SUGENG RAWUH

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Melalui jejaring sosial website ini, kami bertekad dapat menyuguhkan layanan informasi secara umum maupun khusus yang meliputi aktifitas KBM, kegiatan siswa, prestasi sekolah/siswa, PSB dsb. Yang dapat diakses oleh siswa, guru, orang tua/wali siswa dan masyarakat secara cepat, tepat dan efisien.
Akhir kata, semoga layanan web site ini bermanfaat.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Personil Pelaksana Pelayanan Bimbingan

Dikirim 0leh Arjo moemedo Monday, October 24, 2011 0 komentaran

a.      Personil Pelaksana Pelayanan Bimbingan
          Personil pelaksan pelayanan bimbingan di sekolah adalh segenap unsure yang terkait di dalam organisasi pelayanan bimbingan, dengan coordinator dan guru pembimbing/ konselor sebagai pelaksana utamanya.
Adapun uraian tugas masing-massing personil tersebut adalh sebagai :
1)      Kepala sekolah : sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan secara menyeluruh di sekolah yang bersankutan, yang bertugas :
a)   . Mengkoordinasi segenap kegiatan yang di programkan di sekolah, sehingga kegiatan pengajaran, pelatihan, dan bimbingan merupakan satu-satu kesatuan yang terpadu, harmonois dan dinamis.
b)  . Menyediakan prasaran, tenaga sarana dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan yang efektif dan efesien.
c)   . Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upya tindak lanjut pelayanan bimbingan
2)      Wakil Kepala Sekolah
         Wakil kepala sekolah membantu kepala sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas  kepala sekoalah termasuk pelaksanaan bimbingan dan konseling.
3)      Koordinator Bimbingan
         Coordinator bimbingan bertugas mengkoordinasi para guru pembimbing dalam :
a)   . Memasyarakatkan pelayanan bimbingan konseling kepada segenap warga sekolah, orang tua, dan masyarakat.
b)  . Menyusun program bimbingan.
c)   . Melaksanakan program bimbingan
d)  . Menilai program dan pelaksanaan bimbingan
e)   . Memberikan tindak lanjut terhadap hasil penilaian
4)      Guru Pembimbing/ Konselor
         Sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli, guru pembimbing/konselor bertugas:
a)    . Memasyarakatkan pelayanan bimbingan
b)   . Merencanakan program bimbingan
c)    . Melaksanakan kegiatan pendukung bimbingan
d)   . Melaksanakan tindak lanjut berdasrkan hasil penilaian
e)    . Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan kepada koordinato bimbingan
5)      Guru Mata Pelajaran / Pelatih
         Sebagai tenaga ahli pengajar dan pelatih dalam mata pelajaran atau program latihantertentu, dan sebagai personil yang sehari hari langsung berhubungan dengan siswa, peranan guru mata pelajaran dan pelatih dalam pelayanan bimbingan adalah:
a)      Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan kepada siswa
b)      Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswayang memerlukan layanan / kegiatan bimbingan untuk mengikuti menjalani layanan kegiatan yang dimaksud
c)      Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan tindak lanjutnya
6)      Wali Kelas
            Sebagai pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan wali kelas berperan:
a).        membantu guru pembimbing / konselor melaksanakan  tugas-tugas khusus di kelas yang menjadi tanggung jawabnya
b).        membantu guru mata pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan, khususnya di kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
c).        membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggungjawabnya, untuk mengikuti layan / kegiatan bimbingan

Penyesuaian diri

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut. Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak membawa akibat lain. Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun emosional.
Sudut pandang berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasitidakterjadi.
Masing-masing dafinisi penyesuaian diri ini akan dibahas dipostingan selanjutnya.
Penyesuaian Diri Remaja
Kategori Individual
Oleh : Zainun Mutadin, SPsi. MSi.
Jakarta, 09 April 2002
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu  yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan. 
Pengertian
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan:  "Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment.
Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri. 
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut  dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.
Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
1.  Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa,  atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2.  Penyesuaian Sosial  
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling  mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari.  Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara  komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.
Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.  Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.
Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan  jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.  Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti. 
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang  berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
Berdasarkan kenyataan  tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat  anak tidak memiliki rasa aman.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan  yang mendukung hal tersebut.
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.
b.  Lingkungan Teman Sebaya  
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
c.  Lingkungan Sekolah  
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik  untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.
Top of Form

