SUGENG RAWUH

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Melalui jejaring sosial website ini, kami bertekad dapat menyuguhkan layanan informasi secara umum maupun khusus yang meliputi aktifitas KBM, kegiatan siswa, prestasi sekolah/siswa, PSB dsb. Yang dapat diakses oleh siswa, guru, orang tua/wali siswa dan masyarakat secara cepat, tepat dan efisien.
Akhir kata, semoga layanan web site ini bermanfaat.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

tugas perkembangan remajaTugas Perkembangan Remaja

Dikirim 0leh Arjo moemedo Sunday, February 5, 2012 0 komentaran

tugas perkembangan remajaTugas Perkembangan Remaja Havigrust (dalam Muhammad Ali, 2008: 171) mendefinisikan tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam Muhammad Ali, 2008 : 10) adalah : Tugas Perkembangan Remaja Mampu menerima keadaan fisiknya; Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa; Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis; Mencapai kemandirian emosional; Mencapai kemandirian ekonomi; Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat; Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua; Mengembangkan perilaku tanggung jawab social yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa; Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan; Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. Hal senada diungkapkan oleh Zulkifli (2005: 76) tentang tugas perkembangan remaja adalah : Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin Mencapai peranan social sebagai pria atau wanita Menerima keadaan fisik sendiri Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan Memilih pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga Berdasarkan pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan remaja adalah sikap dan perilaku dirinya sendiri dalam menyikapi lingkungan di sekitarnya. Perubahan yang terjadi pada fisik maupun psikologisnya menuntut anak untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan dan tantangan hidup yang ada dihadapannya. Read more: http://belajarpsikologi.com/tugas-perkembangan-remaja/#ixzz1lWBs9R2t

Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan menurut Dariuszky (2004) yang menghambat perkembangan harga diri adalah : Perasaan takut , yaitu kekhawatiran atau ketakutan (fear). Dalam kehidupan sehari-hari individu harus menempatkan diri di tengah-tengah realita. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh kebenaran, akan tetapi ada juga yang menghadapinya dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif terhadap diri, sehingga sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan yang akan mempengaruhi seluruh alam perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam keadaan tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah. Dengan demikian tindakan-tindakannya menjadi tidak adekuat sebab diarahkan untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan, sehingga jelaslah bahwa keadaan ini akan berpengaruh pada perkembangan harga dirinya. Perasaan salah yang pertama dimiliki oleh individu yang mempunyai pegangan hidup berdasarkan kesadaran dan keyakinan diri, atau dengan kata lain individu sendiri telah menentukan criteria mengenai mana yang baik dan buruk bagi dirinya Perasaan salah yang kedua adalah merasa salah terhadap ketakutan, seperti umpamanya orangtua. Keadaan ini kemudian terlihat dalam bentuk kecemasan yang merupakan unsur penghambat bagi perkembangan kepercayaan akan diri sendiri.

Perkembangan Psikososial Masa Dewasa Akhir. Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen. Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generatif, dan integritas. 1. Perkembangan Keintiman Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lainakan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa akhir. 2. Perkembangan Generatif Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang membangun kembali kehidupan mereka dalam pengertian prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa. 3. Perkembangan Integritas Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan bebrbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. Tahap integritas ini ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang tidak menrasa berdaya. Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik diri dari keterlibatan sosial: (1) ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas dari peran dan aktifitas selama ini; (2) penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, membuat ia terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebihan; (3) orang-orang yang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya; dan (4) pada saat kematian semakin mendekat, oran ingin seperti ingin membuang semua hal yang bagi dirinya tidak bermanfaat lagi. Read more: http://belajarpsikologi.com/perkembangan-psikososial-masa-dewasa-akhir/#ixzz1lWAhUCuQ

Seorang ahli Psikologi mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah: 1. Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan) Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak dapat memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis. 2. Stadium pra-operasional (18 bulan—7 tahun) Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu (secara perseptual, emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil perspektif orang lain. Cara berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini. Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya. Berpikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan transformasi perpindahannya A ke B. Berpikir pra-operasional adalah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat). Tidak dapat melakukan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya satu/ beberapa yang dapat dilakukan. Berpikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja. 3. Stadium operasional konkrit (7—11 tahun) Cara berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga memperhatikan aspek dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah mampu untuk mengerti operasi logis dari reversibilitas. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. Ada juga kekurangan dalam cara berpikir operasional konkrit. Yaitu anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah (misalnya masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik. 4. Stadium operasional formal (mulai 11 tahun) Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu : Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam. Sifat deduktif-hipotetis: Dalam menghadapi masalah, anak akan menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, ia lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Maka dari itulah berpikir operasional formal juga disebut berpikir proporsional. Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris. Berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung. Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun. Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun. Rujukan : kaskus.us dan Akhmad Sudrajat

engertian Harga Diri (Self Esteem) Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Sedangkan menurut Gilmore (dalam Akhmad Sudrajad) mengemukakan bahwa: “….self esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in attitude the individual holds toward himself. Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan. Arti Harga Diri (Self Esteem) Menurut pendapat beberapa ahli tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri (self esteem) adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain. Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial. Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhan harga diri anak (siswanya), melalui pemberian kasih sayang yang tulus sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan harga diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan guru sebagai fasiltator. Akhmad Sudrajad mengatakan bahwa pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki harga diri yang mantap. Mereka akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan kayakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya (Jordan et. al. 1979) Read more: http://belajarpsikologi.com/pengertian-harga-diri/#ixzz1lW99mzky

entuk-Bentuk Bimbingan Kelompok ada beberapa macam. Macam-macam Bimbingan Kelompok ini dapat digunakan pada situasi dan permasalahan tersendiri. Konselor harus dapat menilai dan melihat keadaan kliennya dan dapat menggunakan Layanan Bimbingan Kelompok dengan pas dan terarah. Beberapa jenis metode bimbingan kelompok menurut Tohirin (2007: 290 yaitu: Program Home Room Program ini dilakukan dilakukan di luar jam perlajaran dengan menciptakan kondisi sekolah atau kelas seperti di rumah sehingga tercipta kondisi yang bebas dan menyenangkan. Dengan kondisi tersebut siswa dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah sehingga timbul suasana keakraban. Tujuan utama program ini adalah agar guru dapat mengenal siswanya secara lebih dekat sehingga dapat membantunya secara efsien. Karyawisata Karyawisata dilaksanakan dengan mengunjungi dan mengadakan peninjauan pada objek-objek yang menarik yang berkaitan dengan pelajaran tertentu. Mereka mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Hal ini akan mendorong aktivitas penyesuaian diri, kerjasama, tanggung jawab, kepercayaan diri serta mengembangkan bakat dan cita-cita. Diskusi kelompok Diskusi kelompok merupakan suatu cara di mana siswa memperoleh kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Setiap siswa memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pikirannya masing-masing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam memlakukan diskusi siswa diberi peran-peran tertentuseperti pemimpin diskusi dan notulis dan siswa lain menjadi peserta atau anggota. Dengan demikian akan timbul rasa tanggung jawab dan harga diri. Kegiatan Kelompok Kegiatan kelompok dapat menjadi suatu teknik yang baik dalam bimbingan, karena kelompok dapat memberikan kesempatan pada individu (para siswa) untuk berpartisipasi secara baik. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil apabila dilakukan secara kelompok. Melalui kegiatan kelompok dapat mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongan-dorongan tertentu dan siswa dapat menyumbangkan pemikirannya. Dengan demikian muncul tanggung jawab dan rasa percaya diri. Organisasi Siswa Organisasi siswa khususnya di lingkungan sekolah dan madrasah dapat menjadi salah satu teknik dalam bimbingan kelompok. melalui organisasi siswa banyak masalah-masalah siswa yang baik sifatnya individual maupun kelompok dapat dipecahkan. Melalui organisasi siswa, para siswa memperoleh kesempatan mengenal berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan siswa dalam organisasi siswa dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan memupuk rasa tanggung jawab serta harga diri siswa. Sosiodrama Sosiodrama dapat digunakan sebagai salah satu cara bimbingan kelompok. sosiodrama merupakan suatu cara membantu memecahkan masalah siswa melalui drama. Masalah yang didramakan adalah masalah-masalah sosial. Metode ini dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Dalam sosiodrama, individu akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi masalah sosial. Pemecahan masalah individu diperoleh melalui penghayatan peran tentang situasi masalah yang dihadapinya. Dari pementasan peran tersebut kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalah. Psikodrama Hampir sama dengan sosiodrama. Psikodrama adalah upaya pemecahan masalah melalui drama. Bedanya adalah masalah yang didramakan. Dalam sosiodrama masalah yang diangkat adalah masalah sosial, akan tetapi pada psikodrama yang didramakan adalah masalah psikis yang dialami individu. Pengajaran Remedial Pengajaran remedial (remedial teaching) merupakan suatu bentuk pembelajaran yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa untuk membantu kesulitan belajar yang dihadapinya. Pengajaran remedial merupakan salah satu teknik pemberian bimbingan yang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung kesulitan belajar yang dihadapi ole Read more: http://belajarpsikologi.com/bentuk-bentuk-bimbingan-kelompok-2/#ixzz1lW8St5R4

Perkembangan Psikososial

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Perkembangan Psikososial Masa Dewasa Akhir. Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan ini akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen. Menurut Erikson, perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generatif, dan integritas. 1. Perkembangan Keintiman Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lainakan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa akhir. 2. Perkembangan Generatif Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang membangun kembali kehidupan mereka dalam pengertian prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa. 3. Perkembangan Integritas Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan bebrbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. Tahap integritas ini ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, dimana orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut sebagai usia tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang tidak menrasa berdaya. Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik diri dari keterlibatan sosial: (1) ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas dari peran dan aktifitas selama ini; (2) penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, membuat ia terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebihan; (3) orang-orang yang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya; dan (4) pada saat kematian semakin mendekat, oran ingin seperti ingin membuang semua hal yang bagi dirinya tidak bermanfaat lagi. Read more: http://belajarpsikologi.com/perkembangan-psikososial-masa-dewasa-akhir/#ixzz1lW7ZbiJ6

