Data Penelitian dan Teknik Pengumpulannya
A. Data Penelitian
1. Pengertian
Data penelitian adalah informasi atau keterangan yang benar dan nyata yang didapatkan dari hasil pengumpulan data seperti studi dokumen atau pustaka, penyebaran angket atau skala abservasi, wawancara, tes, dan sebagainya. Informasi atau keterangan tersebut akan dijadikan dasar dalam menjawab secara keterangan tersebut akan dijadikan dasar dalam menjawab secara abjektif masalah atau pertanyaan penelitian setelah melalui proses pengolahan dan analisis data. Jawaban atas masalah atau pertanyaan penelitian itu menjadi dasar pula dalam pengambilan kesimpulan-kesimpulan penelitian dan generalisasi-generalisasi.
Penelitian tanpa data tidak mungkin dapat dilakukan. Oleh karena itu, dalam kegiatan penelitian agar dapat tercapai tujuan yang diinginkan data penelitian harus dicari dan dikumpulkan selengkap-lengkapnya. Data penelitian yang lengkap akan memperluas dan memperdalam analisis penelitian. Data yang tidak lengkap akan mengurangi kedalamana analisis dan robot keilmihan statu penelitian. Singkatnya, data penelitian Sangat berpengaruh dan menentukan kebenaran temuan dalam penelitian. Oleh karena itu, dapat penelitian yang dikumpulkan juga harus valid dan handal agar temuan penelitian tidak menyesatkan.
Catatan khusus untuk penelitian hukum normatif, data disebut baha hukum. Bahan hukum terdiri dari :
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, yang dapat berupa, norma dasar (Pancasila), peraturan, dasar seperti batang tubuh Undang-Undang dasar 45, peraturan perundang-undangan, hukum yang tidak dikondifikasi, hukum, adat, hukum, Islam, yurispredansi, traktat.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, misalnya rancangan peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah para sarjana, hasil-hasil penelitian, dan sebagainya.
Data penelitian dapat dibedakan dari berbagai sisi atau penggolongan. Untuk mempermudah klasifikasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Penggolongan Data Penelitian
Data Penelitian dilihat dari sisi Klasifikasi/Penggolongan
a. Wujud atau bentuknya • Perilaku dan dokumen
b. Jenisnya • Kualitatif dan kuanitatif
c. Sumbernya • Primer dan sekunder
d. Cara pengumpulannya • Studi pustaka dan studi lapangan
e. Cara pengolahannya • Statistik dan nonstatistik
f. Kedalaman analisis • Deskristif dan iferensial
2. Penggolongan Data Penelitian
a. Berdasarkan Wujud atau Bentuknya
Dalam penelitian ilmu-ilmu sosial (terutama sosiologi) jenis-jenis data penelitian dapat dikalsifikasikan berdasrkan wujut dan bentuknya sebagai berikut :
1. Data yang berupa perilaku manusia dan ciri-cirinya, yang mencakp hal sebagai berikut.
a. Perilaku verbal, yaitu perilaku yang disampaikan secara lisan dan kemudian dicatat. Misalnya, pencatatan hasil wawancara terhadap seorang responden
b. Perilaku nyata dan ciri-cirinya yang dapat diamati. Misalnya, interaksi antara dua orang, ciri-ciri fisik seorang, pencatatan frekuensi perbuatan-perbuatan tertentu, dan sebagainya
2. Data yang berupa dokumen, yang mencakup hal-hal sebagai berikut.
a. Peninggalan-peninggalan fisik yang berasal dari masa silam, yang dapat dibedakan menjadi (1) erosion, misalnya frekuensi peminjaman buku-buku tertentu dari perpustakaan, yang merupakan salah satu petunjuk bahwa buku-buku tersebut disukai (populer), (2) accretion, sebagai hasil pengukuran terhadap, misalnya jumlah botol bir disuatu tempat. Hal sering diterapkan terhadap ciri-ciri dan lokasi gedung-gedung, jalan raya, rel kereta api, dan ciri-ciri ekologis lainnya.
b. Arsip, yang digolongan menjadi.
1. Data sensus, statistik vital, data ekologis dan demo grafis, semua jenis data statistik, dokumen pribadi seperti otobiogravi, catatan harian dan sejarah kehidupan seorang atau suatu kelompok.
2. Bahan media massa, seperti surat kabar, majalah , catatan isi siaran radio, TV, dan film
3. Data penjumlahan, angka-angka bunuh diri, data pasien dokter, data cara pemilihan di lembaga legislatif, data kecelakaan pesawat, dan sebagainya
4. Dokumen resmi, perundan-undangan
b. Berdasarkan Jenisnya
Berdasarkan jenisnya, terhadap dua macam data penelitian sebagai berikut.
1. Data kualitatif, yaitu data yang tidak berbentuk angka yang dapat diperoleh dari rekaman, pengamatan, wawancara, atau bahan tertulis (UU, dokumen, buku-buku, dan sebagainya) yang berupa ungkapan-ungkapan verbal
2. Data kualitatif, yaitu data yang berbentuk angka yang dapat diperoleh dari hasil penjumlahan atau pengukuran suatau variabel. Data kuantitatif dapat diperoleh dengan cara angket, skala, tes, atau observasi.
c. Berdasarkan Sumbernya
Sumber data adalah tempat dimana dapat diketemukan data-data penelitian. Sumber-sumber tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut.
1. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh seorang peneliti langsung dari objeknya. Misalnya, dengan cara, wawancara observasi, penga,atan, dan angket.
2. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung dari objeknya, tetapi melalui sumberlain baik lisan maupun tulisan. Misalnya, buku-buku, teks, jurnal, majalah, koran, dokumen, peraturan-perundangan , dan sebagainya.
d. Berdasarkan Cara Pengumpulannya
Berdasarkan cara pengumpilan data penelitian dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Data penelitian yang dikumpulkan dengan cara studi dokumen atau pustaka.
2. Data penelitian yang dikumpulkan dengan cara studi lapangan. Cara yang pertama dilakukan dengan cara mengumpulkan dan memeriksa dokumen-dokumen atau keputusan yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh peneliti. Cara yang kedua dilakukan dengan cara menggali secara langsung dilapangan dengan cara wawancara, angket, obsevasi, atau dengan melakukan tes.
e. Berdasarkan Cara Pengolahannya
Pengolahan data adalah kegiatan mengorganisasikan data penelitian sedemikian rupa sehingga data penelitian tersebut dapat dibaca (readable) dan dapat diinterprestasikan (interpretabie). Data penelitian berdasarkan cara pengolahannya dibedakan menjadi.
1. Data penelitian yang dapat diolah secara statistik, dan
2. Data penelitian yang diolah tanpa statistik (manual). Data penelitian yang pertama pada umumnya berupa data-data numerikal sehingga dapat diolah secara statistik. Sementara itu yang kedua berupa data-data kualitatif yang hanya bisa dinarasikan atau diceritakan.
f. Berdasarkan Kedalaman Analisisnya
Data penelitian dapat dianalisis dengan dua cara yaitu .
1. Deskritif
Ananalisi deskritif adalah analisis yang hanya samapai pada taraf deskripsi, yaitu menganalis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya seningga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran objektif mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang doperoleh dari kelompok sebjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis. Penyajian hasil analisis deskriktif pada data kuantitatif biasanya berupa frekuensi dan persentase, serta berbagai bentuk grafikdan chart pada data yang besifat kategorial, serta berupa statistik-statistik kelompok (antara lain MENA dan varians) pada data yang bukan ketegorial.
2. Infersial
Analisis inferensial dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan dengan cara pengujian hipotesis. Pada dasarnya hipotesis statistika yang diuji terbagi dalam dua macam, yaitu.
a. hipotesis tentang adanya hubungan antara dua atau lebih variabel (uji korelasi), dan
b. hipotesis tentang adanya perbedaan antara beberapa kelompok subjek (uji beda).
B. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Banyak cara yang dapat di tempuh oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian, yaitu :
1. Studi dokumen atau kepustakaan;
2. Angket atau skala;
3. Wawancara;
4. Pengematan (observasi ); dan
5. Tes atau eksperimen.
Cara pengumpulan data yang sebaiknya dipergunakan tergantung pada ruang lingkup dan tujuan penelitian hukum yang akan dilakukan, terutama tergantung pada tipe data yang dibutuhkan. Meskipun demikian, tipe data manapun yang ingin diperoleh, selallu terlebih dahulu harus dilakukan studi kepustakaan.
