digelutinya. Kataocup ation berarti suatu pekerjaan yang sudah dapat diresapi dan dinikmati oleh pelakunya, tetapi pekerjaan tersebut hanya terbatas pada jam-jam kerja saja. Yang terakhir, katacare er digunakan pada suatu pekerjaan yang dihayati oleh seseorang, dan menganggap pekerjaan tersebut sebagai panggilan hidup serta mewarnai gaya hidupnya.1
Menurut Veron G. Zunker, career refers to the activities associated
with an individual’s lifetime of work2 (karier menunjukan pada aktifitas yang
dihubungkan dengan pekerjaan yang mewarnai kehidupan seseorang). Merujuk pada pengertian karir, tidaklah mengherankan jika bimbingan pekerjaan yang ada di indonesia lebih dikenal dengan bimbingan karier, karena diharapkan orang yang dibimbing dapat menjadikan pekerjaanya kelak bukan hanya pekerjaan yang menghasilkan uang saja, tetapi juga bisa dihayati dan mewarnai gaya hidupnya.
Dari pegertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bimbingan karir adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang berupa saran-saran dan masukan-masukan yang berhubungan dengan pekerjaan yang cocok bagi orang tersebut, dengan melihat latar belakang orang yang
1 W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta: PT
Gramedia, 1997), hal. 571.
2 Vernon G. Zunker, Career, Counseling, Applied Consepts of Life Planning, (Belmont:
Wadsworth Inc, 1981), hal. 3.


Created by Nendi Bahtiar
http//www.tiarec.wordpress.com
dibimbing. Saran-saran dan masukan tersebut bukanlah hal yang mutlak harus dilaksanakan, akan tetapi hal tersebut dikembalikan kepada individu yang diberi saran.
B. Prinsip-Prinsip Bimbingan karier di Sekolah
Agar bimbingan karier di Sekolah dapat berfungsi dengan sebaik- baiknya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka beberapa pandangan tentang prinsip-prinsip bimbingan perlu diperhatikan oleh para pembimbing pada khususnya dan administrator sekolah pada umumnya, terutama dalam penyusunan program pelaksanaan layanan bimbingan karier di sekolah. Secara umum prinsip-prinsip bimbingan karier di Sekolah, adalah sebagai berikut:
1. Seluruh siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan dirinya dalam pencapaian kariernya secara tepat. Tidak ada perkecualian, baik itu yang kaya maupun yang miskin, dan faktor-faktor lainnya.
2. Setiap siswa harus memahami bahwa karier itu adalah sebagai suatu jalan
hidup, dan pendidikan adalah sebagai persiapan dalam hidup.
3. Siswa hendaknya dibantu dalam mengembangkan pemahaman yang cukup memadahi terhadap diri sendiri dan kaitannya dengan perkembangan sosial pribadi dan perencanaan pendidikan karier.
4. Siswa secara keseluruhan hendaknya dibantu untuk memperoleh
pemahaman tentang hubungan antara pendidikannya dan kariernya.
5. Setiap siswa hendaknya memilih kesempatan untuk menguji konsep, berbagai peranan dan ketrampilannya guna mengembangkan nilai-nilai dan norma-norma yang memiliki aplikasi bagi karier di masa depannya.
6. Program Bimbingan Karier di sekolah hendaknya diintegrasikan secara
fungsional dengan program bimbingan dan konseling pada khususnya.
7. Program bimbingan karier di sekolah hendaknya berpusat di kelas, dengan koordinasi oleh pembimbing, disertai partisipasi orang tua dan kontribusi masyarakat.3
3 Arifah, “Pengaruh Bimbingan Karier terhadap Kemandirian Siswa dalam Memilih
Karier pada Siswa kelas III SMK Negeri 2 Magelang (Kelompok Bisnis dan Manajemen) Tahun Ajaran 2005/006”, ek rip si, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, 2005, Hal. 10.
Created by Nendi Bahtiar
http//www.tiarec.wordpress.com
Dari beberapa prinsip yang terdapat dalam bimbingan karier tersebut dapat disimpulkan bahwa, bimbingan karier dalam pelaksanaannya memiliki pedoman yang umun dan jelas dalam memberikan pelayanan kepada siswanya dalam mendeteksi diri, memberikan layanan tentang karakteristik dunia kerja sehingga mampu menciptakan kemandirian siswa dalam menentukan arah pilih karier yang sesuai dengan keadaan dirinya, agar mampu mencapai kebahagiaan hidup dimasa depan kariernya.
C. Tujuan Bimbingan Karier di Sekolah
Bimbingan karier dan pembangunan nasional mempunyai keterkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari tujuan pembangunan nasional, yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan ini hanya dapat tercapai apabila setiap warga negara mempunyai kemampuan kerja yang diharapkan dari padanya untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu kehidupan pribadi maupun bangsanya, sesuai dengan nilai hidup yang tercantum dalam pancasila. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang secara kuantitatif maupun kualitatif diperlukan dalam pembangunan nasional, sistem pendidikan secara menyeluruh dan terpadu wajib melaksanakan program bimbingan karier yang terintegrasi dalam keseluruhan program di dekolah-sekolah.
Secara umum, tujuan diselenggarakannya Bimbingan Karier di
Sekolah menurut
Dewa Ketut Sukardi ialah membantu siswa dalam pemahaman dirinya dan lingkungannya, dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengarahan kegiatan-kegiatan yang menuju kepada karier dan cara hidup yang akan memberikan rasa kepuasan karena sesuai, serasi, dan seimbang dengan dirinya dan lingkungannya.4 Sedangkan, tujuan khusus dari diselenggarakannya bimbingan karier adalah:
1. Meningkatkan pemahaman diri siswa.
2. Meningkatkan pengetahuan siswa tentang dunia kerja.
4 Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karier di Sekolah-Sekolah, (Jakarta: Balai Pustaka,
1987), hal. 34.
Created by Nendi Bahtiar
http//www.tiarec.wordpress.com
3. Membina sikap yang serasi terhadap partisipasi dalam dunia kerja dan
terhadap usaha dalam mempersiapkan diri dari suatu jabatan.
4. Meningkatkan kemahiran berpikir agar mampu mengambil keputusan
tentang jabatan dan melaksanakan keputusan itu.
5. Mengembangkan nilai-nilai sehubungan dengan gaya hidup yang dicita-
citakan, termasuk jabatan.
6. Menopang kemampuan berkomusikasi dan bekerja sama.5
D. Fungsi Bimbingan Karier di Sekolah
Bimbingan karier sebagai satu kesatuan proses bimbingan memiliki manfaat yang dinikmati oleh kliennya dalam mengarahkan diri dan menciptakan kemandirian dalam memilih karier yang sesuai dengan kemampuan siswanya. Pentingnya bimbingan karier di sekolah adalah sebagai berikut:
1. Memberikan kemantapan pilihan penjurusan kepada siswa, karena penjurusan akan mempersiapkan siswa dalam bidang pekerjaan yang kelak diinginkan.
2. Memberikan bekal pada siswa yang tidak melanjutkan sekolah untuk dapat
siap kerja sesuai dengan keinginannya.
3. Membantu kemandirian bagi siswa yang ingin ataupun harus belajar sambil
bekerja.6
E. Penyelenggaraan Bimbingan Karier di Sekolah
Menurut Dewa Ketut Sukardi, penyelenggaraan Bimbingan Karier yang diberikan di sekolah-sekolah dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu ceramah dan narasumber, diskusi kelompok, pengajaran unit, sosiodrama, karyawisata karier, informasi melalui kegiatan ekstrakulikuler dan intrakulikuler, serta hari karier.7 Berikut penjelasan mengenai metode-metode tersebut:
1. Ceramah dan Narasumber
5 W. S. Winkel, Op Cit, hal. 618.
6 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Andi Offset,
1989), hal. 153.
7 Dewa Ketut Sukrdi, Op Cit, hal. 102.
Created by Nendi Bahtiar
http//www.tiarec.wordpress.com
sebelumnya. Dalam paket ini mencakup pengelolaan informasi diri, mempertimbangkan alternatif, keputusan dan rencana, serta merencanakan masa depan.
KESIMPULAN
Bimbinagn karier merupakan komponen yang sangat vital dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dikarenakan bimbingan karier dapat melatih siswa menjadi mandiri. Tuntutan dunia kerja dewasa ini juga menjadi alasan lain akan perlunya bimbingan karier di institusi pendidikan.
Selain dua hal tersebut, bimbingan karier juga dapat membantu siswa dalam menentukan penjurusan sekolah. Ketepatan penjurusan sekolah akan membuat siswa menikmati sekolah tanpa adanya beban berarti. Lebih jauh lagi, ketepatan penjurusan juga akan menjadikan siswa menayati bidang pekerjaannya kelak ketika sudah dewasa.