Psikologi anak & remaja

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Psikologi anak & remaja.doc BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psikologi diakui sebagai ilmu mandiri pada akhir abad ke-19. Selama dua abad sebelumnya, berbagai model dikembangkan mengenai apa yang semestinya menjadi subjek studi psikologi dan bagaimana studi tersebut dilakukan. Secara spesifik , selama abad ke-17 dan ke-18, berbagai model psikologi saling bersaing untuk mendominasi yang lain. Para psikolog bekerja di banyak situasi terapan yang berbeda-beda, dan memiliki berbagai macam peran, bahkan dalam lingkungan akademik psikologi kontemporer cukup sulit diidentifikasi. Penelitian dan pengajaran psikologi dilakukan di departemen psikologi, ilmu kognitif, manajemen organisasi, dan hubungan social. Psikologi tampaknya berkembang menuju diversifikasi yang lebih besar daripada menuju suatu kesatuan kohesif. Paling tidak, sistem-sistem psikologi yang dikembangkan pada abad ke-20 memberikan deskripsi yang masuk akal tentang bagaimana psikologi mencapai keragamanya. Fase sistem dalam perkembangan psikologi merupakan bagian penting dalam evolusi psikologi. Fase tersebut menunjukan kesulitan dalam mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan dan menempatkan psikologi dalam ilmu pengetahuan. Karena wujud empiris ilmu pengetahuan merupakan kesamaan utama di antara bidang-bidang kontemporer penelitian psikologi. Kami disini akan menguraikanya dengan lebih detail lagi tentang apa yang di maksud dengan psikologi pada masa kanak-kanak dan psikologi pada masa remaja. B. Rumusan Masalah 1) Masa kanak-kanak a. Awal masa kanak-kanak b. Akhir masa kanak-kanak c. Bahaya psikologis terpenting pada anak 2) Masa remaja a. Ciri-ciri masa remaja b. Tugas perkembangan pada masa remaja c. Keadaan emosi pada masa remaja d. Minat remaja e. Perubahan moral pada masa remaja C. Tujuan 1. Untuk menjelaskan psikologi pada masa kanak-kanak, yang meliputi : a. Awal masa kanak-kanak b. Akhir masa kanak-kanak c. Bahaya psikologis terpenting pada anak 2. Ingin menjelaskan psikologi pada masa remaja, yang meliputi : a. Ciri-ciri masa remaja b. Tugas perkembangan pada masa remaja c. Keadaan emosi pada masa remaja d. Minat remaja e. Perubahan moral pada masa remaja BAB II PEMBAHASAN 1. Psikologi Pada Masa Kanak-Kanak 1.A. Awal masa kanak-kanak Awal masa kanak-kanak yang berlangsung dari dua sampai enam tahun, oleh orang tua disebut sebagai usia yang problematic, menyulitkan atau masa bermain, oleh para pendidik dinamakan sebagai usia prasekola, dan oleh ahli psikoligi disebut dengan prakelompok, penjajah atau usia bertanya. Perkembangan fisik berjalan lambat tetapi kebiasaan fisiologis yang dasarnya diletakan pada masa bayi, menjadi cukup baik. Berbagai hubungan keluarga, orang tua anak, antar saudara dan lingkungan sangat berperan dalam dalam sosialisasi anak dan perkembangan konsep diri dalam tingkat kepentingan yang berbeda. Kebahagiaan pada awal masa kanak-kanak bergantung lebih kepada kejadian yang menimpa anak dirumah daripada kejadian diluar rumah. Awal masa kanak-kanak dianggap sebagai saat belajar untuk mencapai pelbagai ketrampilan karena anak senang mengulang, hal mana penting untuk belajar ketrampilan, anak yang pemberani dan senang mencoba hal-hal yang baru, dank arena hanya memiliki beberapa ketrampilan maka tidak mengganggu usaha penambahan ketrampilan baru. Perkembangan berbicara berlangsung cepat, seperti terlihat dalam perkembanganya pengertian dan berbagai ketrampilan berbicara, ini mempunyai dampak yang kuat terhadap jumlah bicara dan isi pembicaraan. Perkembangan emosi mengikuti pola yang dapat diramalkan, tetapi terdapat keanekaragaman dalam pola ini karena tingkat kecerdasan, besarnya keluarga, pendidikan anak dan kondisi-kondisi lain. Bermain sangat dipengaruhi oleh ketrampilan motorik yang dicapai, tingkat popularitas yang ia senangi diantara teman sebaya, bimbingan yang diterima dalam mempelajari berbagai pola bermain dan setatus social ekonomi keluarga. Awal masa kanak-kanak ditandai oleh moralitas dengan paksaan, suatu masa dimana anak belajar mematuhi peraturan secara otomatis melalui hukuman dan pujian, preode ini juga merupakan masa penegakan disiplin dengan cara yang berbeda, ada yang secara otoriter, lemah dan demokratis. Minat umum anak meliputi minat terhadap agama, tubuh manusia, diri sendiri, pakaian dan seks, ketidaktepatan dalam mengerti sesuatu merupakan hal yang umum pada masa awal kanak-kanak karena banyak konsep yang kekanak-kanakan dipelajari tanpa bimbingan yang cukup dank arena anak sering didorong untuk memandang kehidupan secara tidak realistis agar lebih menarik dan semarak. 1.B. Akhir masa kanak-kanak Akhir masa kanak-kanak yang berlangsung dari enam tahun sampai anak mencapai kematangan seksual, yaitu ekitar umur 13 th bagi anak perempuan dan 14 th bagi anak laki-laki, yang mana masa tersebut oleh orang tua disebut masa yang menyulitkan karena pada masa-masa ini anak sering bertengkar, bandel dan lain-lain, para ahli psikologi menyebutnya dengan usia penyesuaian atau usia kreatyif. Pertumbuhan fisik yang lambat pada akhir masa kanak-kanak dipengaruhi oleh kesehatan, gizi, immunisasi, seks dan inteligensi. Keterampilan pada akhir masa kanak-kanak secara kasar dapat digolongkan kedalam empat (4) kelompok yaitu : a. Keterampilan menolong diri b. Keterampilan menolong social c. Keterampilan social d. Keterampilan bermain Akhir masa kanak-kanak disebut “usia berkelompok” karena anak berminat dalam kegiatan-kegiatan dengan teman-teman dan ingin menjadi bagian dari kelompok yang mengharapkan anak untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola perilaku, nilai-nilai dan minat anggotanya sebagai anggota kelompok, anak sering menolak standart orang tua, mengembangkan sikap menentang lawan jenis, dan berprasangka kepada semua yang bukan anggota kelompok. Minat bermain anak dan jumlah waktu yang digunakan untuk bermain tergantung pada derajat dukungan social dari pada kondisi-kondisi lain. Pada akhir masa kanak-kanak, terdapat peningkatan pesat dalam pengertian dan ketepatan konsep selama periode akhir masa kanak-kanak yang disebabkan oleh meningkatnya inteligensi dan meningkatnya kesempatan belajar. Sebagian besar anak mengembangkan kode moral yang dipengaruhi oleh standart moral kelompoknya dan hati nurani yang membimbing perilaku sebagai pengganti pengawasan dari luar yang diperlukan pada waktu anak masih kecil, sekalipun demikian pelanggaran di rumah, di sekolah dan di lingkungan tetangga masih sering terjadi. 1.C. Bahaya psikologis terpenting pada anak Diantara bahaya psikologis yang terpenting adalah : a) isi pembicaraan yang bersifat tidak social b) ketidak mampuan mengadakan kompleks empati c) gagal belajar penyesuaian social karena kurangnya bimbingan d) lebih menyukai teman khayalan atau hewan kesayangan e) terlalu menekankan pada hiburan dan kurang penekanan dalam bermain aktif f) disiplin yang tidak konsisten g) gagal dalam mengambil peran seks sesuai dengan pola yang disetujui oleh kelompok social h) kemerosotan dalam dalam hubungan keluarga i) konsep diri yang kurang baik 2. psikologi Pada Masa Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin yang berarti tumbuh menjadi dewasa, bangsa primitive demikian pula orang-orang pada zaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode=periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak sudah tidak merasa lagi dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataanya merupakan cirri khas yang umum dari periode perkembangan ini. 2.A. Cirri-ciri masa remaja  Masa remaja sebagai periode yang penting Bagi sebagian besar anak muda, usia diantara dua belas dan enam vbelas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh dengan kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Tak dapat disangkal, selama kehidupan ini perkembangan berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik semakin lebih menentukan, tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang memperhatikan perkembangan atau kurangnya perkembangan dengan kagum, seang atau takut.  Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti terputus dengan sesuatu atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahup perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.  Masa remaja sebagai periode perubahan Ada lima perubahan yang sama yang hamper bersifat unifersal. (1) meningginya emosi, yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. (2) perubahan tubuh, bagi remaja masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya. (3) perubahan minat. (4) perubahan perilaku. (5) ingin kebebasan dan takut bertanggung jaawab. 2.B. Tugas perkembangan pada masa remaja Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa, tugas perkembangan pada masa dewasa menunbtut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak, akibatnya, hanya sedikit anak lak-laki yang mampu dan hanya anak perempuanlah yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tersebut selama awal masa remaja, apa lagi mereka yang matangnya terlambat. Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan perkembangan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan social. Namaun, hanya sedikit remaja yang mampu menggunakan ketrampilan dan konsep ini dalam situasi praktis. Mereka yang aktif dalam pelbagai aktifitas ekstra kurikuler menguasai praktek yang demikian ini, namun mereka yang tidak aktif karena harus bekerja setelah sekolah atau karena tidak diterima oleh teman-teman, akhirnya mereka tidak memperoleh kesempatan ini. 2.C. Keadaan emosi selama masa remaja Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai preode “badai dan tekanan” suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Oleh karena itu perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan emosi yang sangat khas pada masa usia ini. Penjelasan diperoleh dari kondisi social yang mengelilingi remaja masa ini, adapun meningginya emosi terutama karena berada dibawah tekanan social dan menghadapi kondisi baru. 2.D. Beberapa minat remaja Minat rekreasi, meliputi : Permainan dan olah raga, bersantai, bepergian, dansa, membaca, menonton, melamun dan lain-lain.  Minat social, meliputi : Pesta, minum-minuman keras, obat-obat terlarang, percakapan, menolong orang lain, mencari pasangan dan lain-lain.  Minat pendidikan dan agama.  Minat pekerjaan. 2.E. Perubahan moral pada masa remaja Menurut Kholberg, tahap perkembangan moral harus dicapai selama masa remaja, tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap yaitu : 1) Individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan setandart moral, apabila hal ini bisa menguntukan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. 2) Individu menyesuaikan diri dengan standart social dan ideal yang diinternalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor social. Dalam hal ini moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi. BAB III PENUTUP a. Pengertian Psikologi Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dan proses mental. Psikologi merupakan cabang ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada awalnya psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia. Menurut plato, psikologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia (psyche = jiwa ; logos = ilmu pengetahuan). b. Timbulnya Aliran-Aliran Dalam Psikologi DAFTAR PUSTAKA 1. Elizabeth, HurlockB. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1980. 2. Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju. 3. Turner, M. B. 1976. Psikologi and Science of Behavior, New York : Appleton-Century-Crofts 4. Watson, R. I. 1971. The Great Psychologist, From Aristotle to freud. Philadelphia: J. B. Lippincott 5. http//.www.google.com

Remaja dan Permasalahannya

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Remaja dan Permasalahannya Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun. Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut. Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun b. Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun c. Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun. Pada usia tersebut, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: 1. Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis 2. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin 3. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif 4. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya 5. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi 6. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja 7. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga 8. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara 9. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial 10. Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku (Havighurst dalam Hurlock, 1973). Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu: 1. Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai. 2. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua. Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis. Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional. Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya. Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990). Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi. Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja. 1. Perkembangan fisik remaja Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organreproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya. Menurut Mussen dkk., (1979) sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun (Katchadurian, 1989). Penyebab terjadi makin awalnya tanda-tanda pertumbuhan ini diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan dari lingkungan, iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998). Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Menurut Bourgeois dan Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia (Myles dkk, 1993). Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik. Menurut PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi sehat untuk wanita adalah antara 20 – 30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada bermacam-macam . Misalnya, sebelum wanita berusia 20 tahun secar fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini wanita belum cukup matang dan dewasa. Sampoerno dan Azwar (1987) menambahkan bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu muda usia biasanya kurang baik karena rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan. 2. Perkembangan Psikis Remaja Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai. Kutub Keluarga ( Rumah Tangga) Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah). Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain: a. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce) b. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah c. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk) d. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis). Selain daripada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu: a. Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu b. Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga c. Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek d. Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak e. Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak f. Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak g. Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain h. Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup i. Kurang stimuli kongnitif atau sosial j. Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah). Kutub Sekolah Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain; a. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai b. Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai c. Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai d. Kesejahteraan guru yang tidak memadai e. Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang f. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya. Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial) Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain: a. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan) 1) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari 2) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya 3) Pengangguran 4) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan 5) Wanita tuna susila (wts) 6) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan 7) Perumahan kumuh dan padat 8) Pencemaran lingkungan 9) Tindak kekerasan dan kriminalitas 10) Kesenjangan sosial b. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas) 1) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya 2) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal 3) Kebut-kebutan 4) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan 5) Perkosaan 6) Pembunuhan 7) Tindak kekerasan lainnya 8) Pengrusakan 9) Coret-coret dan lain sebagainya Kondisi psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja. Remaja dan Permasalahannya Sofia Retnowati Fakultas psikologi UGM Pengantar Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila individu mampu menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, dan kebahagian juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. Beberapa perubahan yang dialami remaja adalah perubahan fisik, psikis, dan sosial Perkembangan fisik remaja Masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya. Sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun. Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia. Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik. Perkembangan Psikis Remaja Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai. Perkembangan Sosial remaja Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut. Batasan remaja menurut usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Ada juga yang membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun. Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu: d. Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun e. Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun f. Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun. Pada usia tersebut, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: 1. Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis 2. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin 3. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif 4. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya 5. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi 6. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja 7. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga 8. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara 9. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial 10. Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990). Masalah-masalah remaja Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu: 1. Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai. 2. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua. Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis. Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan trampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional. Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya. Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi. Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja. Kutub Keluarga ( Rumah Tangga) Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah). Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain: e. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce) f. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah g. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk) h. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis). Selain daripada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu: k. Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu l. Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga m. Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek n. Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak o. Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak p. Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak q. Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain r. Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup s. Kurang stimuli kongnitif atau sosial t. Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah). Kutub Sekolah Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain; g. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai h. Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai i. Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai j. Kesejahteraan guru yang tidak memadai k. Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang l. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya. Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial) Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain: c. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan) 11) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari 12) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya 13) Pengangguran 14) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan 15) Wanita tuna susila (wts) 16) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan 17) Perumahan kumuh dan padat 18) Pencemaran lingkungan 19) Tindak kekerasan dan kriminalitas 20) Kesenjangan sosial d. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas) 10) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya 11) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal 12) Kebut-kebutan 13) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan 14) Perkosaan 15) Pembunuhan 16) Tindak kekerasan lainnya 17) Pengrusakan 18) Coret-coret dan lain sebagainya Kondisi psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja. PERILAKU MENYIMPANG