1. Studi Dokumen atau Kepustakaan
Studi dokumen atau kepustakaan adalah kegiatan mengumpulkan dana memeriksa atau menelusuri dokumen – dokumen atau kepustakaan yang dapat memberi informasi atau keteranagan yang dibutuhkan oleh peneliti. Hal – hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam studi dokumen atau kepustakaan adalah sebagai berikut.
1. Adakalanya data sekunder dianggap sebagai data yang tuntas
2. Autentisitas data sekunder harus diteliti secara iritis sebelum diterapkan pada penelitian yang dilakukan sendiri;
3. Apabila tidak ada penjelasan sukar untuk mengetahui metode yang dipergunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data sekunder tersebut.
4. Sering kali sukar untuk mengetahui secara pasti lokasi terhimpunnya data sekunder tersebut.
Studi dokumen atau pustaka salam penelitian hukum bertujuan untuk menemukan bahan – bahan hukum baik yang bersifat primer maupun sekunder. Bahan – bahan hukum inilah, baik yang primer maupun sekunder yang akan dipecahkan sebagai masalah hukum (Macam –macam bahan hukum dapat dilihat pada catatan halama 96).
2. Angket atau Skala
a. Pengertian
Angket adalah alat pengumpulan data yang pada umumnya dipergunakan untuk mendapatkan data dari popilasi yang luas yang terdiri dari beraneka ragam golongan atau kelompok yang tersebar. Fungsinya dalah sebagai berikut.
1. Untuk mendapatkan deskripsi mengenai suatu gejala tertentu,
2. Untuk keperluan pengurkuran variabel dari individu-individu maupun kelompok,
3. Dengan memperoleh suatu gambaran melalui penggunaan angket, peneliti dapat memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai suatu gejala, mampu menjelaskan suatu gajala tersebut bahkan dapat membuat prediksi-prediksi.
b. Macam-macam Angket.
Berdasarkan jawaban pada angket, dapat dibedakan macam-macam angket, yaitu sebagai berikut.
1. Angket tertutup (disebut skala), misalnya skala sikap, ciri-ciri angket tertutup (skala) adalah sebagai berikut.
a. Angket terdiri dari pertanyaan-pertanyaan atau bisa juga pernyataan yang berisi beberapa kemungkinan jawaban untuk dipilih.
b. Pengolahan dan analisis kuantitaif akan lebih mudah dilakukan pada hasil angket ini.
c. Peneliti sudah mempunyai asumsi yang kuat bahwa responden mengetahui materi yang akan disajiakn dalam angket itu.
d. Peneliti mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai sampel yang diteliti sehingga peneliti akan dapat mengadakan antisipasi terhadap jawaban-jawaban yang mungkin diberikan.
e. Mudah dilakukan pengolahan datanya.
2. Angket terbuka.
Ciri-ciri angket terbuka adalah sebagai berikut.
a. Pertanyaan harus dijawab dengan memberikan penjelasan yang mungkin singkat dan mungkin panjang.
b. Tipe ini digunakan apabila pengetahuan peneliti mengenai sampel sedikit sekali dan berguna untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang responden atau informasi yang diinginkan daripadanya.
c. Sukar untuk mengolah dan menganailis hasilnya, yaitu membuat kalsifikasi jawaban-jawaban.
3. Angket kombinasi.
Ciri-ciri angket kombinasi, adalah sebagai berikut.
a. Disamping jawaban-jawaban yang tersedia, peneliti masih memberikan kemungkinan untuk mengisi jawaban yang terbuka.
b. Dapat mengurangi kelemahan-kelemahan masing-masing tipe angket tersebut.
c. Datanya lebih kaya tapi sulit mengolah datanya untuk pertanyaan dengan jawaban terbuka.
c. Cara Membuat Angket.
Membuat angket pada umumnya dilakukan setelah suatu konsep yang ingin diteliti atau diukur didefinisikan secara jelas disertai indikator-indikatornya. Definisi tersebut sudah harus dapat ditumpahkan dalam wujud pertanyaan. Dengan perkataan lain, definisi yang dimaksudkan sudah harus operasional (Ancok D., 1995).
Misalnya, seorang peneliti ingin meneliti atau mengukur suatu konsep yang berkaitan dengan masalah ‘Perlindungan Hukum Penumpang Kapal Laut’. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari konsep perlindungan hukum penumpang kapal. Kosep tersebut dapat dicari dalam literatur-literatur yang dikemukakan oleh para ahli, dalam peraturan perundang-undangan, kamus, dan sebagainya. Kemudian peneliti harus menyusun konsep tersebut hingga betul-betul dapat dioperasionalkan menjadi pertanyaan-pertanyaan. Sebelum diwujudkan menjadi pertanyaan-pertanyaan, peneliti harus menetapkan terlebih dahulu indikator-indikaktor dari konsep tersebut.
Tabel berikut ini merupakan contoh penetapan indikator-indikator perlindungan hukum konsumen kapal laut.
Tabel 3. Indikator-indikator Perlindungan Hukum
Konsumen Kapal Laut
Aspek yang diukur Indikator
Aturan hukumnya
• Ada aturan hukum/tidak
• Isinya jelas/tidak
• Dapat dipahami/tidak
• Ditaati/tidak
Pemenuhan Hak-haknya
• Hak keselamatan terpenuhi/tidak
• Hak kenyamanan terpenuhi/tidak
• Hak atas informasi terpenuhi/tidak
• Hak atas ketepatan waktu terpenuhi/tidak
• Hak atas advokasi terpenuhi/tidak
Tanggung Jawab Pelaku Uasaha • Barang rusak diganti/tidak
• Barang hilang diganti/tidak
• Barang tidak sampai diganti/tidak
• Barang hilang diganti/tidak
• Keterlambatan diganti rugi/tidak
Keberadaan Lembaga
Perlindungan Konsumen
• Ada/tidak
• Jika ada berfungsi efektif /tidak
• Mudah diakses/tidak
Sumber : M.Syamsudin, 2002.
Dari indikator-indikator tersebut kemudian diturunkan menjadi pertanyaan-pertanyaan dalam angket seperti contoh berikut ini.
Contoh angket kombinasi :
1. Menurut pendapat anda dalam pelaksanaan pengangkutan penumpang, apakah ada aturan hukum yang mengaturnya ?.
( ) Tidak ada
( ) Ada
2. Jika terdapat aturan hukumnya, apakah dalam pelaksanaannya ditaati ?
( ) Selalu ditaati
( ) Kadang-kadang ditaati, kadang-kadang tidak, alasanya
( ) Tidak ditaati, alasannya
3. Apakah pihak pengangkut memperhatikan hak atas keselamatan anda ?
( ) Selalu memperhatikan
( ) Kadang-kadang memperhatikan, alasannya
( ) Tidak memperhatikan, alasannya
4. Jika terjadi kehilangan barang bawaan, apakah pihak pengangkut bertanggung jawab atas hal terebut ?
( ) Selalu
( ) Kadang-kadang, dilihat siapa yang bersalah
( ) Tidak, alasannya
5. Jika terjadi keterlambatan, apakah pihak pengangkut bertanggung jawab atas hal tersebut ?
( ) Selalu, dalam bentuk :
( ) Kadang-kadang, dilihat siapa yang bersalah
( ) Tidak, alasannya
6. Dan seterusnya.
d. Hal-hal Yang Harus Dihindarkan dalam Pembuatan Angket
Membuat angket atau skala perlu perhatikan hal-hal sebagai berikut .
1. Hindarkan pertanyaan atau pernyataan yang dapat menimbulkan lebih dari satu pengertian.
2. Hindarkan pertanyaan atau pernyataan yang tidak relevan dengan dimensi konsep yang akan diukur.
3. Hindarkan pertanyaan atau pernyataan yang diperkirakan orang akan menjawab setuju atau tidak setuju.
4. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti, jelas, dan sesingkat mungkin.
d. Pengujian dan penyebaran angket
Setelah angket disusun secara lengkap, langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba (try out) untuk mengetahui validitas dan reliabilitas angket tersebut. Validitas yakni apakah angket tersebut mampu mengukur apa yang ingin diukur, sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang perlu diukur. Timbangan hanya valid untuk mengukur berat, tidak valid untuk mengukur panjang, sebaliknya, meteran hanya valid bila dipakai untuk mengukur panjang. Reliabilitas, yaitu tingkat kepercyaan angket tersebut dalam mendapatkan data (Azwar, 1997).
