SUGENG RAWUH

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Melalui jejaring sosial website ini, kami bertekad dapat menyuguhkan layanan informasi secara umum maupun khusus yang meliputi aktifitas KBM, kegiatan siswa, prestasi sekolah/siswa, PSB dsb. Yang dapat diakses oleh siswa, guru, orang tua/wali siswa dan masyarakat secara cepat, tepat dan efisien.
Akhir kata, semoga layanan web site ini bermanfaat.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

konseling wawancara

Dikirim 0leh Arjo moemedo Tuesday, July 27, 2010

BEBERAPA TEKNIK WAWANCARA KONSELING
Wawancara merupakan metode utama yang paling penting dalam konseling.Sedangkan metode-metode yang lain adalah sebagai metode pelengkap, sehuingga betapa pentingnya seorang konselor menguasai teknik-teknik wawancara, dan mempunyai kemampuan untuk melakukan wawancara.
Berikut ini akan disajikan beberapa teknik wawancara yang diajukan oleh Darley
A.Darley mengajukan empat kaidah dalam wawancara konseling sbb:
1. Dalam wawancara seorang konselor tidak memberikan ceramah, artinya konselor terlalu banyak bicara, sehingga telah menyita hampir seluruh waktu pertemuan dengan klien. Hal ini akan menghambat klien berbicara .Klien bersifat pasif , sebagai pendengar. Konseling yang baik , kegiatan berbicara ada pada klien, sehingga konselor akan banyak melakukan kegiatan mendengarkan
Klien akan banyak memberikan keterangan-keterangan kepada konselor , terutama yang berhubungan dengan permasalahan yang dialaminya .Dengan adanya konselor sedikit berbicara akan berarti memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada klien untuk mencurahkan isi hatinya.
2. Dalam berbicara konselor menggunakan kata-kata sederhana , berarti kata-kata itu dapat dicerna oleh klien , dapat dipahami dan dimengerti. Dengan demikian terjadi hubungan yang baik dan komunikasi yang lancer.Tidak ada “Gap” antara konselor dank lien.Konselor harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kemampuan kliennya.
Istilah-istilah sulit jangan terlalu digunakan, dipilih kata-kata yang membina keakraban dan kehangatan, sehingga klien dapat mengungkapkan apa yang ada didalam hatinya , secara tidak ragu-ragu.dari kata-kata yang sederhana menyebabkan klien menaruh rasa simpati terhadap konselor , dan merasa dapat berbicara  secara aman.
3. Dalam wawancara konselor harus merasa yakin bahwa informasinya diperlukan oleh klien, berarti mempunyai keyakinan bahwa dirinya diperlukan dan pertolongannya sangatlah dibutuhkan. Keyakinan itu akan menjadikan konselor mantab dalam memberikan bantuan kepada klien.
Maka konseling yang efektif adalah apabila klien secara suka rela .        rela dating sendiri  pada konselor untuk meminta bantuan.
4.Konselor merasakan sikap klien dalam menyelesaikan masalahnya , hal ini berarti adanya perasaan empati dari konselor-konselor memahamai diri klien, dan klien mengerti bahwa konselornya memahami dirinya.
B. J.O. Crites dalam bukunya “Career Counseling, models, Methods dan Materials mengutarakan 21 teknik untuk wawancara, yaitu :
  1. Dalam membuka wawancara hendaknya dapat menyentuh rasa haru klien. Misalnya dengan jalan memberi salam, menyebut namanya (bila konselor telah mengetahui nama klien) , bertanya sesuatu .Bertanya yang baik dalam pembukaan wawancara adalah : “Apa yang dapat saya Bantu?”, sedang yang kurang baik : “ bantuan apa yang kau minta?”.
  2. Menggugah klien untuk berbicara, konselor berusaha agar klien mau berbicara, sehingga kalau konselor mengadakan pertanyaan , hendaknya pertanyaan tersebut tidak hanya memungkinkan jawaban “ya” atau “tidak “ , tetapi pertanyaan hendaknya membuka kesempatan klien untuk berbicara.Diusahakan banyaknya berbicara pada klien bukan pada konselor.
  3. Mengungkapkan perlakuan atau bantuan konselor sebelumnya .Hal ini penting kecuali untuk mencoba membuka pengalaman klien dalam berhubungan dengan konselor juga untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menanggapi atau memberikan bantuan kepada klien tersebut.
Saran-saran dari konselor sebelumnya akan dapat dipelajari konselor yang sekarang.
4.Hindari berbicara melebihi   klien atau mendahului  pembicaraan klien.Kalau mungkin konselor berbicara sesedikit mungkin , biarkan klien berbicara sebanyak-banyaknya, karena kadang-kadang dengan berbicara banyak , mengeluarkan isi hatinya , klien menjadi lega dan bahkan dapat meringankan bebannya (katarsis) Terlebih lagi jangan seorang konselor memotong pembicaraan pembicaraan klien atau mendahului apa  yang akan diomongkan oleh klien (karena kebetulan sekali konselor sudah mengetahui apa yang akan diomongkan klien)
5. Menerima sikap dan perasaan klien, konselor perlu merespon sikap dan perasaan klien, konselor seakan-akan masuk kedunia klien. Misalnya dengan menyambut bicaranya.
6.Konselor tidak bertanya bertubi-tubi , klien jangan diberondong pertanyaan dan dipaksa menjawab segala pertanyaan. Konselor bukannya sebagai wartawan, yang ingin mengorek informasi untuk kepentingannya.