Konsep bimbingan

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.
Konsep bimbingan jabatan lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat pada awal abad keduapuluh, yang dilatari oleh berbagai kondisi obyektif pada waktu itu (1850-1900), diantaranya : (1) keadaan ekonomi; (2) keadaan sosial, seperti urbanisasi; (3) kondisi ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam rangka meningkatkan kemampuan diri dan statusnya; dan (4) perkembangan ilmu (scientific), khususnya dalam bidang ilmu psiko-fisik dan psikologi eksperimantal yang dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt, psikometrik yang dikembangkan oleh Cattel, Binnet dan yang lainnya Atas desakan kondisi tersebut, maka muncullah gerakan bimbingan jabatan (vocational guidance) yang tersebar ke seluruh negara (Crites, 1981 dalam Bahrul Falah, 1987).

Isitilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan.
Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan.
Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karier (career). Kedua model ini memliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan individu untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan pada model karier, tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba pula menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan-tujuan yang lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya mulai turut dipertimbangkan.
Bimbingan karier tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan. Penggunaan istilah karier didalamnya terkandung makna pekerjaan dan jabatan sekaligus rangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan hidup seseorang. Hattari (1983) menyebutkan bahwa istilah bimbingan karier mengandung konsep yang lebih luas. Bimbingan jabatan menekankan pada keputusan yang menentukan pekerjaan tertentu sedangkan bimbingan karier menitikberatkan pada perencanaan kehidupan seseorang dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dengan lingkungannya agar ia memperoleh pandangan yang lebih luas tentang pengaruh dari segala peranan positif yang layak dilaksanakannya dalam masyarakat.
Perubahan istilah dari bimbingan jabatan (vocational guidance) ke bimbingan karier mengandung konsekuensi terhadap peran dan tugas konselor dalam memberikan layanan bimbingan terhadap para siswanya. Peran dan tugas konselor tidak hanya sekedar membimbing siswa dalam menentukan pilihan-pilihan kariernya, tetapi dituntut pula untuk membimbing siswa agar dapat memahami diri dan lingkungannya dalam rangka perencanaan karier dan penetapan karier pada kehidupan masa mendatang. Dalam perkembangannya, sejalan dengan kemajuan dalam bidang teknologi informasi dewasa ini, bimbingan karier merupakan salah satu bidang bimbingan yang telah berhasil mempelopori pemanfaatan teknologi informasi, dalam bentuk cyber counseling.
Sementara itu, dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karier sudah mulai dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan siswa di SMA pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karier cukup terasa mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994, bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling dalam Kurikulum 1994, bimbingan karier ditempatkan sebagai salah bidang bimbingan.
Sampai dengan sekarang ini bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu bidang bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan diintegrasikannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) dalam kurikulum sekolah, maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat penting, khususnya dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education).
Terkait dengan penjabaran kompetensi dan materi layanan bimbingan dan konseling di SMTA, bidang bimbingan karier diarahkan untuk :
  1. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan.
  2. Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang hendak dikembangkan pada khususnya.
  3. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  4. Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan SMTA.
  5. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.
  6. Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk keterampilan kejuruan khusus pada lembaga kerja (instansi, perusahaan, industri) sesuai dengan program kurikulum sekolah menengah kejuruan yang bersangkutan. (Muslihudin, dkk, 2004)
Sumber :
Bahrul Falah. 1987. Konstribusi Orientasi Nilai Pekerjaan dan Informasi Karier terhadap Kematangan Karier (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.
Hattari. 1983. Ke Arah Pengertian Bimbingan Karier dengan Pendekatan Developmental. Jakarta : BP3K.
Muslihudin, dkk. 2004. Bimbingan dan Konseling (Makalah). Bandung : LPMP Jawa Barat.

Bimbingan karir

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Bimbingan karir juga merupakan salah satu bidang dalam bimbingan dan konseling yang ada di sekolah-sekolah. Menurut Winkel (2005:114) bimbingan karir adalah bimbingan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja, dalam memilih lapangan kerja atau jabatan /profesi tertentu serta membekali diri supaya siap memangku jabatan itu, dan dalam menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari lapanan pekerjaan yang dimasuki. Bimbingan karir juga dapat dipakai sebagai sarana pemenuhan kebutuhan perkembangan peserta didik yang harus dilihat sebagai bagaian integral dari program pendidikan yang diintegrasikan dalam setiap pengalaman belajar bidang studi.
Bimbingan karir adalah suatu proses bantuan, layanan dan pendekatan terhadap individu (siswa/remaja), agar individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya, memahami dirinya, dan mengenal dunia kerja merencankan masa depan dengan bentuk kehidupan yang diharapkan untuk menentukan pilihan dan mengambil suatu keputusan bahwa keputusannya tersebut adalah paling tepat sesuai dengan keadaan dirinya dihubungkan dengan persyaratan-persyaratan dan tunutan pekerjaan / karir yang dipilihnya (Ruslan A.Gani : 11)
Menurut Herr bimbingan karir adalah  suatu perangkat, lebih tepatnya suatu program yang sistematik, proses, teknik, atau layanan yang dimaksudkan untuk membantu individu memahami dan berbuat atas dasar pengenalan diri dan pengenalan kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan, dan waktu luang, serta mengembangkan ketrampilan-ketrampilan mengambil keputusan sehingga yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola perkembangan karirnya (Marsudi, 2003:113).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan karir adalah suatu upaya bantuan terhadap peserta didik agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerjanya, mengembangkan masa depan sesuai dengan bentuk kehidupan yang diharapkannya, mampu menentukan dan mengambil keputusan secara tepat dan bertanggungjawab.

