PENELITIAN KUALITATIF
- PENGERTIAN PENELITIAN KUALITATIF
Menurut
Strauss dan Corbin (1997: 11-13), yang dimaksud dengan penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan
yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi
(pengukuran). Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk
penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku,
fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu
alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti
dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang
tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang
sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Bogdan
dan Taylor (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah
salah satu prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan
kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang
ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu
individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu
setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.
- TUJUAN PENELITIAN KUALITATIF
Penelitian
kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum
terhadap kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman tersebut
tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan
analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian.
Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa
pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan
(Hadjar, 1996 dalam Basrowi dan Sukidin, 2002: 2)
- PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang
menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya.
Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari
Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber
(1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini
terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama
perilaku individu dan gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku
manusia yang tampak merupakan konsekwensi-konsekwensi dari sejumlah
pandangan atau doktrin yang hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada
sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang
hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang
terkspresi secara eksplisit
Terdapat
sejumlah aliran filsafat yang mendasari penelitian kualitatif, seperti
Fenomenologi, Interaksionisme simbolik, dan Etnometodologi. Harus diakui
bahwa aliran-aliran tersebut memiliki perbedaan-perbedaan, namun
demikian ada satu benang merah yang mempertemuan mereka, yaitu pandangan
yang sama tentang hakikat manusia sebagai subyek yang mempunyai
kebebasan menentukan pilihan atas dasar sistem makna yang membudaya
dalam diri masing-masing pelaku.
Bertolak
dari proposisi di atas, secara ontologis, paradigma kualitatif
berpandangan bahwa fenomena sosial, budaya dan tingkah laku manusia
tidak cukup dengan merekam hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan
juga harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas konteksnya.
Sebab tingkah laku (sebagai fakta) tidak dapat dilepaskan atau
dipisahkan begitu saja dari setiap konteks yang melatarbelakanginya,
serta tidak dapat disederhanakan ke dalam hukum-hukum tunggal yang
deterministik dan bebas konteks.
Dalam
penelitian kualitatif, ‘proses’ penelitian merupakan sesuatu yang lebih
penting dibanding dengan ‘hasil’ yang diperoleh. Karena itu peneliti
sebagai instrumen pengumpul data merupakan satu prinsip utama. Hanya
dengan keterlibatan peneliti alam proses pengumpulan datalah hasil
penelitian dapat dipertanggungjawakan.
Khusus dalam proses analisis dan pengambilan kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan induksi analitis (analytic induction) dan ekstrapolasi (extrpolation).
Induksi analitis adalah satu pendekatan pengolahan data ke dalam
konsep-konsep dan kateori-kategori (bukan frekuensi). Jadi simbol-simbol
yang digunakan tidak dalam bentuk numerik, melainkan dalam bentuk
deskripsi, yang ditempuh dengan cara merubah data ke formulasi.
Sedangkan ekstrapolasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan yang
dilakukan simultan pada saat proses induksi analitis dan dilakukan
secara bertahap dari satu kasus ke kasus lainnya, kemudian –dari proses
analisis itu--dirumuskan suatu pernyataan teoritis.
- DATA KUALITATIF
Data
kualitatif adalah data yang berhubungan dengan kategorisasi,
karakteristik berwujud pertanyaan atau berupa kata-kata. Contoh: wanita
itu cantik, pria itu tampan, baik, buruk, senang, sedih, harga minyak
turun harga dolar naik, rumah itu besar sekali, pohon itu rindang, laut
itu dalam sekali, dan lain-lain. Data yang demikian biasanya didapat
dari wawancara dan bersifat subyektif karena data tersebut dapat
ditafsirkan lain oleh orang yang berbeda. Data kualitatif dapat
diangkakan dalam bentuk ordinal atau ranking (Riduwan, 2002: 5).
Muhadjir
(2002: 44) menjelaskan, data kualitatif adalah data yang disajikan
dalam bentuk kata verbal, bukan dalam bentuk angka. Data dalam bentuk
kata verbal sering muncul dalam kata yang berbeda dengan maksud sama,
atau sebaliknya. Dapat juga muncul dalam kalimat panjang lebar, singkat,
dan banyak lagi ragamnya. Data kata verbal yang beragam tersebut perlu
diolah agar menjadi ringkas dan sistematis. Pengolahan tersebut mulai
dari menuliskan hasil observasi, wawancara, rekaman, mengedit,
mengklasifikasi, mereduksi, dan menyajikan. Pengumpulan data bagi
penelitian kualitatif harus langsung diikuti dengan pekerjaan
menuliskan, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, dan menyajikan dan hal
tersebut disebut dengan analisis selama pengumpulan data.