Berbagai cara dapat ditempuh oleh peneliti untuk menyebarkan dan mengumpulkan angket. Untuk melakukan penyebaran angket, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Jika respondenya banyak, sebaiknya dilakukan dengan bantuan tenaga lapangan, akan tetapi jika peneliti sendiri memungkinkan penyebaran semua kuesioner yang telah dibuat, hal itu lebih baik sehingga peneliti lebih tahu kondisi lapangan sebenarnya.
2. Jika peneliti menggunakan bantuan tenaga lapangan, sebelum terjun ke lapangan para tenaga lapangan itu perlu mendapatkan pembekalan/briefing terlebih dahulu sehingga kuesioner yang disebarkan tepat sasaran dan tidak banyak membuang energi.
3. Peneliti perlu memikirkan waktu yang tepat untuk menyebarkan kuesioner, dan jika perlu responden setelah mengisi kuesioner, diberikan tanda penghargaan (souvenir.
3. Wawancara
a. Pengertian
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Hasil wawancara ditentukan oleh beberpa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebuit adalah :
1. Pewawancara;
2. Yang diwawancarai;
3. Topik penelitian yang tertuang dalam pertanyaan ; dan
4. Situasi wawancara.
Pewawancara menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada yang diwawancarai untuk menjawab, menggali jawaban lebih dalam, dan mencatat jawaban dari yang diwawancarai. Syarat untuk menjawab pewawancara yang baik adalah memiliki ketrampilan mewawancarai, memiliki motivasi yang tinggi, dan memiliki rasa aman agar tidak ragu-ragu dan takut menyampaikan pertanyaan.
Pihak yang diwawancarai menyampaikan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang disampaikan pewawancara sehingga mutu jawaban yang diberikan tergantung kepada apakah ia dapat menangkap isi pertanyaan dengan tepat serta bersedia menjawab dengan baik. Topik penelitian atau hal-hal yang ditanyakan dapat mempengaruhi kelancaran dan hasil wawancara karena kesediaan yang diwawancarai untuk menjawab tergantung pada apakah ia tertarik pada masalah itu atau tidak.
Situasi wawancara ialah situasi yang timbul karena faktor-faktor waktu, tempat, ada tidaknya orang ketiga dan sikap masyarakat pada umumnya.
b. Langkah-langkah Melakukan Wawancara.
Sebelum wawancara dimulai, pewawancara harus berusaha menciptakan hubungan baik dengan yang diwawancarai. Usaha demikian ini disebut menggunakan rapport. Rapport ialah suatu situasi psikologis yang menunjukkan bahwa yang diwawancarai bersedia bekerja sama, bersedia memberikan jawaban dan informasi yang benar. Hubungan baik dalam wawancara ini terjadi apabila yang diwawancarai merasa bebas untuk memberikan informasi tanpa adanya tekanan-tekanan, bahkan terangsang untuk berbicara. Dalam melaksanakan tugas melakukan wawancara, pewawancara harus sadar bahwa pewawancara membutuhkan yang diwawancarai dan bukan sebaliknya.
Untuk mencapai tujuan wawancara, pewawancara perlu memperhatikan hal-hal diantarnya :
1. Berpakaian sederhana dan rapi;
2. Bersikap rendah hati:
3. Bersikap hormat pada yang diwawancarai:
4. Bersikap ramah dalam sikap dan ucapan tetapi efesien tanpa banyak basa-basi; dan
5. Bersikap penuh pengertian terhadap yang diwawancarai dan bersikap netral dan adil terhadap semua yang diwawancarai:
6. Bersikap sebagai pendengar yang bai, pada waktu yang diwawancarai memberikan jawaban.
Kunjungan ketempat tinggal atau ketempat kerja yang diwawancarai diusahakan secara terencana supaya hasilnya dapat dicapai semaksimal mungkin. Perlu diutamakan kunjungan ke yang diwawancarai yang bertempat tinggal berdekatan. Perlu dipilih waktu yang tepat untuk berkunjung dengan memperhatikan jenis dan jadwal pekerjaan yang diwawancarai. Sebaiknya yang diwawancarailah yang menentukan waktu wawancara. Kunjungan pewawancara sebaiknya dilakukan seorang diri dan pada waktu wawancarai hanya seorang diri pula.
c. Syarat-syarat Wawancara.
Wawancara memerlukan beberapa syarat, yaitu sebagai berikut.
1. Sebelum wawancara dilakukan pewawancara sudah harus tahu hal-hal yang nantinya akan ditanyakan dan tidak boleh mngarang-ngarang pertanyaan seadanya.
2. Sebagai pendahuluan dari wawancara yang sebenarnya pewawancara harus terlebih dahulu menciptakan hubungan baik (rapport). Hal ini penting untuk menghilangkan kecemasan orang yang diwawancarai, memberikan jaminan padanya bahwa jawaban-jawabannya tidak akan menimbulkan konsekuensi yang merugikan dirinya dan membangkitkan keinginan untuk bekerja sama.
3. Selama wawancara berlangsung pewawancara harus waspada dalam menghadapi saat-saat kritis, yaitu ketika yang diwawancarai mulai mengalami kesukaran untuk tetap memberikan jawaban yang sebenarnya. Kesultian ini dapat timbul karena pertanyaan yang diberikan terasa menyangkut segi kehidupan yang sangat mendalam atau jawaban yang jujur dirasakan oleh yang bersangkutan sebagai hal yang mengancam harga dirinya. Dalam hal demikian ini, pewawancara harus mampu memelihara situasi yang baik dengan berbagai cara. Misalnya, dengan mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain dan baru kemudian mengulangi kembali ke pertanyaan yang menimbulkan saat kritis tadi atau dalam emnghadapi jawaban yang tidak jujur, pewawancara harus siap dengan pertanyaan desakan (probe question) yaitu pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan menjebak jawaban yang benar. Dalam melakukan desakan ini harus dijaga agar yang diwawancarai tidak merasa dipojokkan dan kemudian merasa tidak senang kepada pewawancara. Ketidaksenangan yang di wawancarai akan merusak suasana kerjasama.
4. penutup wawancara hendaknya merupakan usaha agar yang di wawancarai tidak merasa (habis manis sepah dibuang).
d. Tipe-tipe Wawancara
Berdasarkan pada peran wawancara dapat dibedakan tipe-tipe wawancara yaitu :
1. Wawancara tidak terarah:
2. Wawancara terarah:
3. Wawancara yang difokuskan:
4. Wawancara mendalam: dan
5. Wawancara yang diulang-ualng.
Ciri utama wawancara tidak terarah (non-directive interview) adalah seluruh wawancara tidak didasarkan pada suatu sistem atau daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu. Pewawancara tidak memberikan pengarahan yang tajam, tetapi diserahkan kepada yang diwawancarai untuk memberikan penjelasan menurut kemauannya sendiri. Wawancara demikian ini juga disebut (free flowing interview). Keuntungan penggunaan wawancara tipe ini anatar lain ;
1. Mendekati keadaan yang sebenarnya karena didasarkan kepada spontanitas yang diwawancarai ;
2. Lebih mudah untuk mengidentifikasikan masalah yang diajukan oleh pewawancara ; dan
3. Lebih banyak kemungkinan untuk menjelajahi berbagai aspek dari masalah yang ajukan.
Kelemahan penggunaan wawancara tipe ini antara lain adalah :
1. Sukar untuk membandingkan hasil wawancara yang satu dengan yang lain ;
2. Sering terjadi tumpang tindih dalam pengumpulan data ;
3. Sukar untuk mengolah data dan mengadakan klasifikasi, sehingga harus disediakan banyak waktu dan tenaga yang sebenarnya tidak perlu.
Pada wawancara terarah (direvtive interview), terdapat pengarahan atau struktur tertentu, yaitu :
1. ada rencana pelaksanaan wawancara;
2. mengatur daftar pertanyaan serta membatasi jawaban-jawaban;
3. memperhatikan karakteristik pewawancara maupun yang diwawancarai;
4. membatasi aspek-aspek masalah yang diperiksa.