Teori dalam perkembangan anak

Dikirim 0leh Arjo moemedo Saturday, March 12, 2011 0 komentaran

Teori dalam perkembangan anak
  1. Psikoanalisis ( Freud ):
    • kepribadian terdiri dari 3 struktur yaitu id, ego dan super ego
    • kebanyakan pemikiran anak anak bersifat tidak disadari
    • tuntutan struktur kepribadian yang saling berhubungan menyebabkan kecemasan
    • mekanisme pertahanan, khusunya represi, melindungi ego dan mengurangi kecemasan.
    • Masalah berkembang karena pengalaman masa anak anak
    • individu melalui 5 tahap perkembangan psikoseksual, yaitu oral anal phallic latency dan genital
    • Selama masa phalic, oedipus complex merupakan sumber utama konflik
  2. Psikososial (Erikson ) :
    menekankan pada 8 tahap perkembangan psikososial, yaitu :
    • Trust vs mistrust ( 0 – 1 tahun )
    • autonomy vs shame and doubt ( 1 – 3 tahun )
    • Initiative vs guilty ( 3 -5 tahun / pra sekolah )
    • industry vs inferiority ( 6 – 11 tahun / masa sekolah )
    • Identity vs identity confusion ( 12 – 18 / masa remaja )
    • Intimacy vs isolation ( 18 – 40 / masa dewasa dini )
    • generativity vs stagnan ( 40 – 60 tahun / masa dewasa madya )
    • Ego integrity vs despair ( > 60 th / dewasa lanjut )
  3. Teori kognitif ( Piaget )
    • individu termotivasi untuk memahami dunia, dengan menggunakan proses perngorganisasian dan penyesuaian diri ( asimilasi dan akomodasi )
    • Individu melampaui 4 tahap perkembangan kognitif , sensori motor, pra operasional, operasional konkrit dan formal
  4. Teori perilaku dan belajar sosial ( Skinner dan bandura )
    • Skinner : Pakar teori behaviorist ( teori perilaku ), perkembangan adalah perilaku yang diminati, ditentukan / dipengaruhi oleh adanya hadiah dan hkuman dalam lingkungan
    • bandura : Teori social learning ( belajar sosial ), lingkungan adalah faktor penting yang mempengaruhi perilaku , meskipun proses kognitif juga tidak kalah pentingnya manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan polanya sendiri
  5. Teori etologis ( Konrad lorenz )
    Etologi menekankan landasan biologis, dan evolusioner perkembangan. Penamaan ( imprinting ) dan periode penting ( critical period ) merupakan konsep kunci
  6. Teori ekologi ( bronfen – brenner )
    ada 5 sistem linkungan yang penting :
    • Mikrosistem ( keluarga, peer group, sekolah , misal : penaruh pola asuh terhadap perilaku )
    • Mesosistem ( antara bebeapa mikrosistem, misal : anak yang ditolak keluarga akan berpengaruh pada hub guru )
    • Eksosistem ( Pengalaman dari setting social tertenut, misal pengalaman / tuntutan kerja terhadap suami – isteri dan anak. )
    • Kronosistem ( pemolaan – peristiwa dan keadaan sosio historis, mis : efek perceraian terhadap anak )

Pada pembahasan jiwa (anima) diketahui bahwa manusia memiliki kesempurnaan dibanding makluk yang lain. Manusia dalam hidup mengalami perubahan-perubahan baik fisik maupun kejiwaan (fisiologis dan psikologis). Banyak faktor yang menetukan perkembangan manusia, yang mengakibatkan munculnya berbagai teori tentang perkembangan manusia. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:


1.Teori Nativisme
Pelopor teori ini adalah Athur Schopenhauer. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh nativus atau faktor-faktor bawaan manusia sejak dilahirkan. Teori ini menegaskan bahwa manusia memiliki sifat-sifat tertentu sejak dilahirkan yang mempengaruhi dan menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Faktor lingkungan dan pendidikan diabaikan dan dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan manusia.

Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat –sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.

2.Teori empirisme
Berbeda dengan teori sebelumnya, teori ini memandang bahwa perkembangan individu dipengaruhi dan ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan mulai dari lahir hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa pengalaman adalah termasuk pendidikan dan pergaulan. Penjelasan teori ini adalah manusia pada dasarnya merupakan kertas putih yang belum ada warna dan tulisannya akan menjadi apa nantinya manusia itu bergantung pada apa yang akan dituliskan.
Pandangan teori ini lebih optimistik terhadap pendidikan, bahkan pendidikan adalh termasuk faktor penting untuk menenukan perkembangan manusia. Teori ini dipolopori oleh Jhon Locke.

3.Teori Konvergensi
Teori ini merupakan gabungan dari kedua teori di atas yang menyatakan bahwa pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu. Asumsi teori ini berdasar eksperimen dari William Stern terhadap dua anak kembar. Anak kembar memiliki sifat keturunan yang sama, namun setelah dipisahkan dalam lingkungan yang berbeda anak kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda. Dari sinilah maka teori ini menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan bukanlah faktor mayor yang menentukan perkembangan individu tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan.

Faktor pembawaan manusia dalam teori ini disebut sebagai faktor endogen yang meliputi faktor kejasmanian seperti kulit putih, rambut keriting, rambut warna hitam. Selain faktor kejasmanian faktor ada juga faktor pembawaan psikologis yang disebut dengan temperamen. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter atau watak adalah keseluruhan ari sifat manusia yang namapak dalam perilaku sehari-hari sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan dan bersifat tidak konstan. Jika watak atau karakter bersifat tidak konstan maka temperamen bersifat konstan. Selain temperamen dan sifat jasmani, faktor endogen lainnya yang ada pada diri manusia adalah faktor bakat (aptitude). Aptitude adalah potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke satu arah.

Untuk faktor lingkungan yang dimaksud dalam teori ini disebut sebagai faktor eksogen yaitu faktor yang datang dari luar diri manusia berupa pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya yang populer disebut sebagai milieu. Perbedaan antara lingkungan dengan pendidikan adalah terletak pada keaktifan proses yang dijalankan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sedangkan pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh kesadaran.