Kecerdasan Emosional

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Kecerdasan Emosional Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan. Daniel Goleman, seorang profesor dari Universitas Harvard menjelaskan bahwa ada ukuran/patokan lain yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dalam bukunya yang terkenal, Emotional Intelligence, membuktikan bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan seseorang. Intelligence Quotient (IQ) tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi, Emotional Quotient(EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar. Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyak aspek penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern, yaitu: empati (memahami orang lain secara mendalam) mengungkapkan dan memahami perasaan mengendalikan amarah kemandirian kemampuan menyesuaikan diri disukai kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan kesetiakawanan keramahan sikap hormat Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan contoh yang baik. Agar anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, orang tua harus mengajar anaknya untuk : membina hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis bekerja dalam kelompok secara harmonis berbicara dan mendengarkan secara efektif mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif) mengatasi masalah dengan teman yang nakal berempati pada sesama memecahkan masalah mengatasi konflik membangkitkan rasa humor memotivasi diri bila menghadapi saat-saat yang sulit menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri menjalin keakraban Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi, ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.

Stres dan Penanggulangannya

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Stres dan Penanggulangannya Hidup manusia ditandai oleh usaha-usaha pemenuhan kebutuhan, baik fisik, mental-emosional, material maupun spiritual. Bila kebutuhan dapat dipenuhi dengan baik, berarti tercapai keseimbangan dan kepuasan. Tetapi pada kenyataannya seringkali usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut mendapat banyak rintangan dan hambatan. Tekanan-tekanan dan kesulitan-kesulitan hidup ini sering membawa manusia berada dalam keadaan stress. Stress dapat dialami oleh segala lapisan umur. Stress dapat bersifat fisik, biologis dan psikologis. Kuman-kuman penyakit yang menyerang tubuh manusia menimbulkan stress biologis yang menimbulkan berbagai reaksi pertahanan tubuh. Sedangkan stress psikologis dapat bersumber dari beberapa hal yang dapat menimbulkan gangguan rasa sejahtera dan keseimbangan hidup. SUMBER STRESS Sumber stress dapat digolongkan dalam bentuk-bentuk: 1. Krisis Krisis adalah perubahan/peristiwa yang timbul mendadak dan menggoncangkan keseimbangan seseorang diluar jangkauan daya penyesuaian sehari-hari. Misalnya: krisis di bidang usaha, hubungan keluarga dan sebagainya. 2. Frutrasi Frustrasi adaah kegagalan dalam usaha pemuasan kebutuhan-kebutuhan/dorongan naluri, sehingga timbul kekecewaan. Frutrasi timbul bila niat atau usaha seseorang terhalang oleh rintangan-rintangan (dari luar: kelaparan, kemarau, kematian, dan sebagainya dan dari dalam: lelah, cacat mental, rasa rendah diri dan sebagainya) yang menghambat kemajuan suatu cita-cita yang hendak dicapainya. 3. Konflik Konflik adalah pertentangan antara 2 keinginan/dorongan yaitu antara kekuatan dorongan naluri dan kekuatan yang mengenalikan dorongan-dorongan naluri tersebut. 4. Tekanan Stress dapat ditimbulkan tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya. (Dari dalam diri sendiri: cita-cita, kepala keluarga, dan sebagainya dan dari luar: istri yang terlalu menuntut, orangtua yang menginginkan anaknya berprestasi). AKIBAT STRESS Akibat stress tergantung dari reaksi seseorang terhadap stress. Umumnya stress yang berlarut-larut menimbulkan perasaan cemas, takut, tertekan, kehilangan rasa aman, harga diri terancam, gelisah, keluar keringat dingin, jantung sering berdebar-debar, pusing, sulit atau suka makan dan sulit tidur). Kecemasan yang berat dan berlangsung lama akan menurunkan kemampuan dan efisiensi seseorang dalam menjalankan fungsi-fungsi hidupnya dan pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai macam gangguan jiwa. REAKSI TERHADAP STRESS Reaksi seseorang terhadap stress berbeda-beda tergantung dari: 1. Tingkat kedewasaan kepribadian 2. Pendidikan dan pengalaman hidup seseorang Reaksi psikologis yang mungkin timbul dalam menghadapi stress: 1. menghadapi langsung dengan segala resikonya. 2. menarik diri dan tak tahu menahu tentang persoalan yang dihadapinya/lari dari kenyataan. 3. menggunakan mekanisme pertahanan diri. PENANGGULANGAN STRESS Mengenal dan menyadari sumber-sumber stress. Membina kedewasaan kepribadian melalui pendidikan dan pengalaman hidup. Mengembangan hidup sehat. Antara lain dengan cara: merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, tidak tergesa-gesa ingin mencapai keinginannya, menyadari perbedaan antara keinginan dan kebutuhan, dan sebagain ya. Mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala sesuatu yang terjadi dengan tetap beriman kepadaNYa. Minta bimbingan kepada sahabat dekat, orang-orang yang lebih dewasa, psikolog, orang yang dewasa rohaninya, dan sebagainya). Hindarkan sikap-sikap negatif antara lain: memberontak terhadap keadaan, sikap apatis, marah-marah. Hal-hal tersebut tidak menyelesaikan masalah tetapi justru membuka masalah baru

Mengenal Schizophrenia

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Mengenal Schizophrenia Meskipun definisi yang pasti tentang Schizophrenia selalu menjadi perdebatan para ahli, terdapat indikasi yang semakin nyata bahwa Schizophrenia adalah sebuah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Dalam buku The Broken Brain : The Biological Revolution in Psychiatry yang ditulis oleh Dr. Nancy Andreasen, dikatakan bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan Schizophrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik. Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak yang terserang schizophrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut. Bagi keluarga dengan penderita schizophrenia di dalamnya, akan mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita schizophrenia dengan membandingkan otak dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak penderita schizophrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel yang dituju. Schizophrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun penderita tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi schizophrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja menjadi schizophrenia akut. Periode schizophrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir. Kadang kala schizophrenia menyerang secara tiba-tiba. Perubahan perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut secara cepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi banyak juga yang bisa kembali hidup secara normal dalam periode akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya orang normal dalam lingkungannya. Dalam beberapa kasus, serangan dapat meningkat menjadi apa yang disebut schizophrenia kronis. Penderita menjadi buas, kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali, depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri. Para Psikiater membedakan gejala serangan schizophrenia menjadi 2, yaitu gejala positif dan negatif. Gejala positif Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Penderita schizophrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu penderita merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti bunuh diri. Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita schizophrenia, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah kuning hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita schizophrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang. Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana penderita schizophrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan penderita tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Karena penderita schizophrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita schizophrenia tertawa sendiri atau berbicara sendiri dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya. Semua itu membuat penderita schizophrenia tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya. Gejala negatif Penderita schizophrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat penderita menjadi orang yang malas. Karena penderita schizophrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat emosi penderita schizophrenia menjadi datar. Penderita schizophrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa penderita schizophrenia tidak bisa merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka. Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup penderita schizophrenia. Mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Di samping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat penderita schizophrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, schizophrenia menyerang manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Schizophrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita schizophrenia sebanyak 1 % dari jumlah manusia yang ada di bumi. Schizophrenia tidak bisa disembuhkan sampai sekarang. Tetapi dengan bantuan Psikiater dan obat-obatan, schizophrenia dapat dikontrol. Pemulihan memang kadang terjadi, tetapi tidak bisa diprediksikan. Dalam beberapa kasus, penderita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Keringanan gejala selalu nampak dalam 2 tahun pertama setelah penderita diobati, dan berangsur-angsur menjadi jarang setelah 5 tahun pengobatan. Pada umur yang lanjut, di atas 40 tahun, kehidupan penderita schizophrenia yang diobati akan semakin baik, dosis obat yang diberikan akan semakin berkurang, dan frekuensi pengobatan akan semakin jarang

Membimbing Anak Hiperaktif

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Mengenal & Membimbing Anak Hiperaktif Apa sebenarnya yang disebut hiperaktif itu ? Gangguan hiperaktif sesungguhnya sudah dikenal sejak sekitar tahun 1900 di tengah dunia medis. Pada perkembangan selanjutnya mulai muncul istilah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity disorder). Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala utama yang nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain. Hiperaktif Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan suara berisik. Impulsif Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah dan di sekolah. Problem-problem yang biasa dialami oleh anak hiperaktif Problem di sekolah Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang perhatian yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-tugas sekolah. Kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu anak dan teman yang diajak berbicara sehingga guru akan menyangka bahwa anak tidak memperhatikan pelajaran. Banyak dijumpai bahwa anak hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika. Khusus untuk menulis, anak hiperaktif memiliki ketrampilan motorik halus yang secara umum tidak sebaik anak biasa Problem di rumah Dibandingkan dengan anak yang lain, anak hiperaktif biasanya lebih mudah cemas dan kecil hati. Selain itu, ia mudah mengalami gangguan psikosomatik (gangguan kesehatan yang disebabkan faktor psikologis) seperti sakit kepala dan sakit perut. Hal ini berkaitan dengan rendahnya toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami kekecewaan, ia gampang emosional. Selain itu anak hiperaktif cenderung keras kepala dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi. Hambatan-hambatan tersbut membuat anak menjadi kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak dipandang nakal dan tidak jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun teman-temannya. Karena sering dibuat jengkel, orang tua sering memperlakukan anak secara kurang hangat. Orang tua kemudian banyak mengontrol anak, penuh pengawasan, banyak mengkritik, bahkan memberi hukuman. Reaksi anakpun menolak dan berontak. Akibatnya terjadi ketegangan antara orang tua dengan anak. Baik anak maupun orang tua menjadi stress, dan situasi rumahpun menjadi kurang nyaman. Akibatnya anak menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan bersosialisasi di mana-mana menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak akan merasa bahwa dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak. Problem berbicara Anak hiperaktif biasanya suka berbicara. Dia banyak berbicara, namun sesungguhnya kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan perhatian membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik. Anak hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu merespon lawan bicara secara tepat. Problem fisik Secara umum anak hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang tidak sebaik anak lain. Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi tenggorokan sering dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang anak-anak lain. Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik anak juga beresiko tinggi untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh, terkilir, dan sebagainya. Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab hiperaktif pada anak : Faktor neurologik Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal, persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksimia gravidarum atau eklamsia dibandingkan dengan kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir dengan berat badan rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif Terjadinya perkembangan otak yang lambat. Faktor etiologi dalam bidang neuoralogi yang sampai kini banyak dianut adalah terjadinya disfungsi pada salah satu neurotransmiter di otak yang bernama dopamin. Dopamin merupakan zat aktif yang berguna untuk memelihara proses konsentrasi Beberapa studi menunjukkan terjadinya gangguan perfusi darah di daerah tertentu pada anak hiperaktif, yaitu di daerah striatum, daerah orbital-prefrontal, daerah orbital-limbik otak, khususnya sisi sebelah kanan Faktor toksik Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahan-bahan pengawet memilikipotensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar timah (lead) dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif. Faktor genetik Didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat pada anak kembar. Faktor psikososial dan lingkungan Pada anak hiperaktif sering ditemukan hubungan yang dianggap keliru antara orang tua dengan anaknya. Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing anak-anak mereka yang tergolong hiperaktif : Orang tua perlu menambah pengetahuan tentang gangguan hiperaktifitas Kenali kelebihan dan bakat anak Membantu anak dalam bersosialisasi Menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguat positif (misalnya memberikan pujian bila anak makan dengan tertib), memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak Memberikan ruang gerak yang cukup bagi aktivitas anak untuk menyalurkan kelebihan energinya Menerima keterbatasan anak Membangkitkan rasa percaya diri anak Dan bekerja sama dengan guru di sekolah agar guru memahami kondisi anak yang sebenarnya Disamping itu anak bisa juga melakukan pengelolaan perilakunya sendiri dengan bimbingan orang tua. Contohnya dengan memberikan contoh yang baik kepada anak, dan bila suatu saat anak melanggarnya, orang tua mengingatkan anak tentang contoh yang pernah diberikan orang tua sebelumnya