5. menggunakan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu.
Wawancara yang difokuskan (focused interview) adalah wawancara dimana yang diwawancarai mempunyai pengalaman melakukan tingkah laku-tingkah laku bersama-sama dengan pelaku utama yang menjadi objek penelitian. Wawancara dilakukan untuk akibat-akibat dari pengalaman-pengalaman itu terhadap para pelaku peserta dengan cara menyoroti akibat-akibat aktual dari pengalaman-pengalaman sebagaimana yang digambarkan oleh para pelaku peserta. Penggunaan wawancara yang difokuskan didasarkan pada asumsi bahwa dengan mempergunakan tehnik tersebut akan diungkapkan reaksi-reaksi pribadi, perasaan-perasaan, dan faktor-faktor mentalitas. Untuk itu, diperlukan persiapan dari pihak pewawancara berupa kepakaan terhadap situasi yang dihadapi.
Wawancara mendalam (deep interview) merupakan prosedur yang dirancang untuk membangkitkan pernyataan-pernyataan secara bebas yang dikemukakan bersungguh-sungguh secara terus terang. Apabila dilakukan dengan hati-hati dan dengan keahlian yang tinggi, wawncara mendalam dapat mengungkapkan aspek-aspek penting dari suatu situasi psikologis yang tidak mungkin diketahui untuk memahami tingkah laku-tingkah laku yang diamati serta pendapat-pendapat dan sikap-sikap yang dilaporkan. Dalam penerapannya, wawancara mendalam memerlukan suatu keahlian dan ketrampilan tertentu dari pihak pewawancara. Apabila kemampuan dan ketrampilan tersebut tidak dimiliki, sebaiknya tidak dipergunakan wawancara mendalam sebagai tehnik pengumpulan data penelitian. Kadang-kadang diterapkan dengan cara agresif dengan tidak memberikan waktu keapada yang di wawancarai untuk berhenti sebentar dalam memberikan jawaban. Cara demikian ini disebut “rapid fire question”.
Wawancara yang diulang-ulang (repeated interview) adalah wawancara yang berguna untuk menelusuri perkembangan proses-proses sosial atau psikologis tertentu agar diketahui segi-segi dinamis dari saksi-saksi manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola tingkah laku tertentu dalam situasi tertentu. Wawancara demikian ini memakan waktu lama, biaya yang tinggi dan membutuhkan banyak tenaga yang mempengaruhi pembentukan pola-pola tingkah laku. Datanya dapat ditabulasikan dan dianalisis secara kuantitatif, sehingga dapat ditarik generalisasi secara statistik (Soemitro., 1988).
4. Pengamatan atau Observasi
a. Pengertian
Pengamatan atau observasi adalah kegiatan pengumpulan data penelitian dengan cara melihat langsung objek penelitian yang menjadi fokus penelitian. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengamatan merupakan pengamatan ilmiah adalah sebagai berikut.
1. Pengamatan harus didasarkan pada suatu kerangka penelitian ilmiah.
2. Pengamatan harus dilakukan secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
3. Pencatatan data hasil pengamatan juga harus dilakukan secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
4. Dapat diuji kebenarannya secara empiris.
Ruang lingkup dan ciri-ciri pokok pengamatan ilmiah adalah:
1. mencakup seluruh konteks sosial dimana tingkah laku yang diamati terjadi;
2. mengidentifikasi semua peristiwa penting yang mempengaruhi hubungan antara orang-orang yang diamati.
3. mengidentifikasi apa yang sungguh-sungguh merupakan kenyataan;
4. mengidentifikasi keteraturan-keteraturan dengan cara mengadakan perbandingan dengan situasi-situasi sosial lain.
b. Bentuk-bentuk Pengamatan atau Observasi.
Bentuk –bentuk pengamatan terdriri dari sebagai berikut.
1. Pengamatan sistematis dan pengamatan tidak sistematis.
Pengataman sistematis merupakan cara pengamatan yang terikat pada syarat-syarat seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Sementara itu pengamatan tidak sistematis dilakukan secara tidak sengaja dan untuk maksud-maksud yang kurang jelas bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Pengamatan sistematis juga disebut pengamatan berstruktur karena terikat oleh suatu struktur tertentu sebagai suatu kegiatan.
2. Pengamatan terlibat (participant obervation) dan pengamatan pengamatan tidak terlibat (nonparticipant observation).
Pada pengamatan terlibat (participant observation) pengamatan menjadi bagian dari konteks sosial yang sedang diamati. Selama kehadiran pengamat tidak mengubah situasi sosial yang ada, pengamatan terlibat merupakan tehnik yang ideal. Akan tetapi, mungkin timbul faktor-faktor yang mengurangi kebenaran hasil pengamatan tersebut. Misalnya pengamat terlibat secara emosional. Selain itu, ada situasi tertentu yang membuat peneliti sukar sekali untuk menjadi pengamat terlibat. Misalnya pengamatan terhadap pelanggar-pelanggar hukum, seperti pembunuh, perampok, pencuri, pelacur, penjudi, dan lain sebagainya. Sementara itu, pengamatan tidak terlibat, pengamat tidak beralih menjadi kelompok yang diamati. Hal ini seringkali menimbulkan kesulitan bagi pengamat karena hubungan antara pengamat dengan yang diamati menjadi formal dan kaku, dan meungkinkan munculnya kecurigaan-kecurigaan pada pihak yang diamati. Pengamat harus memiliki ketrampilan tertentu agar sikap curiga dan prasangka dapat dihilangkan.
c. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pengamatan
Dalam memilih pengamatan sebagai tehnik untuk mengumpulkan data, peneliti mempertimbangkan hal-hal antara lain;
1. masalah yang diteliti;
2. ketrampilan dan ciri-ciri pengamat;
3. ciri-ciri yang diamati.
Apabila data yang harus dikumpulkan menyangkut beberapa aspek kehidupan sehari-hari, tidak ada pilihan lain selain mengadakan pengamatan pada saat itu juga. Kerangka teoretis tertentu mensyaratkan pengumpulan data dengan mempergunakan tehnik pengamatan, misalnya yang menyangkut etnometodologi., fenomenologi, interaksienisme. Dalam penelitian-penelitian semacam itu, pengamatan dipergunakan sebagai tehnik pengumpulan data yang utama.
Penyelenggaraan pengamatan akan berjalan lancar apabila tidak timbul halangan-halangan yang berasal dari pihak yang diamati. Untuk itu, ada beberapa ciri-ciri pihak yang diamati yang perlu diperhatikan oleh peneliti. Ciri-ciri tersebut antara lain menyangkut faktor-faktor :
1. pekrjaan;
2. ekonomi;
3. politik dan hukum;
4. kebudayaan khusus (sub-culture); dan
5. sifat normatif.
Berkaitan dengan faktor pekerjaan, kadang-kadang proses pengamatan terikat pada situasi birokrasi dan profesi, dimana pengamat harus tunduk pada izin dan persyaratan yang ditentukan untuk mengadakan pengamatan. Misalnya pada ruang lingkup tertentu saja, dengan penggunaan alat-alat yang ditentukan.
Berkaitan dengan faktor ekonomi, pengalaman para pengamat di negara-negara lain menunjukkan bahwa lebih mudah mengadakan pengamatan terhadap orang-orang dengan status ekonomi rendah daripada terhadap orang-orang dengan status ekonomi yang tinggi.
Berkaitan dengan faktor politis dan hukum ada golongan-golongan tertentu yang secara politis tidak boleh diganggu dengan pengamatan-pengamatan. Mislanya mereka yang menduduki jabatan tinggi. Keadaan demikian ini disahkan oleh hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
Berkaitan dengan faktor kebudayaan khusus, dalam masyarakat kadang-kadang terdapat kebudayaan khusus yang berlawanan (counter culture) dengan kebudayaan umum. Kebudayaan khusus semacam ini seringkali menolak pengamatan-pengamatan terhadap mereka.
Berkaitan dengan faktor normatif, pengamat perlu sekali mempertimbangkan norma hukum, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kepercyaan yang berlaku dalam masyarakat yang menjadi objek pengamatan (Soemitro, 1998).