Anda harus mencantumkan sumber artikel yaitu dari http://nadhirin.blogspot.com/
Anda harus memuat link aktif di website atau blog Anda menuju http://nadhirin.blogspot.com/

Teori Perkembangan Anak

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Teori Perkembangan Anak – Erickson dan Gardner
Pendapat Piaget dan Vigotsky ini perlu diakomodasi untuk saling melengkapi. Rancangan kegiatan perlu dibagi dimana ada saat anak diberi kesempatan menemukan dan membangun pemahamannya (discovery learning), tetapi guru tetap harus berperan memperluas dan meningkatkan efektifitas belajarnya dengan bantuan arahan yang tepat (scaffolding) sehingga anak dapat meningkatkan ZPD untuk menjadi daerah kemampuan aktualnya. Selain itu perlunya menunggu kesiapan anak dari Piaget dan pemberian bantuan dari orang dewasa untuk meningkatkan kemampuan anak jangan dipandang sebagai sesuatu yang kontradiktif, tetapi dipahami sebagai batasan dalam menetapkan kriteria Developmentally Appropriate Practice. Pendidik perlu meneliti sejauh mana kompetensi dasar usia tertentu, sekaligus mencoba meningkatkan kemampuannya dengan tetap memperhatikan kondisi psikologi anak dan tanpa mematikan anak untuk mencintai belajar.
Pakar Psikologi Perkembangan Erikson memfokuskan pada perkembangan psikososial sejak kecil hingga dewasa dalam delapan tahap. Setiap orang akan melewati tahapan dan setiap tahapan akan mendapatkan pengalaman positif dan negatif. Kepribadian yang sehat akan diperoleh apabila seseorang dapat melewati krisis dalam tugas perkembangan dengan baik. Bagi anak usia dini, autonomy v.s. doubt (1-3 tahun).Bayi memerlukan pengasuhan yang penuh cinta kasih sehingga ia merasa yang aman baginya. Ketidak konsistenan dan penolakan pada masa bayi akan menimbulkan ketidak percayaan pada pengasuhnya berlanjut pada orang lain dan lingkungan yang lebih luas.Pada masa usia dini banyak hal yang menarik dia sehingga akan menjadikan dia ingin selalu mencoba terkadang berbahaya. Pada tahap ini orang dewasa harus memberikan dukungannya dan Erikson mengingatkan pembatasan dan kritik yang berlebihan akan menyebabkan tumbuh rasa ragu terhadap kemampuan dirinya. Penelitian tentang kecerdasan lebih jauh lagi diungkapkan Gardner yang dikenal konsep kecerdasan Jamak atau Multiple Intelegence (MI) ia mengidentifikasikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk menemukan dan mencari pemecahan masalah serta membentuk suatu produk yang mempunyai nilai dipandang dari budaya seseorang. Ketujuh kecerdasantersebut adalah : Linguistik, logika, matematika, spasial, kinestetik, musik, intrapersonal, interpersonal serta naturalis. Setiap orang mempunyai berbagai potensi tersebut dan masing-masing dapat dikembangkan ke tahap tertentu. Dalam mendesain kurikulum konsep Piaget, Vigotsky, Erikson dan Gardner sangat bermanfaat sebagai arahan dalam menyusun kurikulum yang sesuai dengan tahap perkembangan dan minat individu. Erikson menyoroti aspek psikososial yang dialami masa anak-anak serta bagaimana pendidik dapat membantu anak melewati masa tersebut untuk menjadi mandiri. Piaget dengan konsep tahapan perkembangan berfikir memberikan pedoman Dalam menyusun pembelajaran yangsesuaiusia, sementaraVigotsky mengemukakan tentang pentingnya interaksi sosial dalam menstimulus berbagai aspek perkembangan.
sumber : http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/teori-perkembangan-anak-%e2%80%93-erickson-dan-gardner/

teori psikoanalitik Sigmund Freud

Dikirim 0leh Arjo moemedo Tuesday, March 8, 2011 0 komentaran

Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego dan superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.
1.  Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian.
Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan.
Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.
Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
2.   Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan – ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.
Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.
3.   Superego
Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.
Ada dua bagian superego:
Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.
Interaksi dari Ego, Id dan superego
Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.

cara meningkatkan daya ingat

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam meningkatkan daya ingatannya, antara lain menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990), adalah sebagai berikut.
1. belajar lebih
Overlearning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respons tersebut de­ngan cara di luar kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk overlearning, antara lain pembacaan teks Pancasila pada setiap hari Senin dan Sabtu memungkinkan ingatan siswa terhadap materi PPKN lebih kuat.
2. tambahan waktu belajar
Extra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa menambah jam belajar, misalnya dari satu jam menjadi satu setengah jam. Penambahan frekuensi belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari. Kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan.
3. muslihat memori
Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga hanya disebut mnemonic itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa. Muslihat mnemonic ini banyak ragamnya, tetapi yang paling menonjol adalah sebagaimana terurai di bawah ini.
4. Rima
yakni sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak ini akan lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga dapat dinyanyikan. Nyanyian anak-anak TK vang berisi pesan-pesan moral dapat diambil sebagai contoh penyusunan mnemonik.
5. Singkatan,
yakni terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa. Contoh, jika seorang siswa hendak mempermudah mengingat nama Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, dan Nabi Musa, dapat menyingkatnya dengan ANIM. Pembuatan singkatan-singkatan seyogyanya dilakukan sedemi­kian rupa sehingga menarik dan memiliki kesan tersendiri.
6. Sistem kata pasak
yakni sejenis teknik mnemonik yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan seperti merah-saga, panas-api. Kata-kata ini berguna untuk mengingat kata dan istilah yang memiliki watak yang sama seperti: darah, lipstik; pasangan langit dan bumi; neraka, dan kata/istilah lain yang     memiliki kesamaan watak (warna, rasa, dan seterusnya).
7. Metode Losai (Method of Loci),
yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa. Kata “loci” sendiri adalah jamak dari kata “locus” artinya tempat. Dalam hal ini, nama-nama kota, jalan, gedung terkenal dapat dipakai untuk menempatkan kata dan istilah yang kurang lebih relevan dalam arti memiliki kemiripan ciri dan keadaan. Contoh: nama ibukota Amerika Serikat untuk mengingat nama presiden pertama negara itu (George Washington); dan gedung bundar untuk mengingat nama jaksa agung Indonesia. Apabila guru memerlukan siswa menyebut nama-nama tadi, ia dapat menyuruh siswa tersebut “bepergian” ke tempat-tempat tersebut.
8. Sistem kata kunci
Kiat mnemonik yang satu ini relatif tergolong baru dibanding dengan kiat-kiatmnemonik lainnya. Kiat ini mula-mula dikembangkan pada tahun 1975 oleh dua orang pakar psikologi, Raugh dan Atkinson (Barlow, 1985). Sistem kata kunci biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing, dan konon cukup efektif untuk pengajaran bahasa asing, Inggris misalnya. Sistem ini berbentuk daftar kata yang terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: 1) kata-kata asing; 2) kata-kata kunci, yakni kata-kata bahasa lokal yang paling kurang suku pertamanya memiliki suara/lafal yang mirip dengan kata yang dipelajari; 3) arti-arti kata asing tersebut.

Penyesuaian diri

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain.
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun emosional.
Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasitidakterjadi.