Ibu Bekerja & Dampaknya bagi Perkembangan Anak Salah satu dampak krisis moneter adalah bertambahnya kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi karena semakin mahalnya harga-harga. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut salah satu caranya adalah menambah penghasilan keluarga...akhirnya kalau biasanya hanya ayah yang bekerja sekarang ibupun ikut bekerja. Ibu yang ikut bekerja mempunyai banyak pilihan. Ada ibu yang memilih bekerja di rumah dan ada ibu yang memilih bekerja di luar rumah. Jika ibu memilih bekerja di luar rumah maka ibu harus pandai-pandai mengatur waktu untuk keluarga karena pada hakekatnya seorang ibu mempunyai tugas utama yaitu mengatur urusan rumah tangga termasuk mengawasi, mengatur dan membimbing anak-anak. Apalagi jika ibu mempunyai anak yang masih kecil atau balita maka seorang ibu harus tahu betul bagaimana mengatur waktu dengan bijaksana. Seorang anak usia 0-5 tahun masih sangat tergantung dengan ibunya. Karena anak usia 0-5 tahun belum dapat melakukan tugas pribadinya seperti makan, mandi, belajar, dan sebagainya. Mereka masih perlu bantuan dari orang tua dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Bila anak itu dititipkan pada seorang pembantu maka orang tua atau khususnya ibu harus tahu betul bahwa pembantu tersebut mampu membimbing dan membantu anak-anak dalam melakukan pekerjaannya. Kalau pembantu ternyata tidak dapat melakukannya maka anak-anak yang akan menderita kerugian. Pembentukan kepribadian seorang anak dimulai ketika anak berusia 0-5 tahun. Anak akan belajar dari orang-orang dan lingkungan sekitarnya tentang hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya. Anak yang berada di lingkungan orang-orang yang sering marah, memukul, dan melakukan tindakan kekerasan lainnya, anak tersebut juga akan bertumbuh menjadi pribadi yang keras. Untuk itu ibu atau orang tua harus bijaksana dalam menitipkan anak sewaktu orang tua bekerja. Kadang-kadang hanya karena lingkungan yang kurang mendukung sewaktu anak masih kecil akan mengakibatkan dampak yang negatif bagi pertumbuhan kepribadian anak pada usia selanjutnya. Seperti kasus-kasus kenakalan remaja, keterlibatan anak dalam dunia narkoba, dan sebagainya bisa jadi karena pembentukan kepribadian di masa kanak-kanak yang tidak terbentuk dengan baik. Untuk itu maka ibu yang bekerja di luar rumah harus bijaksana mengatur waktu. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga memang sangat mulia, tetapi tetap harus diingat bahwa tugas utama seorang ibu adalah mengatur rumah tangga. Ibu yang harus berangkat bekerja pagi hari dan pulang pada sore hari tetap harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi, bercanda, memeriksa tugas-tugas sekolahnya meskipun ibu sangat capek setelah seharian bekerja di luar rumah. Tetapi pengorbanan tersebut akan menjadi suatu kebahagiaan jika melihat anak-anaknya bertumbuh menjadi pribadi yang kuat dan stabil. Sedangkan untuk ibu yang bekerja di dalam rumahpun tetap harus mampu mengatur waktu dengan bijaksana. Tetapi tugas tersebut tentunya bukan hanya tugas ibu saja tetapi ayah juga harus ikut menolong ibu untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga sehingga keutuhan dan keharmonisan rumah tanggapun akan tetap terjaga dengan baik.

Kenakalan Remaja

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Kenakalan Remaja Ada seorang Ibu yang tinggal di Jakarta bercerita bahwa sejak maraknya kasus tawuran pelajar di Jakarta, Beliau mengambil inisiatif untuk mengantar dan menjemput anaknya yang sudah SMU, sebuah kebiasaan yang belum pernah Beliau lakukan sebelumnya. Bagaimana tidak ngeri, kalau pelajar yang tidak ikut-ikutan-pun ikut diserang ? Mengapa para pelajar itu begitu sering tawuran, seakan-akan mereka sudah tidak memiliki akal sehat, dan tidak bisa berpikir mana yang berguna dan mana yang tidak ? Mengapa pula para remaja banyak yang terlibat narkoba dan seks bebas ? Apa yang salah dari semua ini ? Seperti yang sudah diulas dalam artikel lain di situs ini, remaja adalah mereka yang berusia antara 12 - 21 tahun. Remaja akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut : Masa Pra-pubertas (12 - 13 tahun) Masa pubertas (14 - 16 tahun) Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun) Dan periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun) Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun) Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat jga terjadi pada fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut. Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke rumah saudara. Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat-sangat berat. Orang tua tidak boleh berpikir, "Ya ampun... itu kan hal kecil. Masa kamu tidak bisa menyelesaikannya ? Bodoh sekali kamu !", dan sebagainya. Tetapi perhatian seolah-olah orang tua mengerti bahwa masalah itu berat sekali bagi remajanya, akan terekam dalam otak remaja itu bahwa orang tuanya adalah jalan keluar ang terbaik baginya. Ini akan mempermudah orang tua untuk mengarahkan perkembangan psikis anaknya. Masa pubertas (14 - 16 tahun) Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini. Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri. Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun) Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya. Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun) Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini. Kenakalan remaja Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya. Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada

Puber Kedua

Dikirim 0leh Arjo moemedo 0 komentaran

Puber Kedua Istilah "puber" berasal dari kata "pubes" yang artinya rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan. Kondisi ini dialami oleh anak berusia belasan tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Puber kedua adalah kondisi dimana terdapat kesamaan perilaku seperti yang dialami anak-anak yang memasuki masa puber, seperti lebih memperhatikan penampilan, lebih memperhatikan lawan jenis, dan sebagainya. Puber kedua dialami oleh pria maupun wanita yang memasuki usia 40 tahun ke atas. Gejala yang timbul pada pria saat memasuki puber kedua adalah : Enggan tampil tua. Mereka mulai memperhatikan penampilannya maupun keindahan tubuhnya. Rambutnya disemir ala anak muda, bergaya gaul, memodifikasi mobilnya menjadi ceper, dan sebagainya. Mereka juga mulai senang kembali berpetualang. Mulai dari dari naik motor jarak jauh, sampai keluar masuk diskotek. Produktivitas hidup meningkat. Banyak ditemui bahwa mereka semakin mahir bernegosiasi, semakin maju bisnisnya, maupun semakin memukau karirnya. Sedangkan pada wanita, gejala yang muncul adalah : Terganggu atau berhentinya proses menstruasi (terjadi menopause). Hal ini terjadi karena gonadotrop tidak diproduksi lagi oleh kelenjar hypophysc. Efek yang terjadi adalah pusing, lesu, dan kurang bergairah. Akibatnya kestabilan emosi sering terganggu. Timbunan lemak menyusut sehingga kulit mulai keriput, bahkan buah dada mulai berubah bentuk. Rambutpun mulai memutih. Keadaan ini akan berpengaruh pada kejiwaannya. Apalagi jika suami memandang hal itu sebagai suatu kemunduran. Setiap orang akan mengalami fase puber kedua ini. Karena itu perlu persiapan yang cukup matang untuk memasuki fase krisis ini. Di sinilah komitmen perkawinan kembali teruji. Komunikasi dan pengertian memegang peran yang sangat penting bagi pasangan yang mulai memasuki masa puber kedua ini. Kondisi yang berbeda antara suami dan istri sering kali memicu konflik di antara mereka berdua. Suami semakin bersemangat dalam banyak hal, sedangkan istri semakin lesu dan kurang bergairah. Bila terjadi komunikasi yang baik di antara pasangan yang memasuki masa ini, maka masalah krisis kedua ini akan dapat diselesaikan dengan baik. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk melewati masa puber kedua dengan baik adalah: Bertamasya berdua tanpa diganggu oleh kehadiran anak Memberikan kejutan seperti candle light dinner, membelikan barang yang sedang diinginkan pasangan, dan sebagainya Membuka kembali album foto kenangan bersama-sama Menonton bioskop berdua saja Dan sebagainya Dengan demikian diharapkan pasangan yang memasuki masa puber kedua dapat melewatinya dengan baik dan memasuki usia senja dengan bahagia