A. Data Penelitian
1. Pengertian
Data penelitian adalah informasi atau keterangan yang benar dan nyata yang didapatkan dari hasil pengumpulan data seperti studi dokumen atau pustaka, penyebaran angket atau skala abservasi, wawancara, tes, dan sebagainya. Informasi atau keterangan tersebut akan dijadikan dasar dalam menjawab secara keterangan tersebut akan dijadikan dasar dalam menjawab secara abjektif masalah atau pertanyaan penelitian setelah melalui proses pengolahan dan analisis data. Jawaban atas masalah atau pertanyaan penelitian itu menjadi dasar pula dalam pengambilan kesimpulan-kesimpulan penelitian dan generalisasi-generalisasi.
Penelitian tanpa data tidak mungkin dapat dilakukan. Oleh karena itu, dalam kegiatan penelitian agar dapat tercapai tujuan yang diinginkan data penelitian harus dicari dan dikumpulkan selengkap-lengkapnya. Data penelitian yang lengkap akan memperluas dan memperdalam analisis penelitian. Data yang tidak lengkap akan mengurangi kedalamana analisis dan robot keilmihan statu penelitian. Singkatnya, data penelitian Sangat berpengaruh dan menentukan kebenaran temuan dalam penelitian. Oleh karena itu, dapat penelitian yang dikumpulkan juga harus valid dan handal agar temuan penelitian tidak menyesatkan.
Catatan khusus untuk penelitian hukum normatif, data disebut baha hukum. Bahan hukum terdiri dari :
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, yang dapat berupa, norma dasar (Pancasila), peraturan, dasar seperti batang tubuh Undang-Undang dasar 45, peraturan perundang-undangan, hukum yang tidak dikondifikasi, hukum, adat, hukum, Islam, yurispredansi, traktat.
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, misalnya rancangan peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah para sarjana, hasil-hasil penelitian, dan sebagainya.
Data penelitian dapat dibedakan dari berbagai sisi atau penggolongan. Untuk mempermudah klasifikasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Penggolongan Data Penelitian
Data Penelitian dilihat dari sisi Klasifikasi/Penggolongan
a. Wujud atau bentuknya • Perilaku dan dokumen
b. Jenisnya • Kualitatif dan kuanitatif
c. Sumbernya • Primer dan sekunder
d. Cara pengumpulannya • Studi pustaka dan studi lapangan
e. Cara pengolahannya • Statistik dan nonstatistik
f. Kedalaman analisis • Deskristif dan iferensial
2. Penggolongan Data Penelitian
a. Berdasarkan Wujud atau Bentuknya
Dalam penelitian ilmu-ilmu sosial (terutama sosiologi) jenis-jenis data penelitian dapat dikalsifikasikan berdasrkan wujut dan bentuknya sebagai berikut :
1. Data yang berupa perilaku manusia dan ciri-cirinya, yang mencakp hal sebagai berikut.
a. Perilaku verbal, yaitu perilaku yang disampaikan secara lisan dan kemudian dicatat. Misalnya, pencatatan hasil wawancara terhadap seorang responden
b. Perilaku nyata dan ciri-cirinya yang dapat diamati. Misalnya, interaksi antara dua orang, ciri-ciri fisik seorang, pencatatan frekuensi perbuatan-perbuatan tertentu, dan sebagainya
2. Data yang berupa dokumen, yang mencakup hal-hal sebagai berikut.
a. Peninggalan-peninggalan fisik yang berasal dari masa silam, yang dapat dibedakan menjadi (1) erosion, misalnya frekuensi peminjaman buku-buku tertentu dari perpustakaan, yang merupakan salah satu petunjuk bahwa buku-buku tersebut disukai (populer), (2) accretion, sebagai hasil pengukuran terhadap, misalnya jumlah botol bir disuatu tempat. Hal sering diterapkan terhadap ciri-ciri dan lokasi gedung-gedung, jalan raya, rel kereta api, dan ciri-ciri ekologis lainnya.
b. Arsip, yang digolongan menjadi.
1. Data sensus, statistik vital, data ekologis dan demo grafis, semua jenis data statistik, dokumen pribadi seperti otobiogravi, catatan harian dan sejarah kehidupan seorang atau suatu kelompok.
2. Bahan media massa, seperti surat kabar, majalah , catatan isi siaran radio, TV, dan film
3. Data penjumlahan, angka-angka bunuh diri, data pasien dokter, data cara pemilihan di lembaga legislatif, data kecelakaan pesawat, dan sebagainya
4. Dokumen resmi, perundan-undangan
b. Berdasarkan Jenisnya
Berdasarkan jenisnya, terhadap dua macam data penelitian sebagai berikut.
1. Data kualitatif, yaitu data yang tidak berbentuk angka yang dapat diperoleh dari rekaman, pengamatan, wawancara, atau bahan tertulis (UU, dokumen, buku-buku, dan sebagainya) yang berupa ungkapan-ungkapan verbal
2. Data kualitatif, yaitu data yang berbentuk angka yang dapat diperoleh dari hasil penjumlahan atau pengukuran suatau variabel. Data kuantitatif dapat diperoleh dengan cara angket, skala, tes, atau observasi.
c. Berdasarkan Sumbernya
Sumber data adalah tempat dimana dapat diketemukan data-data penelitian. Sumber-sumber tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut.
1. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh seorang peneliti langsung dari objeknya. Misalnya, dengan cara, wawancara observasi, penga,atan, dan angket.
2. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung dari objeknya, tetapi melalui sumberlain baik lisan maupun tulisan. Misalnya, buku-buku, teks, jurnal, majalah, koran, dokumen, peraturan-perundangan , dan sebagainya.
d. Berdasarkan Cara Pengumpulannya
Berdasarkan cara pengumpilan data penelitian dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Data penelitian yang dikumpulkan dengan cara studi dokumen atau pustaka.
2. Data penelitian yang dikumpulkan dengan cara studi lapangan. Cara yang pertama dilakukan dengan cara mengumpulkan dan memeriksa dokumen-dokumen atau keputusan yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh peneliti. Cara yang kedua dilakukan dengan cara menggali secara langsung dilapangan dengan cara wawancara, angket, obsevasi, atau dengan melakukan tes.
e. Berdasarkan Cara Pengolahannya
Pengolahan data adalah kegiatan mengorganisasikan data penelitian sedemikian rupa sehingga data penelitian tersebut dapat dibaca (readable) dan dapat diinterprestasikan (interpretabie). Data penelitian berdasarkan cara pengolahannya dibedakan menjadi.
1. Data penelitian yang dapat diolah secara statistik, dan
2. Data penelitian yang diolah tanpa statistik (manual). Data penelitian yang pertama pada umumnya berupa data-data numerikal sehingga dapat diolah secara statistik. Sementara itu yang kedua berupa data-data kualitatif yang hanya bisa dinarasikan atau diceritakan.
f. Berdasarkan Kedalaman Analisisnya
Data penelitian dapat dianalisis dengan dua cara yaitu .
1. Deskritif
Ananalisi deskritif adalah analisis yang hanya samapai pada taraf deskripsi, yaitu menganalis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya seningga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran objektif mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang doperoleh dari kelompok sebjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis. Penyajian hasil analisis deskriktif pada data kuantitatif biasanya berupa frekuensi dan persentase, serta berbagai bentuk grafikdan chart pada data yang besifat kategorial, serta berupa statistik-statistik kelompok (antara lain MENA dan varians) pada data yang bukan ketegorial.
2. Infersial
Analisis inferensial dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan dengan cara pengujian hipotesis. Pada dasarnya hipotesis statistika yang diuji terbagi dalam dua macam, yaitu.
a. hipotesis tentang adanya hubungan antara dua atau lebih variabel (uji korelasi), dan
b. hipotesis tentang adanya perbedaan antara beberapa kelompok subjek (uji beda).
B. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Banyak cara yang dapat di tempuh oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian, yaitu :
1. Studi dokumen atau kepustakaan;
2. Angket atau skala;
3. Wawancara;
4. Pengematan (observasi ); dan
5. Tes atau eksperimen.
Cara pengumpulan data yang sebaiknya dipergunakan tergantung pada ruang lingkup dan tujuan penelitian hukum yang akan dilakukan, terutama tergantung pada tipe data yang dibutuhkan. Meskipun demikian, tipe data manapun yang ingin diperoleh, selallu terlebih dahulu harus dilakukan studi kepustakaan.