Isi Komentar
PENDAHULUAN
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejumlah hal yang telah di pelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan diluar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap. Dengan pengalaman-pengalaman itu ia secara berkesinambungan dibentuk menjadi seorang pribadi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi tertentu dimasa mendatang.
Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah.
Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organism yang aktif. Ia aktif dengan tujuan dan aktivitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu cirri poko dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri dan lingkungannya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian penyesuaian.
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai berikut:
1. Penyesuai berarti adaptasi; dapat mempertahan ekssistensinya,atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmani dan rohani, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan social.
2. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai komprnitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip dll.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri.
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian diri. Penentu penyesuaian diri identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Kondisi-kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan system otot, kesehatan, penyakit, dsb.
2. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, social, moral, dan emosional.
3. Penentuan psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penetuan diri, frustasi, dan konflik.
4. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
5. Penentuan cultural termasuk agama.

Pemahaman tentang faktor-faktor ini dapat dan bagaimana fungsinya dalam penyesuaian merupakan syarat untuk memahami proses penyesuaian, karena penyesuaian tumbuh antara faktor-faktor ini dan tuntutan individu.
C. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja.
Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua.
Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orangtua dan suasana psikologi dan social dalam keluarga.
Sikap orangtua yang otoriter, yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat proses penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaan orang tua dan pada gilirannya ia kan cenderung otoriter terhadap teman-temannya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun dimasyarakat.
Permasalahn-permasalahan penyesusaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluaraga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup dalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi, tampak padanya ada kecendrungan yang besar untuk marah, suka menyendiri, disamping kuran kepekaanterhjadsap penerimaan social dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisa dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar. Terbukti pula bahwa kebanyakan anak-anak yang dikeluarkan dari sekolah karena tidak dapat menyesuaikan diri adalah mereka yang datang dari rumah tangga yang pecah/ retak.
Adapula masaalah yang yimbul dari teman remaja; perpindahan ketempat/ masyarakat baru, berarti kehilangan teman lama dan terpaksa mencari teman baru. Banyak remaja yang mengalami kesulitan dalam mencari/ membentuk persahabatan dengan hubungan social yang baru. Mungkin remaja berhasil baik dalam hubungan di sekolah yang lama, ketika pindah keskolah yang baru ia menjadi tidak dikenal dan tidak ada yang memperhatikan. Di sini remaja dituntut untuk dapat lebih mamapu menyesuaikan diri dengan masyarakat yang baru, sehingga dia menjadi bagian dari masyarakat yang baru itu.
Penyesusaian diri remaja dengan kehidupan disekolah. Permasalahan penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, baik sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan guru- guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibat antara laim adalah prestasi belajar menjadi menurun dibanding dengan prestasi disekolah sebelumnya.
Persoalan-persoalan umum yang seringkali dihadapi remaja antaralain memilih sekolah. Jika kita mengharapkan remaja mempunyai penyesuaian diri yang baik, seyogyianya kita tidak mendikte mereka agar memilih jenis sekolah tertentu sesuai keinginan kita. Orangtua/ peendidik hendaknya mengarahkan pilihan sekolah sesuai dengan kemampuan, bakat, dan sifat-sifat pribadinya. Tidak jarang terjadi anak tidak mau sekolah, tidak mau belajar, suka membolos, dan sebagainya karena ia dipaksa oleh orangtuanya untuk masulk sekolah yang tidak ia sukai.
Permasalahan lain yang mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang berkaitan dengan kebiasaan belajar yang baik. Bagi siswa yang baru masuk sekolah lanjutan mungkin mengalami mkesulitan dalam membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan ekstra kurikuler, dan sebagainya.

D. Implikasi Proses Penyesuaian Remaja Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan.
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap petkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsfungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagin rujukan dan tempat perlindunga jika anak didik mengalami masalah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proeses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “ betah” (at home) bagi anak-anak didik , baik secara social , fisik maupun akademis.
2. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
3. Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, social , maupun seluruh aspek pribadinya.
4. Menggunakan kmetode dan alat mentgajar yang menimbulkan gairah belajar.
5. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6. Ruang kelas yang memenuhi syarat-syrat kesehatan.
7. Peraturan / tata tertib yamg jelas dan dapat dipahami oleh siswa.
8. Teladan ari para guru dalam segi pendidikan.
9. Kerja swama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah.
10. Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan yang sbaik-baiknya.
11. Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggungjawab baik pada murid maupun pada guru.
12. Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat.

