Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial akan dipaparkan di bawah ini:
- Transisi Biologis
Menurut Santrock
(2003: 91) perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada
saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta
kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar
pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh
(badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai
berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan
mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh
(Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 52).
Selanjutnya, Menurut
Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79) menguraikan bahwa
perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu; perertumbuhan
tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi
panjang, tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di
kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap
tahunnya, bulu kemaluan menjadi kriting, menstruasi atau haid, tumbuh
bulu-bulu ketiak.
Sedangkan pada anak
laki-laki peubahan yang terjadi antara lain; pertumbuhan tulang-tulang,
testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus,
dan berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air
mani), bulu kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai
tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus diwajaah
(kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara,
rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh bulu dada.
Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh kelenjar pituitary dan kelenjar hypothalamus. Kedua
kelenjar itu masing-masing menyebabkan terjadinya pertumbuhan ukuran
tubuh dan merangsang aktifitas serta pertumbuhan alat kelamin utama dan
kedua pada remaja (Sunarto & Agung Hartono, 2002: 94
2. Transisi Kognitif
Menurut Piaget
(dalam Santrock, 2002: 15) pemikiran operasional formal berlangsung
antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih
abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret.
Piaget menekankan bahwa bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya
karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara
lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain.
Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan
tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan
baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam.
Menurut Piaget
(dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran opersional
formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir
lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan
persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir
seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan
dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti
ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara
sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
Dalam perkembangan
kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini
menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan
kognitif remaja
3. Transisi Sosial
Santrock (2003: 24)
mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan
dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam
kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan.
Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya,
perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu
serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses
sosial-emosional dalam perkembangan remaja. John Flavell (dalam
Santrock, 2003: 125) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk
memantau kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting
mengenai adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka.
Perkembangan sosial
anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan
selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertama-tama masing
sangat terbatas dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya
dengan ibu dan berkembang semakin meluas dengan anggota keluarga lain,
teman bermain dan teman sejenis maupun lain jenis (dalam Rita Eka Izzaty
dkk, (2008: 139). Berikut ini akan dijelaskan mengenai hubungan remaja
dengan teman sebaya dan orang tua:
1) Hubungan dengan Teman Sebaya
Menurut Santrock (2003: 219) teman sebaya (peers)
adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat
kedewasaan yang sama. Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan (dalam
Santrock, 2003: 220) mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja mulai
belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan
melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk
mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan
untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman
sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman
memainkan peran yang penting dalam membentuk kesejahteraan dan
perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan
bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga
termasuk kebutuhan kasih saying (ikatan yang aman), teman yang
menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan
seksual.
Ada beberapa beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman menurut Santrock (2003: 206) yaitu :
a) Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama, usia, dan aktivitas favorit.
b) Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian.
c) Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati dan mau bekerja sama.
d) Menghargai diri sendiri dan orang lain.
e) Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat, duduk berdekatan,
berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan
pujian.
Ada beberapa dampak
apabila terjadi penolakan pada teman sebaya. Menurut Hurlock (2000: 307)
dampak negatif dari penolakan tersebut adalah :
a) Akan merasa kesepian karena kebutuhan social mereka tidak terpenuhi.
b) Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.
c) Anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan
penyimpangan kepribadian.
d) Kurang mmemiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk menjalani proses sosialisasi.
e) Akan merasa sangat sedih karena tidak memperoleh kegembiraan yang dimiliki teman sebaya
mereka.
f) Sering mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok dan ini akan meningkatkan
penolakan kelompok terhadap mereka semakin memperkecil peluang mereka untuk
mempelajari berbagai keterampilan sosial.
g) Akan hidup dalam ketidakpastian tentang reaksi social terhadap mereka, dan ini akan
menyebabkan mereka cemas, takut, dan sangat peka.
h) Sering melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, dengan harapan akan meningkatkan
penerimaan sosial mereka.
Sementara itu,
Hurlock (2000: 298) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat yang
diperoleh jika seorang anak dapat diterima dengan baik. Manfaat tersebut
yaitu:
a) Merasa senang dan aman.
b) Mengembangkan konsep diri menyenangkan karena orang lain mengakui mereka.
c) Memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola prilaku yang diterima secara sosial
dan keterampilan sosial yang membantu kesinambungan mereka dalam situasi sosial.
d) Secara mental bebas untuk mengalihkan perhatian meraka ke luar dan untuk menaruh minat
pada orang atau sesuatu di luar diri mereka.
e) Menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan tidak mencemooh tradisi sosial.
2) Hubungan dengan Orang Tua
Menurut Steinberg (dalam Santrock, 2002: 42) mengemukakan bahwa masa remaja awal
adalah suatu periode ketika konflik dengan orang tua meningkat
melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif
yang meliputi peningkatan idealism dan penalaran logis, perubahan sosial
yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan
pada orang tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak rang tua
dan remaja.
Collins (dalam
Santrock, 2002: 42) menyimpulkan bahwa banyak orang tua melihat remaja
mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang
tidak mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua.
Bila ini terjadi, orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan
keras dan member lebih banyak tekanan kepada remaja agar mentaati
standar-standar orang tua.
Dari uraian
tersebut, ada baiknya jika kita dapat mengurangi konflik yang terjadi
dengan orang tua dan remaja. Berikut ada beberapa strategi yang
diberikan oleh Santrock, (2002: 24) yaitu : 1) menetapkan aturan-aturan
dasar bagi pemecahan konflik. 2) Mencoba mencapai suatu pemahaman
timbale balik. 3) Mencoba melakukan corah pendapat (brainstorming). 4)
Mencoba bersepakat tentang satu atau lebih pemecahan masalah. 5) Menulis
kesepakatan. 6) Menetapkan waktu bagi suatu tindak lanjut untuk melihat
kemajuan yang telah dicapai.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa proses perkembangan remaja
meliputi masa transisi biologis yaitu pertumbuhan dan perkembangan
fisik. Transisi kognitif yaitu perkembangan kognitif remaja pada
lingkungan sosial dan juga proses sosioemosional dan yang terakhir
adalah masa transisi sosial yang meliputi hubungan dengan orang tua,
teman sebaya, serta masyarakat sekitar.
0 komentaran