1. Studi Dokumen atau Kepustakaan
Studi dokumen atau kepustakaan adalah kegiatan mengumpulkan dana memeriksa atau menelusuri dokumen – dokumen atau kepustakaan yang dapat memberi informasi atau keteranagan yang dibutuhkan oleh peneliti. Hal – hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam studi dokumen atau kepustakaan adalah sebagai berikut.
1. Adakalanya data sekunder dianggap sebagai data yang tuntas
2. Autentisitas data sekunder harus diteliti secara iritis sebelum diterapkan pada penelitian yang dilakukan sendiri;
3. Apabila tidak ada penjelasan sukar untuk mengetahui metode yang dipergunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data sekunder tersebut.
4. Sering kali sukar untuk mengetahui secara pasti lokasi terhimpunnya data sekunder tersebut.
Studi dokumen atau pustaka salam penelitian hukum bertujuan untuk menemukan bahan – bahan hukum baik yang bersifat primer maupun sekunder. Bahan – bahan hukum inilah, baik yang primer maupun sekunder yang akan dipecahkan sebagai masalah hukum (Macam –macam bahan hukum dapat dilihat pada catatan halama 96).
2. Angket atau Skala
a. Pengertian
Angket adalah alat pengumpulan data yang pada umumnya dipergunakan untuk mendapatkan data dari popilasi yang luas yang terdiri dari beraneka ragam golongan atau kelompok yang tersebar. Fungsinya dalah sebagai berikut.
1. Untuk mendapatkan deskripsi mengenai suatu gejala tertentu,
2. Untuk keperluan pengurkuran variabel dari individu-individu maupun kelompok,
3. Dengan memperoleh suatu gambaran melalui penggunaan angket, peneliti dapat memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai suatu gejala, mampu menjelaskan suatu gajala tersebut bahkan dapat membuat prediksi-prediksi.
b. Macam-macam Angket.
Berdasarkan jawaban pada angket, dapat dibedakan macam-macam angket, yaitu sebagai berikut.
1. Angket tertutup (disebut skala), misalnya skala sikap, ciri-ciri angket tertutup (skala) adalah sebagai berikut.
a. Angket terdiri dari pertanyaan-pertanyaan atau bisa juga pernyataan yang berisi beberapa kemungkinan jawaban untuk dipilih.
b. Pengolahan dan analisis kuantitaif akan lebih mudah dilakukan pada hasil angket ini.
c. Peneliti sudah mempunyai asumsi yang kuat bahwa responden mengetahui materi yang akan disajiakn dalam angket itu.
d. Peneliti mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai sampel yang diteliti sehingga peneliti akan dapat mengadakan antisipasi terhadap jawaban-jawaban yang mungkin diberikan.
e. Mudah dilakukan pengolahan datanya.
2. Angket terbuka.
Ciri-ciri angket terbuka adalah sebagai berikut.
a. Pertanyaan harus dijawab dengan memberikan penjelasan yang mungkin singkat dan mungkin panjang.
b. Tipe ini digunakan apabila pengetahuan peneliti mengenai sampel sedikit sekali dan berguna untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang responden atau informasi yang diinginkan daripadanya.
c. Sukar untuk mengolah dan menganailis hasilnya, yaitu membuat kalsifikasi jawaban-jawaban.
3. Angket kombinasi.
Ciri-ciri angket kombinasi, adalah sebagai berikut.
a. Disamping jawaban-jawaban yang tersedia, peneliti masih memberikan kemungkinan untuk mengisi jawaban yang terbuka.
b. Dapat mengurangi kelemahan-kelemahan masing-masing tipe angket tersebut.
c. Datanya lebih kaya tapi sulit mengolah datanya untuk pertanyaan dengan jawaban terbuka.
c. Cara Membuat Angket.
Membuat angket pada umumnya dilakukan setelah suatu konsep yang ingin diteliti atau diukur didefinisikan secara jelas disertai indikator-indikatornya. Definisi tersebut sudah harus dapat ditumpahkan dalam wujud pertanyaan. Dengan perkataan lain, definisi yang dimaksudkan sudah harus operasional (Ancok D., 1995).
Misalnya, seorang peneliti ingin meneliti atau mengukur suatu konsep yang berkaitan dengan masalah ‘Perlindungan Hukum Penumpang Kapal Laut’. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari konsep perlindungan hukum penumpang kapal. Kosep tersebut dapat dicari dalam literatur-literatur yang dikemukakan oleh para ahli, dalam peraturan perundang-undangan, kamus, dan sebagainya. Kemudian peneliti harus menyusun konsep tersebut hingga betul-betul dapat dioperasionalkan menjadi pertanyaan-pertanyaan. Sebelum diwujudkan menjadi pertanyaan-pertanyaan, peneliti harus menetapkan terlebih dahulu indikator-indikaktor dari konsep tersebut.
Tabel berikut ini merupakan contoh penetapan indikator-indikator perlindungan hukum konsumen kapal laut.
Tabel 3. Indikator-indikator Perlindungan Hukum
Konsumen Kapal Laut
Aspek yang diukur Indikator
Aturan hukumnya
• Ada aturan hukum/tidak
• Isinya jelas/tidak
• Dapat dipahami/tidak
• Ditaati/tidak
Pemenuhan Hak-haknya
• Hak keselamatan terpenuhi/tidak
• Hak kenyamanan terpenuhi/tidak
• Hak atas informasi terpenuhi/tidak
• Hak atas ketepatan waktu terpenuhi/tidak
• Hak atas advokasi terpenuhi/tidak
Tanggung Jawab Pelaku Uasaha • Barang rusak diganti/tidak
• Barang hilang diganti/tidak
• Barang tidak sampai diganti/tidak
• Barang hilang diganti/tidak
• Keterlambatan diganti rugi/tidak
Keberadaan Lembaga
Perlindungan Konsumen
• Ada/tidak
• Jika ada berfungsi efektif /tidak
• Mudah diakses/tidak
Sumber : M.Syamsudin, 2002.
Dari indikator-indikator tersebut kemudian diturunkan menjadi pertanyaan-pertanyaan dalam angket seperti contoh berikut ini.
Contoh angket kombinasi :
1. Menurut pendapat anda dalam pelaksanaan pengangkutan penumpang, apakah ada aturan hukum yang mengaturnya ?.
( ) Tidak ada
( ) Ada
2. Jika terdapat aturan hukumnya, apakah dalam pelaksanaannya ditaati ?
( ) Selalu ditaati
( ) Kadang-kadang ditaati, kadang-kadang tidak, alasanya
( ) Tidak ditaati, alasannya
3. Apakah pihak pengangkut memperhatikan hak atas keselamatan anda ?
( ) Selalu memperhatikan
( ) Kadang-kadang memperhatikan, alasannya
( ) Tidak memperhatikan, alasannya
4. Jika terjadi kehilangan barang bawaan, apakah pihak pengangkut bertanggung jawab atas hal terebut ?
( ) Selalu
( ) Kadang-kadang, dilihat siapa yang bersalah
( ) Tidak, alasannya
5. Jika terjadi keterlambatan, apakah pihak pengangkut bertanggung jawab atas hal tersebut ?
( ) Selalu, dalam bentuk :
( ) Kadang-kadang, dilihat siapa yang bersalah
( ) Tidak, alasannya
6. Dan seterusnya.
d. Hal-hal Yang Harus Dihindarkan dalam Pembuatan Angket
Membuat angket atau skala perlu perhatikan hal-hal sebagai berikut .
1. Hindarkan pertanyaan atau pernyataan yang dapat menimbulkan lebih dari satu pengertian.
2. Hindarkan pertanyaan atau pernyataan yang tidak relevan dengan dimensi konsep yang akan diukur.
3. Hindarkan pertanyaan atau pernyataan yang diperkirakan orang akan menjawab setuju atau tidak setuju.
4. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti, jelas, dan sesingkat mungkin.
d. Pengujian dan penyebaran angket
Setelah angket disusun secara lengkap, langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba (try out) untuk mengetahui validitas dan reliabilitas angket tersebut. Validitas yakni apakah angket tersebut mampu mengukur apa yang ingin diukur, sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang perlu diukur. Timbangan hanya valid untuk mengukur berat, tidak valid untuk mengukur panjang, sebaliknya, meteran hanya valid bila dipakai untuk mengukur panjang. Reliabilitas, yaitu tingkat kepercyaan angket tersebut dalam mendapatkan data (Azwar, 1997).