Karena di skolah guru merupakan figur pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian siswa-siswinya, maka dituntut sifat –sifat guru yang efektif, yakni sebagi berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
1. Memberi kezsempatan (alert), tampak antusias dalam berminat dalam aktivitas siswa dalam kelas .
2. Ramah (cheerful) dan optimistis.
3. Mampu mengontrol diri, tidak mudah kacau (terganggu ), dan teratur tindakannya .
4. Senang kelakar, mempunyai ras humor.
5. Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesalahan sendiri.
6. Jujur dan opjektif dalam memperlakukan siswa.
7. Menunjukan pengertian dan ras a simpati dalam bekerja dengan sisiwa-siswinya.
Jika para guru bersama dengan seluruh staf disekolah dapat melaksanakan tugasnya dengan baik , maka anak-anak didik di sekolah itu yang berada dalam usia remaja akan cenderung brkurang kemugkinannya untuk menglami permasalahan-permasalahan penyesuaaian diri atau terlibat dalam masalah yang bisa menyebabkan perilaku yang menyimpang.

PENUTUP
Kesimpulan.
Manusia tidak dilahirkan dalam keadaaan telah mampu menyesuaikan diri, maka penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan memerlukan proses yang cukup unik.
Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu cirri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki kemampuan untukmengadakan penyesuaian diri secaara haemonis, baik terhadap sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Proses penyesuaian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : kondisi fisik, tingkatan perkembangan dan kematangan, faktor psikologis, lingkungan, dan kebudayaaan.
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Selain itu permasalahan penyesuaian akan muncul bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal. Remaja yang keluarganya sering pindah, ia terpaksa pindah dari sekolah ke sekolah yang lain dan ia akan sangat tertinggal dalam pelajaran, karena guru berbeda-beda dalam caranya mengajar sehingga membuat dia sangat suli dalam menyesuaikan diri.

Daftar Pustaka
v Sunarto. H. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
By: Raflen A. Gerungan
Menurut Haber dan Runyon (1984), penyesuaian diri adalah suatu proses dan bukan keadaan yang statis sehingga efektivitas dari penyesuaian diri itu sendiri ditandai dengan seberapa baik individu mampu menghadapi situasi serta kondisi yang selalu berubah, dimana seseorang merasa sesuai dengan lingkungan dan merasa mendapatkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhannya.
Menurut Haber dan Runyon (1984) terdapat lima karakteristik penyesuaian diri yang efektif, yaitu:
persepsi yang akurat tentang realitas, kemampuan mengatasi stres dan kecemasan,
memiliki citra diri (self image) yang positif,, mampu mengekspresikan kenyataan, memiliki hubungan interpersonal yang baik
Untuk menyesuaikan diri diperlukan beberapa faktor pendorong yang turut menentukan, menurut Lazarus (1976) yaitu: faktor primer atau internal, dan faktor eksternal yang berasal dari luar individu.
Tunagrahita
PPDGJ (1993) mendefinisikan tunagrahita yaitu suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Gangguan dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan psikososial (Kaplan dkk, 1997).
Klasifikasi berdasarkan skor IQ WISC (dalam Efendi, 2006): ringan (Mild/Debil/Moron), sedang (Imbecil/Moderate), berat/Idiot (IQ 0-25).
Menurut Kirk (dalam Efendi, 2006), penyebab tunagrahita yaitu karena faktor Bottom of Form





Tinjauan Teoritis

Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan definisi berdasarkan definisi
penyesuaian diri dari Lazarus (1976), Haber & Runyon (1984), Atwater (1983),
Powell (1983), Martin & Osborne (1989), dan Hollander (1981) menjadi suatu
proses perubahan
dalam diri dan lingkungan, dimana individu harus dapat
mempelajari tindakan atau sikap baru untuk hidup dan menghadapi keadaan tersebut
sehingga tercapai kepuasan dalam diri, hubungan dengan orang lain dan lingkungan
sekitar.

Menurut Powell (1983) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam
melakukan penyesuaian diri, yang disebut sebagai resources. Resources yang
memiliki asosiasi tinggi dengan penyesuaian diri dalam hidup adalah hubungan
yang baik dengan keluarga dan orang lain, keadaan fisik, kecerdasan, minat di
luar pekerjaan, keyakinan yang bersifat religius, kemampuan keuangan, dan
impian. Selain itu digunakan pula lima karakteristik penyesuaian diri efektif
menurut Haber & Runyon (1984) yaitu persepsi yang akurat terhadap realitas,
kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan stres, citra diri yang positif,
kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya, serta hubungan antarpribadi yang
baik.