BIMBINGAN KONSELING ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat dari sistem interpersonal dalam tiap kehidupan seseorang adalah keluarga. Seorang bayi belajar bagaimana hidup dan menerima kehidupan itu melalui interaksinya dalam keluarga. Interaksi seseorang di masa depan memperlihatkan intensitas ikatan emosi dan kepercayaan dasar terhadap diri dan dunia luar yang dihasilkan pada interaksi awal dalam keluarga (Framo, 1976, dalam Kendall, 1982:517). Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil di dalam masyarakat tetapi menempati kedudukan yang primer dan fundamental. Faktor keluarga sangatlah penting karena merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak, dimana keluarga memiliki peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang anak. Di dalam keluarga seringkali terjadi permasalahan yang muncul baik dari luar mapun dari dalam keluarga itu sendiri. Salah satu dari adanya masalah keluarga adalah anak. Banyak faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi masalah di dalam sebuah keluarga. Kesalahan pendidikan dari orang tua meupun faktor lingkungan anak yang kurang kondusif dapat mengakibatkan permasalahan di dalam keluarga. Sebuah keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khususpun seringkali menjadi sebuah masalah dalam keluarga. Layanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan dalam membantu menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam keluarga. Dalam bimbingan keluarga mengupayakan pemberian bantuan kepada para individu sebagai pemimpin atau anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keliarga, serta berperan atau berpartisipasi aktif dalam mencapai keluarga yang bahagia. B. Batasan masalah 1. Konsep dasar mengenai bimbingan dan konseling 2. Konsep dasar mengenai perkembangan keluarga 3. Konsep dasa dan pendekatan mengenai konseling keluarga C. Tujuan Pembuatan Makalah 1. Mengetahui konsep dasar bimbingan dan konseling 2. Mengetahui konsep dasar tentang konseling keluarga, tujuan serta prinsip konseling keluarga. 3. Mengetahui konsep dasar tentang perkembangan keluarga 4. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konseling Anak Berkebutuhan Khusus D. Sistematika Pembuatan Makalah KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI A. Konsep Dasar 1. Bimbingan dan Konseling a. Pengertian Bimbingan dan Konseling b. Fungsi Bimbingan dan Konseling c. Jenis-jenis Bimbingan dan Konseling 2. Perspektif Perkembangan Keluarga a. Pengertian Keluarga b. Perkembangan Keluarga c. Keluarga sebagai Sistem Psikososial B. Konseling Keluarga (Family Konseling) 1 Pengertian Konseling Keluarga 2. Tujuan dan Prinsip Konseling Keluarga 3. Landasan-landasan Sejarah dan Praktik Kontemporer Konseling keluarga a. Sejarah dan Perkembangan Konseling Keluarga b. Pendekatan dalam Konseling keluarga  Pendekatan Psikodinamik  Pendekatan Humanistik/Eksperensial  Pendekatan Bowen  Pendekatan Struktural  Pendekatan Strategis atau Komunikasi  Pendekatan Behavioral 4. Peran Intervensi pada Konseling Keluarga 5. Proses Konseling C. Penelitian, Latihan, dan Praktik Profesional BAB III ANALISIS MATERI BAB IV KESIMPULAN Lampiran soal BAB II ISI A. Konsep Dasar 1. Bimbingan dan Konseling a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Pada dasarnya, bimbingan merupakan pembimbing untuk membantu mengoptimalkan individu. Bimbingan merupakan suatu alat untuk mendewasakan anak. Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya. Bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada seseorang dan atau sekelompok orang yang bertujuan agar masing-masing individu mampu mengembangkan dirinya secara optimal, sehingga dapat mandiri dan atau mengambil keputusan secara bertanggungjawab b. Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling Tujuan bimbingan adalah agar individu dapat : 1. merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta kehidupan pada masa yang akan datang. 2. mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki seoptimal mungkin. 3. menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya. 4. mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerjanya. Fungsi bimbingan yaitu sebagai berikut: 1. fungsi pengembangan, merupakan fungsi bimbingan dalam mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki individu 2. fungsi penyaluran, merupakan fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya. 3. fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan khususnya guru atau dosen, wydiaiswara, dan wali kelas untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan individu. 4. fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu menemukan penyesuaian diri dari perkembangannya secara optimal. Tujuan Konseling pada umumnya dan disekolah khususnya adalah sebagai berikut: 1. mengadakan perubahan perilaku pada diri individu sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif dan memuaskan. 2. memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif 3. penyelesaian masalah 4. mencapai keefektifan pribadi 5. mendorong individu mampu mengambil keputusan yang penting bagi dirinya c. Jenis-Jenis Bimbingan Jenis bimbingan dibagi menjadi empat bagian yaitu: 1. bimbingan akademik, yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu para individu dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah akademik. 2. bimbingan sosial pribadi, merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial pribadi. 3. bimbingan karier, yaitu bimbingan untuk membantu individu dalam perencanaan, mengembangkan, dan menyelesaikan masalah-masalah karier, seperti pemahaman terhadap tugas-tugas kerja. 4. bimbingan keluarga, merupakan upaya pemberian bantuan kepada para individu sebagai pemimpin atau anggota keluarga agar mereka mapu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdaya diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan serta berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia. 2. Perspektif Perkembangan Keluarga a. Pengertian Keluarga Keluarga merupakan satuan terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Secara lebih luas (Sayekti Puja Suwarno 1994 : 2) bahwa keluarga merupakan suatu ikatan dasar atas dasar perkawinan antara dua orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama antara seorang laki-laki dengan perempuan yang sudah mempunyai anak atau tanpa anak baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Disamping itu Emil Salim 1983 menyatakan bahwa keluarga merupakan bagian terkecil dari susunan masyarakat yang akan menjadi dasar dalam mewujudkan suatu negara. Menurut pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri (Soelaeman 1994 : 5-10). Sedangkan dalam pengertian Pedadogis keluarga adalah “satu” persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang kukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri itu terkandung perealisasian peran dan fungsi sebagai orang tua (Soelaeman 1994 : 12). b. Kerangka Berfikir Tentang Keluarga Keluarga merupakan sistem sosial yang alamiah, berfungsi membentuk aturan-aturan, komunikasi, dan negosiasi diantara para anggotanya. Keluarga melakukan suatu pola interaksi yang diulang-ulang melalui partisipasi seluruh anggotanya. Strategi-strategi konseling keluarga terutama membantu terpeliharanya hubungan-hubungan keluarga, juga dituntut untuk memodifikasi pola-pola transaksi dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang mengalami perubahan. Dalam perspektif hubungan, konselor keluarga tidak menghilangkan signifikansi proses intrapsikis yang sifatnya individual, tetapi menempatkan perilaku individu dalam pandangan yang lebih luas. Dengan demikian, ada perubahan paradigma dari cara-cara tradisional dalam memahami perilaku manusia kedalam epistimologi cybernetic. Paradigma ini menekankan mekanisme umpan balik beroperasi dalam menghasilkan stabilitas serta perubahan. Kausalitas sirkuler terjadi didalam keluarga. Konselor keluarga lebih memfokuskan pemahaman proses keluarga daripada mencari penjelasan-penjelasan yang sifatnya linier. Dalam kerangka kerja seperti ini, simptom yang ditunjukan pasien dipandang sebagai cerminan dari sistem keluarga yang tidak seimbang c. Perkembangan Keluarga Satu cara untuk memahami individu-individu dan keluarga mereka, yaitu dengan cara meneliti perkembangan mereka lewat siklus kehidupan keluarga. Berkesinambungan dan berubah merupakan ciri dari kehidupan keluarga. Sistem keluarga itu mengalami perkembangan setiap waktu. Perkembangan keluarga pada umumnya terjadi secara teratur dan bertahap. Apabila terjadi kemandegan dalam keluarga, hal itu akan mengganggu sistem keluarga. Kemunculan perilaku simptomatik pada anggota keluarga pada saat transisi dalam siklus kehidupan keluarga menandakan keluarga itu mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dengan perubahan. Siklus kehidupan keluarga mengarah pada suatu pengaturan tema mengenai pandangan bahwa keluarga itu sebagai sistem yang mengalami perubahan. Ada tugas-tugas perkembangan khusus yang harus dipenuhi untuk setiap perkembangannya. Dalam keluarga, laki-laki dan perempuan dibesarkan dengan perbedaan harapan peranan, pengalaman, tujuan, dan kesempatan. Perbedaan jenis kelamin ini, kelak mempengaruhi interaksi suami istri. Banyaknya perempuan yang memasuki dunia kerja akhir-akhir ini mempengaruhi juga tradisi peran laki-laki dan perempuan mengenai tanggung jawab rumah tangga dan kerja di luar rumah. Kesukuan dan pertimbangan sosio-ekonomi juga mempengaruhi gaya hidup keluarga. Terlebih dahulu, hal yang harus diperhatikan adalah membantu menentukan bagaimana keluarga itu membentuk nila-nilai, menentukan pola-pola perilaku, dan menentukan cara-cara mengekspresikan emosi, serta menentukan bagaimana mereka berkembang melalui siklus kehidupan keluarga. Hidup dalam kemiskinan dapat mengikis struktur keluarga dan menciptakan keluarga yang tidak terorganisasi. Dalam keluarga miskin, perkembangan siklus kehidupan sering dipercepat oleh kehamilan dini dan banyaknya ibu-ibu yang tidak menikah. Tidak adanya ayah dirumah memungkinkan nenek, ibu dan anak perempuan itu lebih saling berhubungan. d. Keluarga Sebagai Sisten Psikososial Teori sistem umum memberikan dasar teoritis pada teori dan praktik konseling keluarga. Konsep-konsep menegnai organisasi dan keutuhan menekankan secara khusus, bahwa sistem itu beroperasi secara utuh terorganisasi. Sistem tidak dapat dipahami secara tepat jika dibagi kedalam beberapa komponen. Keluarga mencerminkan sistem hubungan yang komplit, terjadi kausalitas sikuler dan multidimensi. Peran-peran keluarga sebagian besar tidak statis, perlu dipahami oleh anggota keluarga untuk membantu memantapkan dan mengatur fungsi keluarga. Keseimbangan dicapai dalam keluarga melalui proses interaksi yang dinamis. Hal ini membantu memulihkan stabilitas yang sewaktu-waktu terancam, yaitu dengan pengaktifan aturan yang menjelaskan hubungan-hubungan. Pada saat perubahan keluarga terjadi, siklus umpan balik positif dan negatif membantu memulihkan keseimbangan. Subsistem-subsistem dalam keluarga melakukan fungsi-fungsi keluarga secara khusus. Hal terpenting dan berarti adalah subsistem suami istri, orang tua, dan saudara kandung. Batas-batas sistem membantu memisahkan sitem-sistem, sebaik memisahkan subsistem-subsitem di dalam sistim secara keseluruhan. Sistem-sistem keluarga berinteraksi dengan sistem-sistem yang lebih besar lagi di luar rumah, seperti sistem tempat peribadatan, sekolah dan tempat perawatan. Dalam beberapa kasus, terjadi pengaburan masalah-masalah keluarga dan pertentangan penyelesaian dari para pemberi bantuan dalam sistem makro. Dalam konteks yang lebih luas, batas-batas diantara para pemberi bantuan sama baiknya dengan batas-batas diantara keluarga klien. Batas-batas itu mungkin perlu dijelaskan dalam sistem makro agar beroperasi secara efektif. B. Konseling keluarga (Family Counseling) 1. Pengertian Konseling Keluarga Family Counseling (konseling keluarga) didefinisikan sebagai suatu proses interaktif yang berupaya membantu keluarga memperoleh keseimbangan homeostasis, sehingga setiap anggota keluarga dapat merasa nyaman (comfortable). 2. Tujuan dan Prinsip Konseling Keluarga Prinsip-prinsip konseling keluarga 1. Bukan metode baru untuk mengatasi human problem. 