Dalam
penelitian kualitatif, seorang peneliti merupakan instrumen utama
penelitian sehingga ia dapat melakukan penyesuaian sejalan dengan
kenyataan-kenyataan yang terjadi dilapangan (Alsa, 2003: 39). Penelitian
dengan pendekatan kualitatif ini sangat tergantung pada ketelitian dan
kelengkapan catatan lapangan yang dibuat oleh peneliti. Catatan lapangan
yang dibuat berisi hasil-hasil wawancara, observasi, maupun dokumentasi
yang merupakan unsur intrumen penelitian disamping peneliti.
Beberapa cara melaksanakan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui wawancara (terpimpin) dan observasi.
1) Wawancara
Wawancara
merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini,
hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor, seperti: pewawancara,
responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan, dan
situasi wawancara (Singarimbun, 1989: 192). Dalam hal hasil wawancara
kurang memuaskan karena masih bersifat umum, maka dilakukan probing atau menggali informasi lebih dalam. Probing termasuk
salah satu bagian yang paling sulit dalam wawancara, sehingga
dianjurkan untuk menuliskan kalimat pertanyaan probing, disamping
jawaban responden. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah rapport, yaitu suatu situasi psikologis yang menunjukkan bahwa responden (key informan)
bersedia bekerja sama, bersedia menjawab pertanyaan dan memberi
informasi sesuai dengan pikirannya dan keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan sifat pertanyaan, wawancara dapat dibedakan menjadi
(Riduwan, 2002: 30):
a. Wawancara terpimpin
Wawancara terpimpin adalah wawancara yang dilakukan oleh pewawancara dengan cara mengajukan pertanyaan menurut daftar pertanyaan yang telah disusun.
Wawancara terpimpin adalah wawancara yang dilakukan oleh pewawancara dengan cara mengajukan pertanyaan menurut daftar pertanyaan yang telah disusun.
b. Wawancara bebas
Pada wawancara ini, terjadi tanya-jawab bebas antara pewawancara dengan responden, tetapi pewawancara menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman. Kebaikan wawancara ini adalah responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai.
Pada wawancara ini, terjadi tanya-jawab bebas antara pewawancara dengan responden, tetapi pewawancara menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman. Kebaikan wawancara ini adalah responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai.
c. Wawancara bebas terpimpin
Wawancara
ini merupakan perpaduan antara wawancara bebas dan wawancara terpimpin.
Dalam pelaksanaannya, pewawan cara membawa pedoman yang hanya merupakan
garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.
Dalam hal membuat pertanyaan, ada beberapa syarat pertanyaan yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Pertanyaan harus jelas, pendek dan dapat dimengerti baik oleh pewawancara maupun yang diwawancara (komunikatif).
b. Pertanyaan yang tendensi us dan sensitif harus dicegah;
c. Jawaban
yang diharapkan mesti obyektif, artinya tanpa campur tangan dari pihak
manapun dan sedapat mungkin dapat dibentuk dalam suatu sistem yang mudah
dan berurutan;
d. Istilah-istilah harus dirumuskan dengan pasti;
e. Perintah bagi pewawancara harus singkat, jelas, dan dapat dipahami; dan
f. Pertanyaan harus disusun dengan urutan yang logis dengan memperhatikan jalan dan keluasan pikiran yang diwawancara.
Keenam
syarat tersebut masih dapat ditambah, hal itu semata mengacu pada suatu
kenyataan bahwa interpretasi dan analisis data sangat tergantung dari
berhasil tidaknya peneliti dalam memperoleh jawaban, maka kebaikan
pertanyaan-pertanyaan itu amat menentukan kesimpulan yang akan ditarik
(Komaruddin, 1974: 122). Berkaitan dengan teknik wawancara ini, Mantra
(2004: 86) menjelaskan bahwa dengan wawancara mendalam (indepth interview) peneliti dapat mengetahui alasan yang sebenarnya dari responden tentang tindakan atau keputusannya.
2) Observasi
Observasi
adalah pengamatan dan pencatatan dengan sitematik fenomena-fenomena
yang diteliti. Observasi menjadi penelitian ilmiah apabila: 1) mengacu
kepada tujuan dan sasaran penelitian yang akan dirumuskan; 2)
direncanakan secara sitematik; 3) dicatat dan dihubungkan secara
sitematik dengan proposisi-proposisi lebih umum dan; 4) dapat dicek dan
dikontrol ketelitiannya (Mantra, 2004: 82).
Dalam
melakukan observasi, seorang peneliti yang menggunakan pendekatan
kualitatif perlu melibatkan diri dalam kehidupan subyek. Keterlibatan
ini sedikit banyak disebabkan oleh hubungan nya dengan subyek itu.
Peneliti berusaha menangkap proses interpretatif dengan tetap menjaga
jarak seperti yang dilakukan oleh apa yang disebut pengamat “obyektif”
serta menolak untuk berperan sebagai unit yang berfungsi (acting unit) (Furchan, 1992: 26-27).
0 komentaran