Kesulitan belajar

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Kesulitan belajar (Learning Difficulty) adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Kondisi yang demikian umumnya disebabkan oleh faktor biologis atau fisiologis, terutama berkenaan dengan kelainan fungsi otak yang lazim disebut sebagai kesulitan belajar spesifik, serta faktor psikologis yaitu kesulitan belajar yang berkenaan dengan rendahnya motivasi dan minat belajar.
Pengertian Kesulitan Belajar adalah hambatan/ gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai.
Hal ini disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak ( gangguan neorubioligis ) yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan berhitung. Anak-anak disekolah pada umumnya memiliki karakteristik individu yang berbeda, baik dari segi fisik, mental, intelektual, ataupun social-emosional.
Oleh karena itu mereka juga akan mengalami persoalan belajarnya mesing-masing secara individu, dan akan mengalami berbagai jenis kesulitan belajar yang berbeda pula., sesuai dengan karakteristik dan potensinya masing-masing. Kali ini kita akan membahas masalah kesulitan belajar siswa secara umum.
Pengertian Kesulitan belajar secara umum dalam konteks ini adalah jenis-jenis kesulitan belajar yang pada umumnya terjadi pada anak-anak disekolah.
Ada beberapa kasus kesulitan belajar yang termasuk dalam kategori ini, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Abin Syamsudin M, yaitu : 1) Kasus kesulitan belajar dengan latar belakang kurangnya motivasi dan minat belajar. 2) Kasus kesulitan belajar yang berlatar belakang sikap negatif terhadap guru, pelajaran, dan situasi belajar. 3) Kasus kesulitan belajar dengan latar belakang kebiasaan belajar yang salah. 4) Kasus kesulitan belajar dengan latar belakang ketidakserasian antara kondisi obyektif keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental impuls dan lingkungannya.

proses pembelajaran dikelas

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Dalam melakukan proses pembelajaran dikelas maupun membimbing anak-anak dan siswa guru harus memperhatikan segala aspek psikologi ,perkembangan ,ingatan, memori dan pola berpikir anak .Hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengembangkan potensi yang ada pada siswa atau anak agar anak dan siswa mampu tumbuh dan perkembang sesuai dengan harapan orang tua,guru dan masyarakat
Permasalahan yang ada pada anak hendaknya penyelesaiannya melibatkan komponen orang tua, guru , masyarakat dan konsuler.
Orang tua,guru dan masyarakat harusnya memahami bahwa tugas sebagai guru hanya kesuksesan anak itu bukan hanya mampu mendapatkan nilai yang tinggi tetapi juga mampu mengembangan nilai spritual (kecerdasan spritual) dan kecerdasan emosian yang terkadang kecerdasan emosian dan spiritual yang mampu membawa kesuksesan terhadap anak dalam kehidupan di masyarakat.
Dalam belajar haruslah diperhatikan faktor yang mempebaruhi sisiwa dalam memperoleh dan mengingat pengetahuan .
Oleh sebab itu guru haruslah memperhatikan hal tersebut dalam memlakukan pembelajaran dikelas dengan memperhatikan hal tersebut pengetahuan yang diberikan oleh guru akan menjadi ingatan yang setia dalam memori siswa

Teori Gestalt

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

eiring dengan Kohler dan Koffka, Max Wertheimer merupakan salah satu pendukung utama Teori Gestalt yang menekankan tingkat tinggi proses kognitif di tengah-tengah behaviorisme. Fokus teori Gestalt adalah ide tentang “pengelompokan”, yaitu, karakteristik stimulus menyebabkan kita struktur atau menafsirkan bidang visual atau masalah dengan cara tertentu (Wertheimer, 1922).
Faktor utama yang menentukan pengelompokan atau prinsip organisasi adalah: (1) kedekatan – elemen cenderung dikelompokkan bersama menurut kedekatan mereka, (2) kesamaan – item serupa dalam beberapa hal cenderung dikelompokkan bersama, (3) penutupan – item dikelompokkan bersama-sama jika mereka cenderung untuk menyelesaikan beberapa entitas, dan (4) kesederhanaan – butir akan diatur dalam angka sederhana berdasarkan simetri, keteraturan, dan halus. Faktor-faktor ini disebut hukum organisasi dan dijelaskan dalam konteks persepsi dan pemecahan masalah.
Wertheimer terutama berkaitan dengan masalah-masalah. Werthiemer (1959) memberikan interpretasi Gestalt memecahkan masalah episode ilmuwan terkenal (misalnya, Galileo, Einstein) serta anak-anak yang disajikan dengan masalah matematika.
Inti dari perilaku pemecahan masalah sukses menurut Wertheimer adalah mampu melihat struktur keseluruhan masalah ini: Sebuah tertentu di wilayah tersebut menjadi bidang penting, difokuskan, tetapi itu tidak menjadi terisolasi. “Sebuah struktur yang lebih dalam baru melihat, dari situasi berkembang, melibatkan perubahan dalam arti fungsional, pengelompokan, dll dari item wilayah. Disutradarai oleh apa yang dibutuhkan oleh suatu struktur situasi untuk krusial, salah satu adalah menyebabkan prediksi yang wajar, yang seperti bagian lain dari struktur, panggilan untuk verifikasi, langsung atau tidak langsung mendapatkan. dua arah yang terlibat secara keseluruhan, gambar konsisten dan melihat apa struktur memerlukan keseluruhan untuk bagian-bagian
Teori Belajar Gestalt berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia, meskipun berlaku paling langsung ke persepsi dan pemecahan masalah. Pekerjaan Gibson sangat dipengaruhi oleh teori Gestalt. Beberapa contoh dari teori gestalt dapat dilihat dari aplikasinya dalam pembelajaran.
Akhmad Sudrajat menguraikan beberapa Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
  1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
  2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
  3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
  4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
  5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Referensi:
  • http://tip.psychology.org/wertheim.html
  • http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/
  • http://www.learningandteaching.info/learning/gestalt.htm

Jenis-jenis Konsep Diri

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah Konsep Diri. Pada kali ini saya akan menjabarkan bagaimana pentingnya konsep diri dalam kehidupan. Sebelumnya apa sih konsep diri itu? Jenis-jenis Konsep Diri itu apa saja?
Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan.
Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7).
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya.
Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak.
Seperti yang dikemukakan Hurlock (1990:58) memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.
Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan.
Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu (Rini, 2002:http:/www.e-psikologi.com/dewa/160502.htm).
Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.
Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.