Berbagai cara dapat ditempuh oleh peneliti untuk menyebarkan dan mengumpulkan angket. Untuk melakukan penyebaran angket, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. Jika respondenya banyak, sebaiknya dilakukan dengan bantuan tenaga lapangan, akan tetapi jika peneliti sendiri memungkinkan penyebaran semua kuesioner yang telah dibuat, hal itu lebih baik sehingga peneliti lebih tahu kondisi lapangan sebenarnya.
2. Jika peneliti menggunakan bantuan tenaga lapangan, sebelum terjun ke lapangan para tenaga lapangan itu perlu mendapatkan pembekalan/briefing terlebih dahulu sehingga kuesioner yang disebarkan tepat sasaran dan tidak banyak membuang energi.
3. Peneliti perlu memikirkan waktu yang tepat untuk menyebarkan kuesioner, dan jika perlu responden setelah mengisi kuesioner, diberikan tanda penghargaan (souvenir.
3. Wawancara
a. Pengertian
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Hasil wawancara ditentukan oleh beberpa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebuit adalah :
1. Pewawancara;
2. Yang diwawancarai;
3. Topik penelitian yang tertuang dalam pertanyaan ; dan
4. Situasi wawancara.
Pewawancara menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada yang diwawancarai untuk menjawab, menggali jawaban lebih dalam, dan mencatat jawaban dari yang diwawancarai. Syarat untuk menjawab pewawancara yang baik adalah memiliki ketrampilan mewawancarai, memiliki motivasi yang tinggi, dan memiliki rasa aman agar tidak ragu-ragu dan takut menyampaikan pertanyaan.
Pihak yang diwawancarai menyampaikan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang disampaikan pewawancara sehingga mutu jawaban yang diberikan tergantung kepada apakah ia dapat menangkap isi pertanyaan dengan tepat serta bersedia menjawab dengan baik. Topik penelitian atau hal-hal yang ditanyakan dapat mempengaruhi kelancaran dan hasil wawancara karena kesediaan yang diwawancarai untuk menjawab tergantung pada apakah ia tertarik pada masalah itu atau tidak.
Situasi wawancara ialah situasi yang timbul karena faktor-faktor waktu, tempat, ada tidaknya orang ketiga dan sikap masyarakat pada umumnya.
b. Langkah-langkah Melakukan Wawancara.
Sebelum wawancara dimulai, pewawancara harus berusaha menciptakan hubungan baik dengan yang diwawancarai. Usaha demikian ini disebut menggunakan rapport. Rapport ialah suatu situasi psikologis yang menunjukkan bahwa yang diwawancarai bersedia bekerja sama, bersedia memberikan jawaban dan informasi yang benar. Hubungan baik dalam wawancara ini terjadi apabila yang diwawancarai merasa bebas untuk memberikan informasi tanpa adanya tekanan-tekanan, bahkan terangsang untuk berbicara. Dalam melaksanakan tugas melakukan wawancara, pewawancara harus sadar bahwa pewawancara membutuhkan yang diwawancarai dan bukan sebaliknya.
Untuk mencapai tujuan wawancara, pewawancara perlu memperhatikan hal-hal diantarnya :
1. Berpakaian sederhana dan rapi;
2. Bersikap rendah hati:
3. Bersikap hormat pada yang diwawancarai:
4. Bersikap ramah dalam sikap dan ucapan tetapi efesien tanpa banyak basa-basi; dan
5. Bersikap penuh pengertian terhadap yang diwawancarai dan bersikap netral dan adil terhadap semua yang diwawancarai:
6. Bersikap sebagai pendengar yang bai, pada waktu yang diwawancarai memberikan jawaban.
Kunjungan ketempat tinggal atau ketempat kerja yang diwawancarai diusahakan secara terencana supaya hasilnya dapat dicapai semaksimal mungkin. Perlu diutamakan kunjungan ke yang diwawancarai yang bertempat tinggal berdekatan. Perlu dipilih waktu yang tepat untuk berkunjung dengan memperhatikan jenis dan jadwal pekerjaan yang diwawancarai. Sebaiknya yang diwawancarailah yang menentukan waktu wawancara. Kunjungan pewawancara sebaiknya dilakukan seorang diri dan pada waktu wawancarai hanya seorang diri pula.
c. Syarat-syarat Wawancara.
Wawancara memerlukan beberapa syarat, yaitu sebagai berikut.
1. Sebelum wawancara dilakukan pewawancara sudah harus tahu hal-hal yang nantinya akan ditanyakan dan tidak boleh mngarang-ngarang pertanyaan seadanya.
2. Sebagai pendahuluan dari wawancara yang sebenarnya pewawancara harus terlebih dahulu menciptakan hubungan baik (rapport). Hal ini penting untuk menghilangkan kecemasan orang yang diwawancarai, memberikan jaminan padanya bahwa jawaban-jawabannya tidak akan menimbulkan konsekuensi yang merugikan dirinya dan membangkitkan keinginan untuk bekerja sama.
3. Selama wawancara berlangsung pewawancara harus waspada dalam menghadapi saat-saat kritis, yaitu ketika yang diwawancarai mulai mengalami kesukaran untuk tetap memberikan jawaban yang sebenarnya. Kesultian ini dapat timbul karena pertanyaan yang diberikan terasa menyangkut segi kehidupan yang sangat mendalam atau jawaban yang jujur dirasakan oleh yang bersangkutan sebagai hal yang mengancam harga dirinya. Dalam hal demikian ini, pewawancara harus mampu memelihara situasi yang baik dengan berbagai cara. Misalnya, dengan mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain dan baru kemudian mengulangi kembali ke pertanyaan yang menimbulkan saat kritis tadi atau dalam emnghadapi jawaban yang tidak jujur, pewawancara harus siap dengan pertanyaan desakan (probe question) yaitu pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan menjebak jawaban yang benar. Dalam melakukan desakan ini harus dijaga agar yang diwawancarai tidak merasa dipojokkan dan kemudian merasa tidak senang kepada pewawancara. Ketidaksenangan yang di wawancarai akan merusak suasana kerjasama.
4. penutup wawancara hendaknya merupakan usaha agar yang di wawancarai tidak merasa (habis manis sepah dibuang).
d. Tipe-tipe Wawancara
Berdasarkan pada peran wawancara dapat dibedakan tipe-tipe wawancara yaitu :
1. Wawancara tidak terarah:
2. Wawancara terarah:
3. Wawancara yang difokuskan:
4. Wawancara mendalam: dan
5. Wawancara yang diulang-ualng.
Ciri utama wawancara tidak terarah (non-directive interview) adalah seluruh wawancara tidak didasarkan pada suatu sistem atau daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu. Pewawancara tidak memberikan pengarahan yang tajam, tetapi diserahkan kepada yang diwawancarai untuk memberikan penjelasan menurut kemauannya sendiri. Wawancara demikian ini juga disebut (free flowing interview). Keuntungan penggunaan wawancara tipe ini anatar lain ;
1. Mendekati keadaan yang sebenarnya karena didasarkan kepada spontanitas yang diwawancarai ;
2. Lebih mudah untuk mengidentifikasikan masalah yang diajukan oleh pewawancara ; dan
3. Lebih banyak kemungkinan untuk menjelajahi berbagai aspek dari masalah yang ajukan.
Kelemahan penggunaan wawancara tipe ini antara lain adalah :
1. Sukar untuk membandingkan hasil wawancara yang satu dengan yang lain ;
2. Sering terjadi tumpang tindih dalam pengumpulan data ;
3. Sukar untuk mengolah data dan mengadakan klasifikasi, sehingga harus disediakan banyak waktu dan tenaga yang sebenarnya tidak perlu.
Pada wawancara terarah (direvtive interview), terdapat pengarahan atau struktur tertentu, yaitu :
1. ada rencana pelaksanaan wawancara;
2. mengatur daftar pertanyaan serta membatasi jawaban-jawaban;
3. memperhatikan karakteristik pewawancara maupun yang diwawancarai;
4. membatasi aspek-aspek masalah yang diperiksa.