2. Setiap anggota adalah sejajar, tidak ada satu yang lebih penting dari yang lain. 3. Situasi saat ini merupakan penyebab dari masalah keluarga dan prosesnyalah yang harus diubah. 4. Tidak perlu memperhatikan diagnostik dari permasalahan keluarga, karena hal ini hanya membuang waktu saja untuk ditelusuri. 5. Selama intervensi berlangsung, konselor/terapist merupakan bagian penting dalam dinamika keluarga, jadi melibatkan dirinya sendiri. 6. Konselor/terapist memberanikan anggota keluarga untuk mengutarakan dan berinteraksi dengan setiap anggota keluarga dan menjadi “intra family involved”. 7. Relasi antara konselor/terapist merupakan hal yang sementara. Relasi yang permanen merupakan penyelesaian yang buruk. 8. Supervisi dilakukan secara riil/nyata (conselor/therapist center) (Perez,1979). Tujuan Konseling Keluarga 1. Membantu anggota keluarga untuk belajar dan secara emosional menghargai bahwa dinamika kelurga saling bertautan di antara anggota keluarga. 2. Membantu anggota keluarga agar sadar akan kenyataan bila anggota keluarga mengalami problem, maka ini mungkin merupakan dampak dari satu atau lebih persepsi, harapan, dan interaksi dari anggota keluarga lainnya. 3. Bertindak terus menerus dalam konseling/terapi sampai dengan keseimbangan homeostasis dapat tercapai, yang akan menumbuhkan dan meningkatkan keutuhan keluarga. 4. Mengembangkan apresiasi keluarga terhadap dampak relasi parental terhadap anggota keluarga (Perez, 1979). 3. Landasan-landasan Sejarah dan Praktik Kontemporer Konseling keluarga a. Sejarah dan Perkembangan Konseling Keluarga Konseling keluarga ini distimuli oleh penelitian mengenai keluarga yang anggotanya mengalami schizophrenia. Konseling keluarga berkembang mencapai kemajuan pada tahun 1950-an. Pada tahun 1960-an, para pelopor konseling keluarga memutuskan untuk bekerja sama dengan para konselor yang berorientasi individual. Teknik-teknik dalam konseling keluarga berkembang dengan pesat memasuki tahun 1970-an. Inovasi teknik terapeutik diperkenalkan termasuk pendekatan behavioral yang dikaitkan dengan masalah-masalah keluarga. Pada tahu 1980-an, konseling perkawinan dan konseling keluarga menjadi satu. Para praktisi dari berbagai disiplin keahlian menjadikan konseling keluarga sebagai ciri propesional mereka. Pada saat sekarang, konseling keluarga lebih menekankan penanganan masalah-masalah secara kontekstual daripada secara terpisah dengan individu-individu. Tantangan yang dihadapi oleh konseling keluarga pada tahun 1980-an adalah mengintegrasikan berbagai pendekatan konseling keluarga dan menggunakan kombinasi-kombinasi dari teknik-teknik yang dibutuhkan untuk populasi-populasi yang berbeda. b. Pendekatan dalam Konseling keluarga  Pendekatan Psikodinamik Sebagian besar, pandangan psikodinamik berdasar pada model psikoanalisis, memberikan perhatian terhadap latar belakang dan pengalaman setiap anggota keluarga sebanyak pada unit keluarga itu sendiri. Para konselor psikodinamik menaruh perhatian yang tinggi terhadap masa lalu yang melekat pada individu-individu, dalam model psikodinamik, pasangan suami istri yang menderita dikaitkan dengan introjeksi pathogenic setiap pasangan yang membawanya pada hubungan. Nathan Acherman, pelopor konselor keluarga berupaya mengintegrasikan teori psikoanalitik yang berorientasi pada intrapsikis dengan teori sistem dengan menekankan hubungan antarpribai. Dia memandang ketidakberfungsian keluarga akibat hilangnya peran yang saling melengkapi diantara para anggota, akibat konflik yang tetap tidak terselesaikan, dan akibat korban yang merugikan. Upaya-upaya teurapetiknya bertujuan untuk membebaskan ”pathologis” yang berpautan satu sama lain. James Framo, konselor keluarga generasi pertama, meyakini bahwa konflik intrapsikis yang tidak terselesaikan dibawa dari keluarganya, diteruskan dalam bentuk proyeksi kedalam hubungan-hubungan yang terjadi pada saat ini, seperti hubungan suami istri atau anak. Dengan menggunakan pendekatan hubungan objek, Framo berusaha menghilangkan introjeksi-introjeksi. Dalam proses ini, dia berbicara dengan pasangan suami istri itu sendirian, kemudian memasuki kelompok pasangan suami istri, dan akhirnya mengadakan pertemuan-pertemuan secara terpisah dengan setiap pasangan dan anggota keluarganya yang asli. Ivan Boszormenyi-Nagy dan kelompoknya memfokuskan pada pengaruh masa lalu terhadap fungsi-fungsi sekarang dalam seluruh anggota keluarga. Dalam pandangan ini, keluarga mempunyai loyalitas yang invisible (tidak tampak), kewajiban-kewajiban yang berakar pada generasi lalu, dan perhitungan-perhitungan yang tidak menentu. Hal-hal seperti itu perlu diseimbangkan atau ditata. Pendekatan teraputik kontekstual dari Boszormenyi-Nagy berupaya untuk menata kembali tanggung jawa, perilaku yang terpercaya, dan memperhitungkan hak-hak dari seluruh kepeduliannya. Robin Skynner berpendapat, bahwa orang dewasa yang mengalami kesulitan berhubungan telah mengembangkan harapan-harapan yang tidak realistis terhadap orang lain dengan cara membentuk sistem-sistem projeksi yang dikaitkan dengan kekurangan-kekurangan pada masa kanak-kanak. Upaya terapeutik Skinner, yaitu secara khusus mengembankan versi berupaya memfasilitasi perbedaan-perbedaan diantara pasangan-pasangan perkawinan. Dengan demikian, setiap pasangan menjadi lebih independent. John Bell, pendiri konseling keluarga mendasarkan pendekatannya pada teori-teori psikologis sosial tentang perilaku kelompok kecil. Pendekatan konseling kelompok keluarga mempromosikan interaksi; memfasilitasi komunikasi, menjelaskan, dan menafsirkan. Pada tahun-tahun sekarang ini, Bell mengarahkan perhatiannya untuk membantu menciptakan lingkungan-lingkungan keluarga meningkat dengan menggunakan teknik-teknik intervensi yang ia sebut dengan konseling kontekstual. Pendekatan ini menggunakan cara dan strategi psikoterapi individual dalam situasi Keluarga dengan: - mendorong munculnya insight tentang diri sendiri dan anggota keluarga. - untuk membantu keluarga dalam pertukaran emosi Kontak konselor hanya sementara dan konselor akan menarik diri jika keluarga telah mampu mengatasi problemnya secara konstruktif.  Dasar Pemikiran Proses unconsciousness (bawah sadar) mempengaruhi hubungan kebersamaan antaranggota keluarga dan mempengaruhi individu dalam membuat keputusan tentang siapa yang dia nikahi. Objects ( orang-orang yang penting / signifikan dalam kehidupan) diidentifikasi atau ditolak. Kekuatan unconsciousness benar-benar dianggap sangat berpengaruh.  Peranan Konselor : Seorang guru dan interpreter pengalaman (analisis).  Treatment : individual , kadang-kadang dengan keluarga  Tujuan Treatment : Untuk memecahkan interaksi yang tidak berfungsi dalam keluarga yang didasarkan pada proses unconsciousness (bawah sadar), untuk merubah disfungsional individu.  Teknik : Transference, analisa mimpi, konfrontasi, focusing pada kekuatan-kekuatan, riwayat hidup.  Aspek-aspek yang unik : Konsentrasi pada potensi unconsciousness (bawah sadar) dalam perilaku individu,mengukur defence mechanism (mekanisme pertahanan diri) yang dasar dalam hubungan keluarga, menyarankan treatment mendalam pada disfungsionalitas (ketidakmampuan berfungsi).  Pendekatan Eksperensial atau Humanistik Para konselor keluarga eksperensial atau humanistik menggunakan ”immediacy” terapeutik dalam menghadapi anggota-anggota keluarga untuk membantu memudahkan keluarga itu berkembang dan memenuhi potensi-potensi individunya. Pada dasarnya, pendekatan ini tidak menekankan pada teoritis dan latar belakang sejarah. Pendekatan ini lebih menekankan pada tindakan daripada wawasan dan interpretasi. Pendekatan ini memberikan pengalaman-pengalaman dalam meningkatkan perkembangan, yaitu melalui interaksi antara konselor dan keluarga. Praktisi utama pendekatan eksperensial adalah Carl Whitaker dan Walter Kempler. Dalam kerjanya, Whitaker menekankan perlunya memperhatikan hambatan-hambatan intrapsikis dan hubungan antarpribadi dalam mengembankan dan mematangkan keluarga. Pendekatan konseling keluarga sering melibatkan ko-konselor, pendekatanya dirancang untuk menggunakan pengalaman-pengalaman nyata dan simbolis yang muncul pada saat proses terapeutik. Dia mengakui, bahwa intervensinya sebagian besar dikendalikan oleh ketidaksadarannya. Whitaker memperkenalkan ” konseling yang tidak masuk akal ” dirancang untuk mengejutkan, membingungkan, dan akhirnya menggerakkan sistem keluarga yang terganggu. Kempler, seorang praktisi dari konseling keluarga Gestalt membimbing individu-individuuntuk mengatasi hal-hal yang akan memperdayakan dirinya di luar kebiasaanya, serta mempertahankan dirinya. Dia mengkonfrontasikan dan menantang seluruh anggota keluarga untuk mengeksplorasi sebagaimana kesadaran diri mereka sendiri terhambat dan bagaimana menyalyrkan kesadaran mereka ke dalam hubungan yang lebih produktif dan terpenuhi dengan anggota lainnya. Konselor keluarga terkenal yang berorientasi pada humanistik adalah Virginia Satir. Dalam pendekatannya, dia memadukan kesenjangan komunikasi antara anggota keluarga dan orientasi humanistik dalam upaya membangun harga diri dan penilaian diri seluruh anggota keluarga. Dia meyakini, bahwa dalam diri manusia terdapat sumber-sumber yang diperlukan manusia untuk berkembang. Dia memandang tugasnya sebagai orang yang membantu manusia memperoleh jalan untuk memelihara potensi-potensinya mengajarkan manusia menggunakan potensinya secara efektif.  Dasar pemikiran Masalah-masalah keluarga berakar dari perasaan-perasaan yang di tekan, kekakuan, penolakan / pengabaian impuls-impuls, kekurangwaspadaan, dan kematian emosional.  Peran konselor Konselor menggunakan pribadinya sendiri. Mereka harus terbuka, spontan, empatic, sensitive dan harus mendemonstrasikan perhatian dan penerimaan. Mereka harus memperlakukan dengan terapi regresi dan mengajari anggota keluarga keterampilan-keterampilan baru dalam mengkomunikasikan perasaan-perasaan secara gamblang.  Unit Treatment Difocuskan pada individu dan ikatan-ikatan pasangan. Whitaker mengkonsentrasikan perhatiannya dengan mempelajari tiga generasi keluarga.  Tujuan Treatment Untuk mengukur pertumbuhan, perubahan, kreativitas, fleksibilitas, spontanitas dan playfulness, untuk membuat terbuka apa yang tertutup, untuk mengembangkan ketertutupan emosional dan mengurangi kekakuan, untuk membuka defence-defence, serta untuk meningkatkan self-esteem.  Teknik Memahat keluarga dan koreografi , keterampilan-keterampilan komunikasi terbuka, humor, terapi, seni, keluarga, role-playing, rekonstruksi keluarga, tidak memperhatikan teori-teori dan menekankan pada intuitive spontan, berbagi perasaan dan membangun atmosfer emosional mendalam dan memberi sugesti-sugesti serta arahan-arahan.  Aspek-aspek unik Mempromosikan kreativitas dan spontanitas dalam keluarga, mendorong anggota-anggota keluarga untuk mengubah peran mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri dan pengertian pada yang lain, humanistik dan memperlakukan seluruh anggota keluarga dengan status yang sama, mengembangkan kewaspadaan perasaan di dalam dan diantara anggota keluarga, mendorong pertumbuhan.  Pendekatan Bowen Pendekatan Murray Bowen terkenal dengan teori sistem keluarga. Pendekatan ini dianggap sebagai sesuatu yang menjebatani pendangan-pandangan yang berorientasi psikodinamik dengan pandangan-pandangan yang lebih menekankan pada sistem. Bowen mengkonseptualisasikan keluarga sebagai sistem hubungan emosional. Bowen mengemukakan, ada delapan konsep yang saling berpautan dalam menjelaskan proses emosional yang terjadi dalam keluarga ini dan keluarga yang diperluas. Landasan dasar teori Bowen adalah konsep diferensial diri. Konsep ini berkembang di mana anggota keluarga dapat memisahkan fungsi intelektualnya dengan emosionalnya. Mereka menghindari fusi dan sewaktu-waktu emosi mendominasi keluarga. Dalam keadaan tegang, hubungan dua anggota keluarga mempunyai kecenderungan untuk mencari anggota yang ketiga (melakukan triangulasi) untuk menurunkan intensitas ketegangan dan memperoleh kembali kestabilan. Sistem emosional keluarga inti, biasanya dibentuk oleh pasangan-pasangan perkawinan yang mempunyai kemiripan tingkat diferensiasi. Jika sistem tidak stabil, para pasangan mencari cara untuk mengurangi ketegangan dan memelihara keseimbangan. Posisi saudara kandung orang tua dalam keluarga asal mereka memberikan tanda terhadap anak yang dipilihnya dalam proses projeksi keluarga. Bowen menggunakan konsep emosional cutoff untuk menjelaskan bagaimana sebagian anggota keluarga berupaya memutuskan hubungan dengan keluarga mereka atas anggapan yang keliru bahwa mereka dapat mengisolasi diri mereka dari fusi. Posisi saudara kandung dari setiap pasangan perkawinan akan mempengaruhi interaksi mereka. Dalam pengembangan teorinya terhadap masyarakat yang lebih luas, Bowen percaya bahwa tekanan-tekanan eksternal yang kronis merendahkan tingkat berfungsinya diferensiasi masyarakat, hal itu hsil pengaruh regresi masyarakat. Sebagai bagian konseling keluarga sistem Bowen, wawancara evaluasi keluarga menekankan objektivitas dan netralitas. Genogram-genogram itu membantu memberikan gambaran tentang sistem hubungan keluarga kurang lebih tiga generasi. Secara terapeutik, Bowen bwkwerja secara hati-hati dan tenang dengan pasangan-pasangan perkawinan, berupaya mengatasi fusi diantara mereka. Tujuannya adalah mengurangi kecemasan dan mengatasi simptom-simptom. Tujuan akhirnya adalah memaksimalkan diferensi diri setiap orang di dalam sistem keluarga inti dan dari keluarga asalnya.  