Urgensi penggunaan teori konseling

URGENSI PENGGUNAAN TEORI KONSELING DALAM PRAKTIK LAYANAN KONSELING DI SEKOLAH

Oleh
Boy Soedarmadji

Pengantar
Era globalisasi saat ini berdampak sangat besar pada seluruh aspek kehidupan masyarakat. Aspek ekonomi, aspek sosial kemasyarakatan dan bahkan dunia pendidikan pun terkena imbasnya. Imbas yang dialami oleh masyarakat dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negative. Sisi positif yang bisa diamati secara langsung adalah mudahnya manusia melakukan komunikasi dengan orang lain, bahkan komunikasi ini tidak terbatas oleh ruang dan waktu, mudahnya manusia melakukan perjalanan baik domestik atau non domestik, mudahnya manusia memperoleh informasi dan mengakses informasi. Tetapi di sisi lain, era global membawa dampak negatif yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Kemudahan manusia mendapatkan informasi dan mengakses informasi ternyata berdampak pada perilaku manusia itu sendiri.
Dulu, kita sangat sulit untuk mendapatkan informasi dari daerah lain (apalagi yang berasal dari luar negeri), kalaupun bisa, itupun butuh waktu yang relatif lama. Mungkin kita masih ingat acara di televisi yaitu dunia dalam berita. Kita bisa menerima berita-berita yang terjadi di seputar kita hanya pada jam 21.00. Itupun, beritanya sudah disortir dan terjadi satu atau dua hari sebelumnya. Tetapi dengan keterbatasan teknologi yang ada, hal tersebut sudah dianggap canggih.
Apa yang terjadi saat ini? Sesuatu yang dulu dianggap sudah canggih, ternyata saat ini sudah bukan menjadi barang yang canggih lagi.
Bimbingan dan Konseling sebagai sebuah profesi. Sebagai sebuah profesi, maka apapun yang terkait dengan pelaksanaan program akan terikat dengan kode etik yang dimiliki. Bimbingan dan Konseling yang lahir pada tahun 1975 dengan berdirinya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), mengalami perjalanan panjang hingga pada akhirnya di tahun 2008 muncul Naskah Akademik yang menjadi pedoman pelaksanaan Bimbingan dan Konseling.
Sebagai sebuah profesi yang mandiri, maka konseling merupakan suatu kegiatan yang hanya bisa dilaksanakan oleh konselor profesioan dengan memiliki syarat-syarat tertentu. Sosok konselor profesional di sekolah memiliki keunikan tersendiri yang menjadikan memiliki perbedaan dengan guru bidang studi. Sosok guru menunjukkan keahlian profesionalnya dengan mempergunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan, sedangkan konselor dengan usaha memberikan layanan bimbingan konseling yang memandirikan tidak mempergunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan. Keunikan ini yang seringkali masih belum dipahami di jalur pendidikan formal.
Lebih lanjut, ABKIN (2008) menyatakan bahwa peran konselor di sekolah menengah memiliki perbedaan dengan guru mata pelajaran dalam rangka proses mendidik dan menumbuhkan aktualisasi diri siswa. Konselor mempergunakan proses pengenalan diri konseli sebagai konteks layanan dalam rangka menumbuhkan kemandirian dalam pengambilan keputusan penting dalam kehidupan konseli yang berkaitan dengan pendidikan, pemilihan, penyiapan diri serta kemampuan mempertahankan karier. Hal ini dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan guru yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks layanan dengan menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, yaitu pembelajaran yang sekaligus berdampak mendidik.
Untuk lebih memperdalam pemahaman tugas antara konselor sekolah dengan guru bidang studi, ABKIN (2008) menyatakan, ”Sebagai perbandingan, karena mengemban misi yang berbeda, kiprah seorang konselor yang melayani konseli normal dan sehat, menggunakan rujukan ”layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan”, sesuai dengan tuntutan realisasi diri (self-realization) konseli melalui fasilitasi perkembangan kapasitasnya secara maksimal (capacity development), sedangkan seorang guru yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks terapan layanannya, menggunakan rujukan normatif ”pembelajaran yang mendidik” yang terfokus pada layanan pendidikan sesuai bakat, minat, dan kebutuhan peserta didik dalam proses pembudayaan sepanjang hayat dalam suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dialogis dan dinamis menuju pencapaian tujuan utuh pendidikan.

Konselor Profesional
Biro tenaga kerja di Amerika Serikat (2007) memberikan panduan tentang pekerjaan konselor sekolah sebagai berikut:
“Counselors assist people with personal, family, educational, mental health, and career problems. Their duties vary greatly depending on their occupational specialty, which is determined by the setting in which they work and the population they serve. Educational, vocational, and school counselors provide individuals and groups with career and educational counseling. School counselors assist students of all levels, from elementary school to postsecondary education. They advocate for students and work with other individuals and organizations to promote the academic, career, personal, and social development of children and youth. School counselors help students evaluate their abilities, interests, talents, and personalities to develop realistic academic and career goals. Counselors use interviews, counseling sessions, interest and aptitude assessment tests, and other methods to evaluate and advise students. They also operate career information centers and career education programs”.

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) pada tahun 2008 telah menerbitkan Naskah Akademik yang secara yuridis menjadi pegangan bagi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling. ABKIN (2008) menyatakan bahwa sosok utuh konselor yang profesional memiliki dua kriteria yaitu a) kompetensi akademik dan b) kompetensi profesional.
Kompetensi akademik merujuk kepada landasan ilmiah pelaksanaan bimbingan dan konseling baik yang dikembangkan dari hasil penelitian ilmiah, pendapat pakar maupun praksis di bidang bimbingan dan konseling yang selama ini berkembang. Kompetensi yang dipersyaratkan bagi konselor adalah a) memahami secara mendalam dengan penyikapan yang empatik serta menghormati keragaman yang mengedepankan kemaslhatan konseli yang dilayani, b) menguasai khasanah teoritik tentang konteks, pendekatan, asas, dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, c) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan d) mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan. Kompetensi profesional merujuk pada usaha konselor untuk menjadi profesional dengan mengikuti pendidikan profesi konselor.
Beberapa ahli menyatakan bahwa ciri-ciri konselor efektif adalah memiliki kemampuan empatik, pemahaman terhadap konseli, memiliki kemampuan kebutuhan emosinya dan responsif terhadap konselinya (Simpson & Starkey, 2006). Lebih lanjut, Ellis (dalam Yeo, 2003) menyatakan bahwa konselor profesional ditunjukkan dengan kualitas sebagai berikut:
a) Konselor sungguh-sungguh berminat untuk menolong klien mereka dan berusaha sekuat tenaga merealisasikan minat ini;
b) Tanpa syarat mereka harus memandang klien mereka sebagai pribadi;
c) Percaya pada kemampuan terapeutis mereka sendiri;
d) Memiliki pengetahuan luas tentang teori dan praktik-praktik konseling, luwes, tidak picik dan terbuka untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan baru dan mencobanya;
e) Mampu menghadapi dan menyelesaikan keruwetan-keruwetan mereka sendiri, tidak cemas, tidak tertekan, tidak bersikap bermusuhan, tidak membiarkan diri mereka sendiri merosot, tidak mengasihani diri atau tidak disiplin;
f) Sabar, tekun, dan berusaha keras dalam kegiatan-kegiatan terapeutis mereka;
g) Bersikap etis dan bertanggungjawab, menggunakan konseling hampir seutuhnya demi kebaikan klien dan bukannya untuk kesenangan pribadi;
h) Bertindak secara profesional dan tepat dalam bidang terapeutis, tetapi masih sanggup mempertahankan sikap manusiawi, spontan dan gembira dalam bekerja;
i) Optimistik, mampu memberi semangat dan memperlihatkan pada klien bahwa apapun kesulitan yang dihadapi klien, mereka dapat berubah; dan
j) Berhasrat untuk menolong semua klien dan dengan besar hati bersedia merujuk orang-orang yang mereka anggap tidak bisa mereka tolong kepada rekan profesi lain