5. menggunakan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu.
Wawancara yang difokuskan (focused interview) adalah wawancara dimana yang diwawancarai mempunyai pengalaman melakukan tingkah laku-tingkah laku bersama-sama dengan pelaku utama yang menjadi objek penelitian. Wawancara dilakukan untuk akibat-akibat dari pengalaman-pengalaman itu terhadap para pelaku peserta dengan cara menyoroti akibat-akibat aktual dari pengalaman-pengalaman sebagaimana yang digambarkan oleh para pelaku peserta. Penggunaan wawancara yang difokuskan didasarkan pada asumsi bahwa dengan mempergunakan tehnik tersebut akan diungkapkan reaksi-reaksi pribadi, perasaan-perasaan, dan faktor-faktor mentalitas. Untuk itu, diperlukan persiapan dari pihak pewawancara berupa kepakaan terhadap situasi yang dihadapi.
Wawancara mendalam (deep interview) merupakan prosedur yang dirancang untuk membangkitkan pernyataan-pernyataan secara bebas yang dikemukakan bersungguh-sungguh secara terus terang. Apabila dilakukan dengan hati-hati dan dengan keahlian yang tinggi, wawncara mendalam dapat mengungkapkan aspek-aspek penting dari suatu situasi psikologis yang tidak mungkin diketahui untuk memahami tingkah laku-tingkah laku yang diamati serta pendapat-pendapat dan sikap-sikap yang dilaporkan. Dalam penerapannya, wawancara mendalam memerlukan suatu keahlian dan ketrampilan tertentu dari pihak pewawancara. Apabila kemampuan dan ketrampilan tersebut tidak dimiliki, sebaiknya tidak dipergunakan wawancara mendalam sebagai tehnik pengumpulan data penelitian. Kadang-kadang diterapkan dengan cara agresif dengan tidak memberikan waktu keapada yang di wawancarai untuk berhenti sebentar dalam memberikan jawaban. Cara demikian ini disebut “rapid fire question”.
Wawancara yang diulang-ulang (repeated interview) adalah wawancara yang berguna untuk menelusuri perkembangan proses-proses sosial atau psikologis tertentu agar diketahui segi-segi dinamis dari saksi-saksi manusia serta faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola tingkah laku tertentu dalam situasi tertentu. Wawancara demikian ini memakan waktu lama, biaya yang tinggi dan membutuhkan banyak tenaga yang mempengaruhi pembentukan pola-pola tingkah laku. Datanya dapat ditabulasikan dan dianalisis secara kuantitatif, sehingga dapat ditarik generalisasi secara statistik (Soemitro., 1988).
4. Pengamatan atau Observasi
a. Pengertian
Pengamatan atau observasi adalah kegiatan pengumpulan data penelitian dengan cara melihat langsung objek penelitian yang menjadi fokus penelitian. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengamatan merupakan pengamatan ilmiah adalah sebagai berikut.
1. Pengamatan harus didasarkan pada suatu kerangka penelitian ilmiah.
2. Pengamatan harus dilakukan secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
3. Pencatatan data hasil pengamatan juga harus dilakukan secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
4. Dapat diuji kebenarannya secara empiris.
Ruang lingkup dan ciri-ciri pokok pengamatan ilmiah adalah:
1. mencakup seluruh konteks sosial dimana tingkah laku yang diamati terjadi;
2. mengidentifikasi semua peristiwa penting yang mempengaruhi hubungan antara orang-orang yang diamati.
3. mengidentifikasi apa yang sungguh-sungguh merupakan kenyataan;
4. mengidentifikasi keteraturan-keteraturan dengan cara mengadakan perbandingan dengan situasi-situasi sosial lain.
b. Bentuk-bentuk Pengamatan atau Observasi.
Bentuk –bentuk pengamatan terdriri dari sebagai berikut.
1. Pengamatan sistematis dan pengamatan tidak sistematis.
Pengataman sistematis merupakan cara pengamatan yang terikat pada syarat-syarat seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Sementara itu pengamatan tidak sistematis dilakukan secara tidak sengaja dan untuk maksud-maksud yang kurang jelas bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Pengamatan sistematis juga disebut pengamatan berstruktur karena terikat oleh suatu struktur tertentu sebagai suatu kegiatan.
2. Pengamatan terlibat (participant obervation) dan pengamatan pengamatan tidak terlibat (nonparticipant observation).
Pada pengamatan terlibat (participant observation) pengamatan menjadi bagian dari konteks sosial yang sedang diamati. Selama kehadiran pengamat tidak mengubah situasi sosial yang ada, pengamatan terlibat merupakan tehnik yang ideal. Akan tetapi, mungkin timbul faktor-faktor yang mengurangi kebenaran hasil pengamatan tersebut. Misalnya pengamat terlibat secara emosional. Selain itu, ada situasi tertentu yang membuat peneliti sukar sekali untuk menjadi pengamat terlibat. Misalnya pengamatan terhadap pelanggar-pelanggar hukum, seperti pembunuh, perampok, pencuri, pelacur, penjudi, dan lain sebagainya. Sementara itu, pengamatan tidak terlibat, pengamat tidak beralih menjadi kelompok yang diamati. Hal ini seringkali menimbulkan kesulitan bagi pengamat karena hubungan antara pengamat dengan yang diamati menjadi formal dan kaku, dan meungkinkan munculnya kecurigaan-kecurigaan pada pihak yang diamati. Pengamat harus memiliki ketrampilan tertentu agar sikap curiga dan prasangka dapat dihilangkan.
c. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pengamatan
Dalam memilih pengamatan sebagai tehnik untuk mengumpulkan data, peneliti mempertimbangkan hal-hal antara lain;
1. masalah yang diteliti;
2. ketrampilan dan ciri-ciri pengamat;
3. ciri-ciri yang diamati.
Apabila data yang harus dikumpulkan menyangkut beberapa aspek kehidupan sehari-hari, tidak ada pilihan lain selain mengadakan pengamatan pada saat itu juga. Kerangka teoretis tertentu mensyaratkan pengumpulan data dengan mempergunakan tehnik pengamatan, misalnya yang menyangkut etnometodologi., fenomenologi, interaksienisme. Dalam penelitian-penelitian semacam itu, pengamatan dipergunakan sebagai tehnik pengumpulan data yang utama.
Penyelenggaraan pengamatan akan berjalan lancar apabila tidak timbul halangan-halangan yang berasal dari pihak yang diamati. Untuk itu, ada beberapa ciri-ciri pihak yang diamati yang perlu diperhatikan oleh peneliti. Ciri-ciri tersebut antara lain menyangkut faktor-faktor :
1. pekrjaan;
2. ekonomi;
3. politik dan hukum;
4. kebudayaan khusus (sub-culture); dan
5. sifat normatif.
Berkaitan dengan faktor pekerjaan, kadang-kadang proses pengamatan terikat pada situasi birokrasi dan profesi, dimana pengamat harus tunduk pada izin dan persyaratan yang ditentukan untuk mengadakan pengamatan. Misalnya pada ruang lingkup tertentu saja, dengan penggunaan alat-alat yang ditentukan.
Berkaitan dengan faktor ekonomi, pengalaman para pengamat di negara-negara lain menunjukkan bahwa lebih mudah mengadakan pengamatan terhadap orang-orang dengan status ekonomi rendah daripada terhadap orang-orang dengan status ekonomi yang tinggi.
Berkaitan dengan faktor politis dan hukum ada golongan-golongan tertentu yang secara politis tidak boleh diganggu dengan pengamatan-pengamatan. Mislanya mereka yang menduduki jabatan tinggi. Keadaan demikian ini disahkan oleh hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
Berkaitan dengan faktor kebudayaan khusus, dalam masyarakat kadang-kadang terdapat kebudayaan khusus yang berlawanan (counter culture) dengan kebudayaan umum. Kebudayaan khusus semacam ini seringkali menolak pengamatan-pengamatan terhadap mereka.
Berkaitan dengan faktor normatif, pengamat perlu sekali mempertimbangkan norma hukum, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kepercyaan yang berlaku dalam masyarakat yang menjadi objek pengamatan (Soemitro, 1998).
0 komentaran