Andaikata Klien harus menjawab pertanyaan konselor ini berarti klien memberikan informasi  tentang dirinya, yang nantinya informasi tersebut akan dijadikan bahan bagi konselor untuk memberikan bantuan kepada klien guna memecahkan masalahnya.
7.Tidak bingung jika klien bungkam, karena bungkam bukan selalu berarti macet, tetapi mungkin klien sedang berfikir tentang dirinya, sedang menghayati apa yang sedang berlangsung, mungkin sedang merumuskan kata-kata  atau jawaban-jawaban, sedang mendalami masalah-masalahnya. Konselor jangan terlalu cepat menyimpulkan pada klien bahwa bungkam itu tertutup.
8.Memantulkan perasaan klien, konselor hendaknya mencoba menjadi atau memberi arah klien untuk berfikir-fikir tentang perasaannya.Misalnya :
Klien : “Ibu saya benci kepada saya”.
Konselor : “Sejak kapan?”
Klien : “Tiap hari memperlihatkan kebenciannya”.
Konselor  : “Juga kepada semua?, apa hanya kepada anda?”
9. Terbuka, artinya mengakui ketidaktahuan diri, atau kekurangan diri, tidak usah menutup-nutupi kekurangannya bahkan mau mendengarkan pendapat dan saran orang     lain.
Kalau memang masalah yang ditangani kurang dikuasai, secara terus terang menawarkan kepada klien untuk merefer kepada orang lain, atau ahli lain.
10. Membagi waktu wawancara, waktu yang banyak diperuntukkan membicarakan inti konseling, pembukaan wawancara dan penutupannya hanya menggunakan sebagian kecil waktu saja, jangan terbalik.Sehingga wawancara akan efektif  dan dapat mencapai tujuan.
11. Memilih kata-kata yang sesuai dengan tahapan  kemampuan klien, sehingga klien dapat memahami apa yang dikatakan oleh konselor, kalau perlu kata-kata penting diulang.Maka disini konselor sebelumnya harus mengetahui latar belakang kemampuan kliennya..
12. Membatasi usaha pengungkapan informasi dari klien, terlebih lagi mengenai hal-hal yang memalukan klien.Sehingga klien tidak merasa lebih berdosa.Jadi tidak perlu mengungkap klien terlalu mendalam, supaya klien tidak merasa ditelanjangi.Hal ini akan mengganggu rapport (hubungan baik antara konselor dank lien yang diciptakan oleh konselor, terutama sejak pertemuan konseling dimulai)
13.Menentukan rambu-rambu wawancara, agar tidak terpaku pada satu masalah, seharusnya banyak masalah yang terungkap, sehingga data lengkap.Jangan sampai yang dibicarakan hal-hal yang sama saja.Tentu saja pembicaraan jangan terlalu melebar, maka perlu rambu-rambu, jadi seakan-akan konselor membuat garis yang akan dibicarakan.Mula-mula rambu-rambu dibuat secara umum, X misalnya, lalu X itu dipecah-pecah, dibuat point-pointnya, dan waktunya.
14. Hindari sebutan atau cerita tentang diri konselor .Ada konselor yang suka memusatkan pada dirinya, misalnya :”Seandainya saya jadi anda….”.Itu berarti tidak menarik klien menjadi konselor, padahal mestinya konselor masuk kedunia klien, berarti ada empati.Karena kalau demikian mungkin tampaknya berhasil tetapi ada akibat sampingan.
15. Tidak berpura-pura, berarti konselor harus polos, karena klien akan merasa dan mengetahui bila konselor berpura-pura.
16. Tidak terpaku pada topic awal yang diajukan klien, misalnya : “Saya mendapat kesulitan dalam menghadapi adik-adik”.
Konselor harus dapat melihat horizon yang lebih luas, misalnya apa latar belakang dia harus mengurus adik-adiknya.Mungkin yang penting bukan masalah adik, tetapi sumber masalah mungkin ada pada dia sendiri. Maka konselor jangan terlalu terpancang apa yang dikatakan atau dikeluhkan klien pada awal wawancara.
17. Hindari pertemuan yang terlalu sering dengan klien, karena hal ini mengakibatkan klien terlalu tergantung pada konselor.Konselor harus dapat membuat klien lama-kelamaan mampu berdiri sendiri dan memecahkan masalahnya sendiri.
18. Batasi lamanya wawancara.Hal ini sangat individual sekali.Ada klien dan konselor yang mampu mengadakan wawancara samapi 2 jam, ada yang tidak.Maka lebih baik sebelumnya diambil persetujuan tentang waktu wawancara ini antara konselor dengan klien, sehingga waktu yang akan digunakan telahj menjadi persetujuan bersama. Karena ada kalanya klien ingin berlama-lama karena sekedar menghindari situasi lain yang tak menyenangkan.
19. Menyusun alternative kegiatan, dengan jalan mencari bentuk jalan keluar yang kira-kira dilakukan oleh klien.Diusahakan konselor hanya membantu mencari alternative –alternatif itu, maka hendaknya klien yang menemukan beberapa alternative itu sendiri, sedang konselor memformulasikan.
20. Mengakhiri wawancara dengan membuat rangkuman (tidak tertulis), dan konselor berusaha agar klien dapat mengambil kesimpulan sendiri.
21. Menutup pertemuan, dengan membuat akhir pertemuan yang mengesankan, dengan terlebih dahulu diadakan pertemuan berikutnya.Dan konselor mengakhiri pembicaraan dengan kesediaannya menerima kembali suatu saat klien membuatuhkan bantuannya.
22.Persetujuan tentang perlu atau tidaknya diadakan konseling.

0 komentaran

Total Pageviews

lalaaaa

berilah kritik dan saran pada saya
terimakasih.. salam Anharul Huda

ngobrol-ngobrol
[Close]

Like My Blog JO LALI PENCET JEMPOLNYA. OK

sedulur adoh seg mampir