Rogers (dalam Geldard, 1993), sebagai salah satu ahli konseling humanistik menyatakan bahwa konselor yang baik memiliki tiga kualitas yaitu a) congruence, b) empathy dan c) unconditional positive regard. Congruence merujuk pada penunjukan diri secara apa adanya (genuine), terintegrasi dan memandang orang secara keseluruhan (whole person). Empati (empathy) merujuk pada pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh konseli. Penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard) merujuk pada penerimaan konseli tanpa adanya penilaian (non-judgementally) terhadap nilai-nilai yang dimiliki oleh konseli dan mengakui kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh konseli.
Lebih lanjut Bowman dan Reeves (dalam Karen & Garet, 2006) menyatakan bahwa konselor yang baik sebaiknya dapat mengembangkan moralitas dan kemampuan berempati sesuai dengan kebutuhan. Hal ini akan mengarahkan konselor untuk dapat memamahi dirinya, sehingga dapat terbuka untuk bekerja dengan individu atau masyarakat di sekitarnya.

Teori Konseling
Perkembangan teori konseling saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini tampak pada hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan pada jurnal-jurnal penelitian baik skala nasional maupun internasional. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah pada dasarnya merupakan usaha menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi pada dunia bimbingan dan konseling. Fenomena yang terjadi di sekolah sebagai wahana pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling menjadi lahan yang baik bagi perkembangan teori konseling.
Saat ini, di era globalisasi, permasalahan yang muncul di sekolah juga menjadi semakin kompleks. Permasalahan tidak saja berkutat kepada kesulitan balajar, tetapi juga masalah-masalah lain seperti narkoba, penyimpangan seksual dan masih banyak lagi. Permasalahan ini secara langsung akan berdampak kepada konselor sebagai ujung tombak pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Keadaan seperti ini pada dasarnya menuntut konselor untuk secara simultan mengembangkan kemampuan konselingnya dengan didasarkan pada teori-teori konseling yang up to date.

Teori Behavioral
Pendekatan behavioral merupakan sebuah pendekatan dalam konseling yang secara umum masih dipergunakan oleh para konselor. Tokoh pendekatan ini antara lain adalah Bandura, Pavlov, Skinner dan masih banyak yang lainnya. Pendekatan ini berasumsi bahwa perilaku manusia merupakan serangkaian hasil belajar. Apa dilakukan oleh seseorang merupakan hasil produksi dari lingkungan yang dominan seperti orang tua, sekolah, masyarakat atau orang lain yang berpengaruh (significant other). Manusia dianggap sebagai mahkluk yang tidak mempunyai daya apa-apa (determinitif). Manusia identik dengan robot, yang tidak memiliki inisiatif dan hanya bisa melakukan sesuatu karena merespon sebuah perintah atau aturan.

Walaupun teori ini (yang klasik) sudah banyak ditentang oleh aliran-aliran baru dalam konseling, tetapi teori ini tetap saja eksis dengan melakukan beberapa modifikasi. Skinner (dalam Soedarmadji dan Sutujono, 2005) menyatakan bahwa pandangan teori behavioristik terhadap terhadap manusia adalah 1) perilaku organisme bukan merupakan suatu fenomena mental, lebih ditentukan dengan belajar, sikap, kebiasaan dan aspek perkembangan kepribadian, 2) perkembangan kepribadian bersifat deterministik, 3) perbedaan individu karena adanya perbedaan pengalaman, 4) dualisme seperti pikiran dan tubuh, tubuh dan jiwa bukan merupakan hal yang ilmiah, tidak dapat diperkirakan dan tidak dapat mengatur perilaku manusia dan 5) walaupun perkembangan kepribadian dibatasi oleh sifat genetik, tetapi secara umum lingkungan dimana individu berada mempunyai pengaruh yang sangat besar. Uraian tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah sosok yang sangat deterministik.
Chamblers & Goldstein (dalam Gilliland, 1989) menyatakan bahwa tidak ada batasan yang jelas mengenai pribadi yang sehat atau tidak sehat. Hal ini disebabkan para tokoh aliran ini mengakui bahwa perilaku maladaptif adalah seperti perilaku adaptif, yaitu dipelajari. Sehingga, tujuan konseling dalam pendekatan ini adalah mengajak konseli untuk belajar perilaku baru, yaitu perilaku yang dikehendaki oleh lingkungan yang dominan.
Terapi perilaku sangat berbeda dengan pendekatan-pendekatan konseling yang lain. Perbedaan mencolok ditandai pada (a) pemusatan perhatian pada bentuk perilaku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah dan (d) penafsiran yang obyektif terhadap hasil terapi (Corey, 2005).



Teori Humanistik
Pendekatan humanistik muncul karena ketidakcocokan dengan paradigma pendekatan Behavioristik. Tokoh aliran humanistik antara lain adalah Abraham Maslow, Rogers, Viktor Frankl dan masih banyak lagi yang lainnya. Para ahli ini secara mendasar mengemukakan teori-teorinya berdasar pada pendekatan humanistik, hanya saja, dalam pelaksanaan strategi konseling ada perbedaan-perbedaan.
Pendekatan humanistik yang dikembangkan oleh Abraham Maslow mendasarkan pemikirannya pada teori tentang kebutuhan manusia. Dimana kebutuhan manusia terdiri dari a) kebutuhan biologis dan phisik, b) kebutuhan rasa aman, c) kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, d) kebutuhan harga diri dan e) kebutuhan aktualisasi diri.


Hirarki kebutuhan yang diuraikan oleh Maslow menunjukkan bahwa bahwa manusia akan terdorong untuk mencukupi kebutuhannya dan berusaha untuk menyelesaikan kebutuhan-kebutuhannya (accomplished). Perilaku manusia akan termotivasi untuk mencukupi kebutuhannya sampai dengan tingkat kebutuhan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri.
Perkembangan teori humanistik semakin pesat setelah Rogers mengembangkan teori person centered Therapy, dimana palayanan konseling dipusatkan kepada individu. Pandangan teori Rogerian terhadap manusia adalah 1) organisme, merupakan keseluruhan individu (the total individual, 2) Medan phenomenal, merupakan keseluruhan pengalaman individu (the totally of experience), dan 3) Self, merupakan bagian dari medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penillaian sadar dari “I” atau “Me”.
Rogers (dalam Soedarmadji & Sutijono, 2005) berpendapat bahwa pribadi yang sehat bukan merupakan keadaan dari ada, melainkan suatu proses, “suatu arah buka suatu tujuan”. Hal ini mempunyai makna bahwa pribadi yang sehat bukan merupakan sesuatu yang ada sejak manusia dilahirkan, tetapi merupakan suatu proses pembentukan yang tidak pernah selesai. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak statis (mandeg) tetapi lebih pada usaha untuk terus menjadi sesuatu (becoming). Dengan demikian, Rogers menunjukkan bahwa individu yang sehat adalah mereka yang 1) Terbuka dengan pengalaman baru (opennes to experience), 2) Percaya pada diri sendiri (trust in themselves), 3) mempergunakan sumber-sumber dalam diri untuk melakukan evaluasi (internal source of evaluation), dan 4) Keinginan untuk terus tumbuh (willingness to continue growing).
Pribadi/individu yang tidak sehat menurut Rogers adalah mereka yang mengalami ketaksejajaran (incongruence) antara konsep diri (self-concept) dengan kenyataan yang ada. jika persepsi seseorang terhadap pengalaman itu terganggu atau ditolak, maka keadaan maladjusment atau vulnerability akan muncul. Keadaan incongruence ini dapat menimbulkan berbagai “penyakit” psikologis atau “neurotic behavior” seperti kecemasan, ketakutan, disorganisasi dan selalu menentukan nilai absolut. Dengan demikian, tujuan konseling yang akan dicapai oleh pendekatan ini adalah melakukan revisi terhadap cara pandang konseli.
Pendekatan Rogerian bisa dikatakan tidak memiliki strategi khusus dalam menangani masalah konseli. Hal ini dikarenakan dalam praktik konseling, kualitas hubungan antara konselor dan konseli menjadi proritas utama untuk mengentas permasalahan konseli. Hanya saja, untuk mencapai hal itu, maka dikutuhkan kualitas konselor seperti 1) Genuineness, 2) Unconditional Positive Regard, dan 3) Empathic Understanding.