Peran Konselor Aktivitas konselor sebagai pelatih dan guru dan berkonsentrasi pada isu-isu keterikatan dan diferensiasi.  Unit Treatment : individu atau pasangan.  Tujuan konseling Untuk mencegah triangulasi dan membantu pasangan dan individu berhubungan pada level cognitive, untuk menghentikan pengulangan pola-pola intergenerasi dalam hubungan keluarga.  Teknik : Genograms, kembali ke rumah, detriangulasi, hubungan orang perorang, perbedaan self.  Aspek unik : Mengukur hubungan-hubungan intergenerasi dan pola-pola yang diulang, systematic, dalam teori yang mendalam.  Pendekatan Struktural Pendekatan struktural dalam konseling keluarga terutama dikaitka dengan Salvador Minuchin dan koleganya di pusat Bimbingan Anak Philadelphia. Pendekatan ini dilandasi sistem. Teori konseling keluarga memfokuskan pada kegiatan, keseluruhan yang terorganisasi dari unit keluarga, dan cara-cara di mana keluarga mengatur dirinya sendiri melalui pola-pola transaksional diantara mereka. Secara khusus, sistem-sistem keluarga, batas-batas, blok-blok, dan koalisi-koalisi ditelaah dalam upaya memahami struktur keluarga. Tidak berfungsinya struktur menunjukkan, bahwa aturan-aturan yang tidak tampak yang membangun transaksi keluarga tidak berjalan atau mebutuhkan negosiasi kembali aturan-aturan. Konseling keluarga struktural dilengkapi untuk transaksi sehari-hari dan memberikan prioritas tinggi terhadap tindakan daripada wawasan atau pemahaman. Seluruh perilaku termasuk simptom-simptom yang ditunjukkan pasien dipandang dalam konteks struktur keluarga. Permulaan keluarga memberikan teknik pengamatan sederhana terhadap peta pola-pola transaksi keluarga. Intervensi- intervensi Minuchin tersebut adalah aktif, penuh perhitungan, berupaya untuk mengubah kekakuan, kuno, atau tidak melaksanakan struktur. Dengan kerja sama keluarga dan keamahan, dia memperoleh pemahaman tentang masalah-masalah keluarga, membantu mereka mengubah susunan keluarga yang tidak berfungsi dan menata kembali organisasi keluarga. Enactments (menyuruh keluarga menunjukkan situasi-situasi konflik khusus dalam sesi konseling) dan reframing (menjelaskan kembali suatu masalah sebagai suatu masalah sebagai suatu fungsi dari struktur keluarga) adalah teknik-teknik terapeutik yang sering digunakan. Teknik-teknik tersebut membawa perubahan struktur keluarga. Tujuan akhir konseling adalah menyusun kembali aturan-aturan transaksi keluarga dengan mengembangkan lebih tepat lagi batas-batas diantara sub-sub sistem dan memperkuat aturan hierarki keluarga.  Dasar pemikiran Suatu patologi keluarga muncul akibat dari perkembangan rekasi yang disfungsional. Fungsi-fungsi keluarga meliputi struktur keluarga, sub-systems dan keterikatannya. Peraturan-peraturan tertutup dan terbuka dan hirarki-nya harus dimengerti dan dirubah untuk membantu penyesuaian keluarga pada situasi yang baru.  Peran Konselor Konselor memetakan aktivitas mental dan kerja keluarga dalam sesi konseling Seperti sutradara teater, mereka memberi instruksi pada keduanya untuk berinteraksi melalui ajakan-ajakan dan rangkaian aktivitas spontan.  Unit treatment Keluarga sebagai satu system atau sub-system, tanpa mengabaikan kebutuhan individu.  Tujuan Mengungkap perilaku-perilaku problematik sehingga konselor dapat mengamati dan membantu mengubahnya ; untuk membawa perubahan-perubahan struktural didalam keluarga ; seperti pola-pola organisasional dan rangkaian perbuatan.  Teknik Kerjasama, akomodating, restrukturusasi, bekerja dengan interaksi (ajakan, perilaku-perilaku spontan), pendalamam, ketidakseimbangan, reframing, mengasah kemampuan dan membuat ikatan-ikatan.  Aspek-aspek unik Yang utama adalah membangun keluarga-keluarga dengan sosioekonomis yang rendah, sangat pragmatis, dipengaruhi oleh profesi psikiatri untuk menghargai konseling keluarga sebagai suatu pendekatan treatment; dengan prinsip-prinsip dan teori-nya Minuchin dkk, efektif untuk keluarga dari para pecandu, para penderita gangguan makan dan bunuh diri, penelitian-penelitian yang baik, systematis, masalah difokuskan untuk masa sekarang, umumnya dilaksanakan kurang dari 6 bulan, konselor dan keluarga sama-sama aktif.  Pendekatan Strategis atau Komunikasi Teori-teori komunikasi, muncul dari penelitian Lembaga Penelitian Mental (MRI) di Palo Alto pada tahun 1950-an. Teori-teori komunikasi ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap konseling keluarga dengan menyusun kembali maslah-masalah manusia sebagai masalah interaksi dan sifatnya situasional. Epistimoligi dari Beteson, Jakson, dan yang lain merupakan dasar bagi upaya-upaya terapeutik dari MRI, konseling keluarga strategis yang dikembangkan oleh Haley dan Madanes, dan pendekatan sistematik dari Selvini-Pallazzoli dan tim Milan. Karakteristik khusus pendekatan ini menggunakan doube binds terapeutik atau teknik-teknik paradoksial ini menggunakan aturan-aturan keluarga dan pola-pola hubungan. Paradocks kontradiksi yang mengikuti deduksi yang tepat dari premis-premis yang konsisten digunakan secara terapeutik untuk mengarahkan individu atau keluarga yang tidak mau berubah sesuai dengan apa yang diharapkan. Prosedur ini mempromosikan perubahan tersebut bukan dalam bentuk tindakan atau penolakan. Jkcson, Watzlawick, dan ahli strategis lainnya menggunakan ”precribing” simptom-simptom sebagai teknik paradoks untuk mengurangi penolakan berubah dengan mengubah simptomnya itu tidak berguna. Pendekatan konseling keluarga strategis ditandai oleh taktik-taktik yang terencana dan hati-hati, serta langsung menangani masalah-masalah keluarga yang ada. Haley sangat memengaruhi para praktisi dalam menggunakan perintah-perintah atau penyelesaian tugas-tugas sebaik intervensi-intervensi paradoksional yang sifatnya tidak langsung. Madanes, konselor keluarga strategis lainnya menggunakan teknik-teknik ”pretend” (menganggap diri) dan intervensi-intervensinya yang tidak konfrontattif diarahkan pada tercapainya perubahan tanpa mengundang penolakan. Konseling keluarga sistematis yang dipraktikan group Milan, tekniknya didasarkan pada epistimologi sirkuler dari Bathson. Teknik-tekniknya mengalami sejumlah perubahan dalam beberapa tahun berikutnya dan melanjutkannya dengan menyajikan teknik-teknik baru. Berdasarkan prosedur ”long brief therapy” yang setiap pertemuannya mempunyai jarak kurang lebih satu bulan, keluarga itu ditangani oleh tim yang bersama-sama merencanakan strategi. Satu atau dua orang konselor bekerja secara langsung dengan keluarga, sementara konselor yang lainnya mengamati dari belakang kaca yang satu arah. Keluarga itu dibei tugas-tugas dalam setiap peremuannya, biasanya didasarkan pada perintah-perintah yang sifatnya paradoks. Tujuan dari model Milan, yaiotu memberikan ”informasi” supaya keluarga mengubah aturan-aturan, mengubah kesalah yang berulang-ulang mengenai permainan-permainan yang menggagalkan diri. Pendekatan Milan beranggapan, bahwa pesan-pesan paradoksial dari keluarga hanya dapat dihadapi oleh counterparadox terapeutik. Kelompok Milan telah memperkenalkan sejumlah teknik wawancara, seperti hypothesizing, pertanyaan sirkuler, netralitas, konotasi positif, dan ritual-ritual keluarga. Menurut Jay Haley dan Cloe Madanes; keluarga bermasalah akibat dinamika dan Orang dan keluarga dapat berubah dengan cepat. Treatment (perlakuan) dapat sederhana dan pragmatis dan berkonsentrasi pada perubahan perilaku symptomatic dan peran-peran yang kaku. Perubahan akan muncul melalui ajakan-ajakan , cobaan berat (siksaan), paradox, pura-pura/dalih dan ritual-ritual (strategic and systemic therapis), difokuskan pada pengecualian terhadap disfungsionalitas, solusi-solusi hipotetik dan perubahan-perubahan kecil. (solution-focused therapies).  Peran Konselor Konselor menanggapi munculnya daya tahan/perlawanan dalam keluarga dan mendesign rangkaian cerita tentang strategi-strategi untuk memecahkan masalah.Menerima munculnya perlawanan/daya tahan melalui penerimaan positif terhadap problem-problem yang dibawa keluarga. Konselor lebih seperti seorang dokter dalam tanggung-jawab terhadap keberhasilan treatment dan harus merencanakan dan membangun strategi-strategi.  Unit treatment Keluarga sebagai suatu system, meskipun pendekatan-pendekatannya secara selektif dipergunakan pada pasangan-pasangan dan individu-individu.  Tujuan treatment Untuk mengatasi problem-problem masa sekarang. Menemukan solusi-solusi,membawa perubahan-perubahan, menemukan target tujuan perilaku, untuk menimbulkan insigt, untuk mengabaikan hal-hal yang bukan masalah.  Tehnik Reframing (memasukkan dalam konotasi positif), direktif, kerelaan dan pertentangan berdasarkan pada paradox (termasuk penentuan symptom-symptom),pengembangan perubahan selanjutnya, mengabaikan interpretasi, pura-pura, hirarki kooperatif, cobaan-cobaan (siksaaan), ritual, tim, pertanyaan-pertanyaan berputar, solusi hipotetis (dengan menanyakan “pertanyaan ajaib”).  Aspek-aspek unik Terdapat penekanan pada pemeriksaan pada pemeriksaan symptom dengan cara yang positif. Treatment-nya singkat (biasanya 10 sesi atau beberapa). Fokus pada pengubahan perilaku problematik masa sekarang. Tehniknya dirancang khusus untuk setiap keluarga. Tretment yang inovatif dan penting. Pendekaannya fleksibel, berkembang dan kreatif. Secara mudah dapat dikombinasikan dengan teori-teori lain. struktur keluarga yang disfungsional. Perilaku yang bermasalah merupakan usaha individu untuk mencapai kekauasaan dan rasa aman.  Pendekatan Behavioral Konseling keluarga behavioral, terakhir masuk dalam bidang konseling keluarga, berupaya membawa metode ilmiah dalam proses-proses terapeutik mengembangkan monitoring secara tetap dan mengembangnkan prosedur-prosedur intervensi berdasarkan data. Pendekatan ini mengambil prinsip-prinsip belajar manusia, seperi classical dan operant conditioning, penguatan positif dan negatif, pembentukan, extinction, dan belajar sosial. Pendekatan behavioral menekankan lingkungan, situasional, dan faktor-faktor sosial dari perilaku. Dalam tahu-tahun terakhir ini, pengaruh dari faktor-faktor kognitif, seperti peristiwa-peristiwa yang memediasi interaksi-interaksi keluarga juga diperkenalkan oleh sebagian besar penganut behavioral. Konselor yang berorientasi behavioral berupaya untuk meningkatkan inteaksi yang positif diantara anggota-anggota keluarga, mengubah kondisi-kondisi lingkungan yang menentang atau menghambat interaksi-interaksi, dan melatih orang untuk memelihara perubahan-perubahan perilaku positif yang diperlukan. Pendekatan behavioral memberikan pengaruh yang signifikan terhadap empat bidang yang berbeda, yaitu konseling pekawinan behavioral, pendidikan dan latihan keterampilan orangtua behavioral, konseling keluarga fungsional, serta penanganan tidak berfungsinya seksual. Pendidikan dan latihan keterampilan-keterampilan orangtua behavioral, sebagian besar didasarkan pada teori belajar sosial, berupaya untuk melatih orang tua dengan prinsip-prinsip behavioral dalam pengelolaan anak. Secara khusus, Patterson memfokuskan terhadap hubungan dua orang (dyad), biasanya antara ibu dan anak, serta menekankan bahwa perilaku anak itu kemungkinan dikembangkan dan dipelihara melalui hubungan timbal balik mereka. Secara khusus, intervensinya berupaya membentu keluarga mengembangkan sejumlah kontingensi penguatan baru dengan maksud memulai belajar perilaku-perilau baru. Konseling keluarga fungsional berupaya menginyegrasikan teori sistem, behavioral, dan kognitif dalam bekarja dengan keluarga. Konseling keluarga fungsional berpandangan, bahwa semua perilaku sebagai fungsi antarpribadi mengenai hasil khusus dari konsekuensi-konsekuensi perilaku. Konselor keluarga fungsional tidak mencoba mengubah perilaku-perilaku yang berguna untuk memelihara fungsi-fungsi.  