SUGENG RAWUH

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Melalui jejaring sosial website ini, kami bertekad dapat menyuguhkan layanan informasi secara umum maupun khusus yang meliputi aktifitas KBM, kegiatan siswa, prestasi sekolah/siswa, PSB dsb. Yang dapat diakses oleh siswa, guru, orang tua/wali siswa dan masyarakat secara cepat, tepat dan efisien.
Akhir kata, semoga layanan web site ini bermanfaat.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Dikirim 0leh Arjo moemedo Tuesday, June 18, 2013 0 komentaran

Mencari Alternatif Pola Organisasi BK di Sekolah

Secara teoritis, kita akan menjumpai sejumlah pola organisasi Bimbingan dan Konseling (BK) yang bisa diterapkan di sekolah. Fajar Santoadi (2010) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Bimbingan dan Konseling Komprehensif”, mengemukakan 4 (empat) pola dasar organisasi BK di sekolah, yaitu:
  1. Pola Generalis. Tanggung jawab pelayanan BK menyebar di semua pendidik  dan tenaga kependidikan di sekolah (wali kelas, guru mata pelajaran, staf) dan seorang guru BK profesional yang bertindak sebagai Koordinator BK.
  2. Pola Spesialis. Pelayanan BK ditangani oleh tenaga ahli, sehingga dalam struktur organisasi BK terdapat unit-unit pelayanan khusus, misalnya Unit Testing, Unit Konseling,  Unit Bimbingan Karier, dsb.
  3. Pola Kurikuler. Pelayanan BK menggunakan pendekatan “seperti layaknya mata pelajaran” dengan pelaksana utamanya Konselor, dan tidak diperlukan koordinator BK.
  4. Pola–Pola Relasi Manusia. Bimbingan dan Konseling bekerja dengan menciptakan relasi antarmanusia dalam bentuk kelompok-kelompok perkembangan. Konselor dan Guru Mata Pelajaran bertindak sebagai promotor dan pendamping kelompok-kelompok bimbingan.
Sementara itu, Roeber (1955) mengetengahkan pola organisasi BK dilihat dari ukuran jumlah siswa dan sumber daya yang tersedia di sekolah,  mencakup: sekolah kategori kecil, sedang, dan besar, dengan menggunakan pola organisasi BK tersendiri.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, Depdiknas (2008) menawarkan pola organisasi yang menjadi rujukan sekaligus standar pola organisasi BK di sekolah-sekolah. Pola organisasi yang ditawarkan Depdiknas ini seperti tampak dalam gambar berikut ini:
Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Gambar 1. Struktur Organisasi Bimbingan Konseling
Berdasarkan gambar di atas tampak bahwa pola organisasi BK melibatkan seluruh personil sekolah, dan  pihak luar yang mungkin bisa dilibatkan dalam pelayanan BK. Pola ini mengasumsikan bahwa di sekolah telah tersedia guru BK (satu atau lebih) yang secara khusus menangani pelayanan BK.
Selain itu, Depdiknas (2009) juga telah memberikan rambu-rambu beban kerja Guru BK, bahwa seorang Guru BK mengampu paling sedikit 150 (seratus lima puluh) dan paling banyak 250 (dua ratus lima puluh) siswa per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk layanan tatap muka terjadwal di kelas untuk layanan klasikal dan/atau di luar kelas untuk layanan perorangan atau kelompok bagi yang dianggap perlu dan yang memerlukan.
Dalam praktiknya muncul permasalahan bahwa tidak semua sekolah memiliki guru BK dalam jumlah yang memadai, bahkan masih banyak sekolah yang sama sekali belum memiliki guru BK. (Lihat tulisan ini: Sekolah Kekurangan 92.572 Guru Konseling). Banyak sekolah yang mencoba menggunakan pola organisasi BK seperti yang dianjurkan Depdiknas, tetapi tampaknya cenderung hanya basa-basi alias sekedar formalitas saja, sehingga kurang memberikan dampak terhadap efektivitas pelayanan BK itu sendiri.
Oleh karena itu, mengambil momentum perubahan Kurikulum 2013, saya berharap kiranya pemerintah (Kemendikbud) dapat menyediakan Panduan tentang Pelayanan BK di sekolah, selain menyediakan pola organisasi dan administrasi BK yang standar secara nasional, juga di dalamnya dapat menyediakan pola alternatif yang bisa dipilih dan disesuaikan dengan kondisi dan sumber daya yang tersedia di sekolah masing-masing.
Alternatif yang dimaksud adalah:
  1. Menyediakan pilihan pola organisasi BK beserta  administrasi/ manajemennya bagi sekolah yang sama sekali tidak memilki guru BK.
  2. Menyediakan pilihan pola organisasi BK beserta administrasinya/ manajemennya bagi sekolah  yang memilki guru BK, tetapi jumlahnya tidak memadai.
Dengan adanya panduan yang menyediakan alternatif ini, bagi sekolah-sekolah yang belum memiliki sumber daya yang mencukupi, bisa menentukan pola organisasi dan administrasi layanan BK yang sesuai dengan kondisi dan sumber daya yang ada, sehingga pelayanan BK dapat diimplementasikan secara benar (tidak asal tunjuk orang dan tidak dilakukan secara serampangan) serta dapat dievaluasi secara berkeadilan (khususnya dikaitkan dengan Akreditasi Sekolah dan Penilaian Kinerja Guru BK).
Bersamaan dengan upaya perbaikan mutu layanan BK di sekolah (khususnya berkaitan dengan ketersediaan sumber daya manusia BK dan sumber daya lainnya), selanjutnya secara bertahap sekolah terus didorong untuk mampu mengembangkan pola organisasi dan administrasi BK yang ideal atau standar.
Prinsip dasar yang bisa dipegang bersama bahwa pelayanan BK adalah bagian yang tak terpisahkan dari layanan pendidikan di sekolah. Ada atau tidak ada, cukup atau tidak cukup ketersediaan Guru BK di sekolah, siswa tetap membutuhkan pelayanan bimbingan dan konseling yang tepat untuk kepentingan perkembangan dirinya.

Dikirim 0leh Arjo moemedo Friday, June 7, 2013 0 komentaran


Dikirim 0leh Arjo moemedo Monday, June 3, 2013 0 komentaran


Total Pageviews

lalaaaa

berilah kritik dan saran pada saya
terimakasih.. salam Anharul Huda

ngobrol-ngobrol
[Close]

Like My Blog JO LALI PENCET JEMPOLNYA. OK

sedulur adoh seg mampir