Teori Gestalt
Teori Gestalt diperkenalkan oleh Frederick Perls. Gestalt dalam bahasa Jeman mempunyai arti bentuk, wujud atau organisasi. Kata itu mengandung pengertian kebulatan atau keparipurnaan (Schultz, 1991). Lebih lanjut, Simkin (dalam Gilliland, 1989) menyatakan bahwa kata Gestalt mempunyai makna keseluruhan (whole) atau konfigurasi (configuration). Dengan demikian Perls lebih mengutamakan adanya integrasi bagian-bagian terkecil kepada suatu hal yang menyeluruh. Integrasi ini merupakan hal penting dan menjadi fungsi dasar bagi manusia.
Proses perkembangan teori Gestalt tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura (Lore) Posner (1905-1990). Dia adalah isteri Frederick perls yang secara signifikan turut mengembangkan teori Gestalt. Laura dilahirkan di Pforzheim Jerman. Awal mulanya dia adalah seorang pianis sampai dengan umur 18 tahun. Pada awalnya, Laura juga seorang pengikut aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah untuk mendalami teori-teori Gestalt. Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif melakukan kolaborasi untuk mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun 1930 akhirnya mereka menikah. Pada tahun 1952, mereka mendirikan New York Institute for Gestalt Therapy.
Teori Gestalt memandang manusia dengan asumsi-asumsi sebagai berikut, 1) manusia merupakan suatu komposisi yang menyeluruh (whole) yang diciptakan dari adanya interrelasi bagian-bagian, tidak ada satu bagian tubuh (tubuh, emosi, pemikiran, perhatian, sensasi dan persepsi) yang dapat dipahami tanpa melihat manusia itu secara keseluruhan, 2) seseorang juga merupakan bagian dari lingkungannya dan tidak dapat dipahami dengan memisahkannya, 3) seseorang memilih bagaimana merespon stimuli eksternal, dia merupakan aktor dalam dunianya dan bukan reaktor, 4) seseorang mempunyai potensi untuk secara penuh menyadari keseluruhan sensasi, pemikiran, emosi, dan persepsinya, 5) seseorang mampu untuk membuat pilihan karena kesadarannya, 6) seseorang mempunyai kemampuan untuk menentukan kehidupan secara efektif, 7) seseorang tidak mengalami masa lalu dan masa yang akan datang; mereka hanya akan dapat mengalami dirinya pada saat ini, dan 8) seseorang itu pada dasarnya baik dan bukan buruk.
Menurut teori Gestalt, manusia sehat memiliki ciri-ciri antara lain 1) percaya pada kemampuan sendiri, 2) bertanggungjawab, 3) memiliki kematangan, dan 4) memiliki keseimbangan diri. Sebagai orang yang pernah mempelajari teori psikoanalisa (walaupun ditolaknya) Frankl menunjukkan bahwa orang-orang tidak sehat memiliki ciri-ciri sebagaimana yang disebutkan oleh teori psikoanalisa sebagai deffense mechanism.
Perilaku menyimpang pada manusia seringkali tidak disadari oleh seseorang, atau bahkan dia menolak bahwa mereka memiliki masalah. Dengan demikian, tujuan konseling dalam keonseling Gestalt adalah reowning. Pengakuan (menyadari) bahwa satu-satunya kenyataan yang kita miliki ialah kenyataan saat ini, orang serupa itu tidak melihat ke belakang atau ke depan untuk menemukan arti atau maksud dalam kehidupan (Schultz, 1991).
Pendekatan Gestalt mengarahkan konseli untuk secara langsung mengalami masalahnya daripada hanya sekedar berbicara situasi yang seringkali bersifat abstrak. Dengan begitu, konselor Gestalt akan berusaha untuk memahami secara langsung bagaimana konseli berpikir, bagaimana konseli merasakan sesuatu dan bagaimana konseli melakukan sesuatu, sehingga konselor akan “hadir secara penuh” (fully present) dalam proses konseling sehingga yang pada akhirnya memunculkan kontak yang murni (genuine contacs) antara konselor dengan konseli
Pengikut Gestalt selalu mempergunakan kata tanya “Apa/What” dan “Bagaimana/How”. Mereka menjauhi pertanyaan “Mengapa/Why”. Hal ini dikarenakan pertanyaan mengapa mempunyai kecenderungan untuk mengetahui alasan klien. Jika hal ini dilakukan, maka secara tidak langsung konselor telah mengajak klien untuk kembali ke masa lalunya. Selain itu, pertanyaan mengapa akan mengarahkan klien untuk berbuat rasionalisasi dan mengadakan penipuan diri (self-deception) serta lari dari kenyataan yang terjadi saat ini. Lari dari kenyataan yang terjadi saat ini akanmembuat klien mandeg atau stagnasi. Beberapa teknik yang dipegunakan antara lain, 1) teknik kursi kosong, 2) pekerjaan rumah, 3) perilaku yang diarahkan, 4) humor, dan 5) konseling kelompok.
Simpulan
Perkembangan di era global menuntut konselor sekolah untuk secara terus meningkatkan kemampuan profesionalnya, sebagai jawaban terhadap dampak yang dihasilkan dari perubahan-perubahan. Secara mendasar, konselor sekolah harus mempergunakan teori konseling dalam membantu memandirikan siswa disekolah. Penggunaan teori konseling ini pada akhirnya akan membantu konselor dalam mempertanggungjawabkan tindakan profesionalnya.

Referensi

ABKIN. 2008. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasion

Total Pageviews

lalaaaa

berilah kritik dan saran pada saya
terimakasih.. salam Anharul Huda

ngobrol-ngobrol
[Close]

Like My Blog JO LALI PENCET JEMPOLNYA. OK

sedulur adoh seg mampir