Dasar pemikiran Perilaku dipertahankan atau dikurangi melalui konsekuensi-konsekuensi, perilaku maladaptive dapat diubah (dihapus) atau dimodifikasi. Perilaku adaptive dapat dipelajari, melalui kognisi, rational maupun irational. Perilaku dapat dimodifikasi dan hasilnya akan membawa perubahan-perubahan.  Peran konselor Directiv, melakukan pengukuran dan intervensi dengan hati-hati, konselor tampak seperti guru, ahli dan pemberi penguat, dan focus pada problem masa sekarang.  Unit Treatment Training orang tua, hubungan perkawinan dan komunikasi pasangan dan treatment pada disfungsi sexual, menekankan pada interaksi pasangan, kecuali dalam terapi peran keluarga.  Tujuan treatment Untuk menimbulkan perubahan melalui modifikasi pada antecedent-antecedent atau konsekuen-konsekuen dari perbuatan, memberikan perhatian spesial untuk memodifikasi konsekuensi-konsekuensi, menekankan pada pengurangan perilaku yang tidak diharapkan dan menerima perilaku positif, untuk mengajarkan keterampilan sosial dan mencegah problem-problem melalui mengingatkan kembali, untuk meningkatkan kompetensi individu dan pasangan-pasangan serta memberikan pengertian tentang dinamika perilaku.  Teknik Operant conditioning, classical conditioning, social learing theory, strategi-strategi kognitif – behavioral, tehnik systematic desensitization, reinforcement positif, reinforcement sekejap/singkat, generalisasi, kehilangan, extinction, modeling, timbal balik, hukuman, token-ekonomis, quid proquo exchanges, perencanaan, metode-metode psikoedukasional.  Aspek-aspek unik Pendekatan-pendekatannya secara langsung melalui observasi, pengukuran, dan penggunaan teori ilmiah. Menekankan pada treatment terhadap problem masa sekarang. Memberikan waktu khusus untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan sosial khusus dan mengurangi keterampilan yang tak berguna. Hubungan dibangun diatas kontrol positif dan lebih pada penerangan prosedur-prosedur pendidikan dibanding hukuman. Behaviorisme adalah intervensi yang simple dan pragmatis dengan teknik-teknik yang bermacam-macam. Data riset yang bagus membantu pendekatan-pendekatan ini dan keefektifannya dapat diukur. Perlakuannya pada umumnya dalam waktu yang singkat. 4. Peran Intervensi pada Konseling Keluarga 1. Sebagai penilai mengenai; masalah, sasaran intervensi, kekuatan dan strategi keluarga, kepercayaan dan etnik keluarga. Eksplorasi pada: reaksi emosi keluarga terhadap trauma dan transisi, komposisi, kekuatan dan kelemahan, informasi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan keluarga, kesiapan untuk intervensi dan dirujuk pada ahli lain. 2. Pendidik/pemberi Informasi agar keluarga siap beradaptasi terhadap perubahan-perubahan 3. Pengembang sistem support, mengajarkan support dan selalu siap dihubungi. 4. Pemberi tantangan 5. Pemberi fasilitas prevensi (pencegahan) dengan mempersiapkan keluarga dalam menghadapi stress. 5. Proses Konseling keluarga 1. Melibatkan keluarga, pertemuan dilakukan di rumah, sehingga konselor mendapat informasi nyata tentang kehidupan keluarga dan dapat merancang strategi yang cocok untuk membantu pemecahan problem keluarga. 2. Penilaian Problem/masalah yang mencakup pemahaman tentang kebutuhan, harapan, kekuatan keluarga dan riwayatnya. 3. Strategi-strategi khusus untuk pemberian bantuan dengan menentukan macam intervensi yang sesuai dengan tujuan. 4. Follow up, dengan memberi kesempatan pada keluarga untuk tetap berhubungan dengan konselor secara periodik untuk melihat perkembangan keluarga dan memberikan support. C. Penelitian, Latihan, dan Praktik Profesional Penelitian dalam konseling keluarga didahului oleh perkembangan teknik-teknik intervensi terapeutik. Penelitian tentang hubungan pola-pola interaksi keluarga dan gangguan psikologis, sebelumnya didasarkan pada pendekatan penelitian cross sectional yang kemudian disusul dengan pendekatan penelitian longitudinal. Akhir-akhir ini berkembang penelitian tentang bproses dan hasil dari intervensi konseling keluarga. Selanjutnya, penelitian tertarik pada keuntungan dan kerugian relatif dari alternatif pendekatan-pendekatan untuk individu-individu dan keluarga-keluarga yang kesulitannya berbeda. Pada saat sekarang ini, latihan-latihan klinis terjadi dalam tiga setting yang berbeda, yaitu dalam program-program bantuan konseling keluarga, lembaga-lembaga latihan sebelum menduduki konseling keluarga, dan dalam program-program universitas. Sebagian besar program-program latihan itu langsung berupaya untuk membantu traine mengembangkan persepsi, konsep, dan keterampilan-keterampilan dalam kerja dengan keluarga. Alat bantu latihan ini meliputi: 1. kursus kerja didaktik 2. menggunakan master videotape terapis dan traine 3. melakukan supervisi melalui bimbingan aktif dengan supervisor yang melihat pertemuan tersebut di belakang cermin yang satu arah dan melakukan umpan balik korektif melaluitelepon, earphone, memanggil traine dari pertemuan konseling untuk konsultasi. 4. ko-konseling di mana traine mempunyai kesempatan untuk bekerja di di samping mentor dalam keluarga. Praktik propesional dalam konseling perkawinan atau keluarga diatur oleh status hukum dan pengaturan diri dengan kode etik, review sebaya, melanjutkan pendidikan, dan konsultasi. BAB III ANALISIS MATERI Didalam keluarga tentunya banyak permasalahan yang akan dialami, baik itu antar pribadi ,aupun antar kelompok di dalam keluarga. Bila dikaitkan dengan pendidikan luar biasa, konseling keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu penyelesaian masalah-masalah yang timbul. Bila diambil sebuah contoh, misalnya sebuah keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Memiliki anak merupakan harapan dan anugrah yang sangat dinanti sebuah keluarga, tetapi tidak sedikit orang tua dan anggota keluarga lain yang menolak atau justru merasa mendapatkan masalah dengan lahirnya anak berkebutuhan khusus. Sikap penolakan dari anggota keluarga, akan menimbulkan permasalahan baik pada anak maupun pada keseimbangan kehidupan keluarga tersebut. Dari kasus ini, tentunya konseling keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu permasalahan tersebut. Begitupun peran konselor dan pendekatan serta proses konseling. Dari uraian materi yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa keluarga merupakan tempat pertama dalam perkembangan seorang anak. Keluarga memiliki peranana yang penting dalam membantu mengembangkan potensi anak. Jika di dalam kelurga terdapat permaslahan-permasalahan yang terjadi maka hal tersebut akan mempengaruhi kondisi di dlaam keluarga tersebut. PermasAlahan-permaslahan yang timbul di dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh bagaimana perkembangan keluarga tersebut baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Hal ini merupakan salah satu faktor bagaimana dalam sebuah keluarga ketika memandang sebuah persoalan. Begitupun dnegan bagaimana keluarga memandang anak berkebutuhan khsusus. Bagi keluarga yang memiliki statuts ekonomi yang tinggi serta memiliki nilai-nilai yang luhur di dalam keluarga, mungkin penolakan terhadap hadirnya seorang anak berkebutuhan khusus tidak akan terjadi, disini mereka malah berusaha untuk meberikan yang terbaik bagi anak berkebutuhan khusus tersebut. Dalam konseling keluarga banyak pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam membantu permasalahan yang terjadi di dalam keluarga. Hal ini antara lain adalah pendekatan psikodinamik, pendekatan eksistensial, pendekatan bowenian, pendekatan struktural, pendekatan komunikasi dan pendekatan behavioral. Pendekatan-pendekatan tersebut memiliki dasar pemikiran, tujuan serta teknik yang berbeda di dalam penanganannya. Pendekatan psikodinamik lebih menekankan bagaimana individu memahami diridan memahami emosi, sehingga anggota keluarga nantinya bisa menyelesaikan problem matika sendiri tanpa bantuan lagi dari konselor. Pendekatan eksperensial atau humanistik didasari oleh masalah-masalah keluarga yang berakar dari perasaan-perasaan negatif seperti tertekan, kekakuan dan lain-lain. Pendekatan ini lebih menekankan pada keluarga agar mampu untuk berusaha mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh individu. Pendekatan bowen didasarkan dimana anggota keluarga dapat memisahkan anatara fungsi intelektual dan emosionalnya, dimana pendekatan ini menhindarkan triangulasi atau orang ketiga dalam proses penanganannya. Pendekatan struktural lebih menekankan pada perubahan struktural di dalam keluarga dan bagaimana keluarga dapat mengatur dirinya sendiri dengan pola transaksional di antara anggota keluarga. Peran konselor dalam pendekatan ini harus mampu memberikan instruksi-instruksi yang selayaknya dilakukan oleh anggota keluarga sedang melakukan bimbingan. Pendekatan strategis atau komunikasi lebih menekankan pada problematika masa sekarang yang bertujuan untuk mengubah segala perilaku-perilaku yang salah. Sedangkan pada pendekatan behavioral, lebih menekankan pada perilaku-perilaku dimana perilaku tersebut dipertahankan atau bahkan dihilangkan. Pada kasus yang telah diungkap sebelumnya, bahwa penolakan orang tua terhadap hadirnya anak berkebutuhan khusus serta sikap orangtua yang frustasi, stress hingga acuh pada anak yang akhirnya membuat keseimbangan kehidupan keluarga tersebut terganggu. Tentunya hal tersebut harus ditangani dengan segera. Jangan sampai masalah di dalam keluarga dapat menghambat potensi serta aktivitas anggota keluarga yang lain. Pendekatan-pendekatan bimbingan keluarga yang telah dijelaskan diatas merupakan acuan bimbingan yang dapat membantu memecahkan persoalan tersebut. Pendekatan behavioral yang menekankan pada perilaku yang dipertahankan atau dirubah atau dimodifikasi dapat digunakan untuk orang tua bagaimana harus bersikap dan berperilaku terhadap anak berkebutuhan khusus yang hadir dalam keluarganya. Pendekatan eksperiensial atau humanistik dapat digunakan untuk mengembangkan ketertutupan emosional dan mengurangi kekakuan didalam keluarga serta pendekatan-pendekatan lainnya. BAB IV KESIMPULAN Keluarga merupakan bagian terkecil dari susunan masyarakat yang akan menjadi dasar dalam mewujudkan suatu negara (Emil Salim 1983). Begitu besarnya tugas keluarga didalam perkembangan seorang anak, sehingga lingkungan keluarga harus dibina dan dijaga sedemikian rupa agar permasalahan-permasalahan yang muncul dalam keluarga tidak mengakibatkan terhambatnya segala aktivitas para anggota keluarga lainnya. Didalam keluarga yang terdiri dari beberapa anggota didalamnya tidak akan terlepas dari permasalahan-permasalahan yang terjadi baik dari luar lingkungan keluarga ataupun dalam lingkungan keluarga itu sendiri. Bimbingan konseling keluarga merupakan salah satu upaya membantu keluarga dalam menangani permasalahan-permasalahannya. Setiap keluarga memiliki perkembangan yang berbeda-beda baik faktor sosial, ekonomi, budaya, dan agama yang membedakan permasalahan-permasalahan yang akan muncul. Akan tetapi, permasalahan-permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan pendekatan-pendekatan yang ada dalam bimbingan konseling keluarga. Diantara pendekatan-pendekatan tersebut yaitu pendekatan psikodinamik, eksperimental / humanistik, bowen, bihavioral, dan struktural. Bila dikaitkan dengan permasalahan keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus misalnya dengan kasus orangtua yang menolak kehadiran Anak Berkebutuhan Khusus dalam keluarganya dapat juga dibantu dengan bimbingan konseling keluarga dengan pendekatan-pendekatan konseling yang ada. Sehingga, permasalahan-permasalahan yang ada dapat terselesaikan dengan baik.

Total Pageviews

lalaaaa

berilah kritik dan saran pada saya
terimakasih.. salam Anharul Huda

ngobrol-ngobrol
[Close]

Like My Blog JO LALI PENCET JEMPOLNYA. OK

sedulur adoh seg mampir