Selain penjelasan mengenai penyesuaian diri, dijelaskan pula teori mengenai
perkembangan remaja. Dimana dalam masa perkembangan, remaja mengalami berbagai
perubahan. Perubahan tersebut melingkupi aspek fisik, kognitif, dan psikososial.
Menurut Erikson (dalam Miller, 1993), masa remaja masuk kepada tahapan identity
and repudiation versus identity diffusion, dimana dalam tahap perkembangan ini
tugas dasar remaja adalah untuk dapat mengintegrasikan beragam identitas yang
mereka bawa sejak masa anak-anak menjadi suatu identitas yang semakin lengkap.

Dalam menjelaskan Homeschooling, Ransom (2001) menyatakan bahwa terdapat dua hal
penting, yaitu: (1) sebagian besar pelaksana homeschooling melakukan aktivitas
belajarnya di rumah. Sebagian melaksanakan hampir seluruh kegiatan belajar di
rumah, dengan "membeli" kurikulum yang telah terstruktur; (2) dalam melaksanakan
homeschooling, orangtua dan anak bertanggung jawab terhadap pendidikan dan
proses belajar, memutuskan apa yang akan dipelajari, kapan waktu untuk belajar,
dan bagaimana cara belajarnya.

Ransom (2001) menyatakan bahwa ketika anak meninggalkan sekolah formal, akan ada
masa-masa penyesuaian diri yang biasanya disebut sebagai deschooling atau
decompression. Deschooling sendiri menurut Saba & Gattis (2002) merupakan masa
(periode) dimana orangtua dapat membiarkan anaknya untuk beristirahat sejenak
dan beradaptasi dengan situasi baru yang lebih bebas, sehingga anak diharapkan
dapat mempersiapkan pengalaman sekolah yang berbeda dari sekolah sebelumnya.

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif karena menurut
Merriam (dalam Creswell, 1998), penelitian kualitatif lebih tertarik pada
pemaknaan, yaitu bagaimana orang mengartikan kehidupan, pengalaman, dan struktur
di dalam dunianya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode
wawancara dengan pedoman umum. Metode wawancara dianggap paling sesuai dalam
menjawab masalah penelitian ini karena peneliti bermaksud untuk mendapat
pengetahuan mengenai makna yang dialami oleh setiap subyek berkenaan dengan
proses penyesuaian diri yang mereka jalani.

Dalam pembuatan pedoman umum wawancara ini, digunakan teori penyesuaian diri
efektif dari Haber & Runyon (1984) dan resources individu yang menunjang
penyesuaian diri menurut Powell (1983). Selain itu ditanyakan pula data diri
subyek dan pengalaman subyek sejak awal mengetahui homeschooling, memutuskan
untuk melaksanakan homeschooling, masa deschooling, hingga kondisi yang terkini.

Karakteristik subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa
homeschooling yang beralih dari sekolah formal ke homeschooling pada saat usia
remaja (13 hingga 18 tahun), saat ini subyek berada dalam rentang usia
perkembangan remaja yaitu usia 13 hingga 18 tahun dan masih belajar setingkat
dengan SMP atau SMU di sekolah formal, serta merupakan siswa yang melaksanakan
homeschooling dalam komunitas. Dalam penelitian ini, teknik penentuan subyek
yang digunakan adalah incidental sampling. Dimana peneliti menggunakan empat
orang subyek, dua laki-laki dan dua perempuan.

Dalam tahap pelaksanaan, peneliti mewawancarai subyek masing-masing sebanyak dua
kali, hanya satu subyek yang diwawancarai satu kali. Dalam sekali pertemuan,
wawancara dilaksanakan selama satu hingga dua setengah jam. Pada tahap
pengolahan dan analisis, peneliti menganalisis hasil perolehan dengan melakukan
analisis intra subyek dan antar subyek.

Total Pageviews

lalaaaa

berilah kritik dan saran pada saya
terimakasih.. salam Anharul Huda

ngobrol-ngobrol
[Close]

Like My Blog JO LALI PENCET JEMPOLNYA. OK

sedulur adoh seg mampir