Judul: PERAN GURU KELAS DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
PERAN GURU KELAS DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR
Oleh: Rustantiningsih
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3
dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan tujuan
pendidikan dasar yakni memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga
negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk
mengikuti pendidikan menengah (pasal 3 PP nomor 28 tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar).
Pendidikan dasar merupakan pondasi untuk pendidikan selanjutnya dan
pendidikan nasional. Untuk itu aset suatu bangsa tidak hanya terletak
pada sumber daya alam yang melimpah, tetapi terletak pada sumber daya
alam yang berkualitas. Sumber daya alam yang berkualitas adalah sumber
daya manusia, maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia Indonesia
sebagai kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai
kemajuan bangsa.
Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses
pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses
pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan
mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat
adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum,
fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi
pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta
bimbingan konseling (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:58).
Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam
itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih
berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan
menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan
sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Di Sekolah Dasar, kegiatan Bimbingan Konseling tidak diberikan oleh Guru
Pembimbing secara khusus seperti di jenjang pendidikan SMP dan SMA.
Guru kelas harus menjalankan tugasnya secara menyeluruh, baik tugas
menyampaikan semua materi pelajaran (kecuali Agama dan Penjaskes) dan
memberikan layanan bimbingan konseling kepada semua siswa tanpa
terkecuali.
Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno
(1997:35-36) mengatakan bahwa pemberian layanan bimbingan konseling
meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran,
pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling
kelompok.
Guru Sekolah Dasar harus melaksanakan ketujuh layanan bimbingan
konseling tersebut agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat
diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses
pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar
secara optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran
yang cukup berarti.
Realitas di lapangan, khususnya di Sekolah Dasar menunjukkan bahwa peran
guru kelas dalam pelaksanaan bimbingan konseling belum dapat dilakukan
secara optimal mengingat tugas dan tanggung jawab guru kelas yang sarat
akan beban sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling kurang
membawa dampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.
Selain melaksanakan tugas pokoknya menyampaikan semua mata pelajaran,
guru SD juga dibebani seperangkat administrasi yang harus dikerjakan
sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling belum dapat
dilakukan secara maksimal. Walaupun sudah memberikan layanan bimbingan
konseling sesuai dengan kesempatan dan kemampuan, namun agaknya data
pendukung yang berupa administrasi bimbingan konseling juga belum
dikerjakan secara tertib sehingga terkesan pemberian layanan bimbingan
konseling di SD "asal jalan".
Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling
tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis
kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila
tidak memiliki sistem pengelolaan yang bermutu. Artinya, hal itu perlu
dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Untuk itu diperlukan
guru pembimbing yang profesional dalam mengelola kegiatan Bimbingan
Konseling berbasis kompetensi di sekolah dasar.
Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk
melakukan telaah mengenai peran guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan
Konseling di Sekolah Dasar.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka persoalan mendasar yang hendak
ditelaah dalam makalah ini adalah bagaimana peran guru kelas dalam
pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar?
B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Bimbingan dan Konsling di SD
M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses
pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari
pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal
dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya
individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi di dalam kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).
Bimbingan adalah suatu proses yang terus-menerus untuk membantu
perkembangan individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara
maksimal untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi
dirinya maupun bagi masyarakat (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang,
1990:11).
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah inti sari bahwa
bimbingan dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan yang
diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya
seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya (self
understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya
(self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization).
Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara
konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu
masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien
(Prayitno, 1997:106).
Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya
dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk
dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan
datang (Mungin Eddy Wibowo, 1986:39).
Dari pengertin tersebut, dapat penulis sampaikan ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
(1) adanya bantuan dari seorang ahli,
(2) proses pemberian bantuan dilakukan dengan wawancara konseling,
(3) bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah agar
memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi masalah guna
memperbaiki tingkah lakunya di masa yang akan datang.
2. Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD
Jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang
melatarbelangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio
kultural dan aspek psikologis. Secara umum, latar belakang perlunya
bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional,
yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh,
bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan
rohani.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu
mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah
satunya komponen bimbingan.
Bila dicermati dari sudut sosio kultural, yang melatar belakangi
perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan.
Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.
Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1) masalah perkembangan individu,
(2) masalah perbedaan individual, (3) masalah kebutuhan individu,
(4) masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
(5) masalah belajar
3. Fungsi Bimbingan dan Konseling di SD
Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:
a. Fungsi penyaluran ( distributif )
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan
siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada di
sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan
ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan
ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula
bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu
menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
b. Fungsi penyesuaian ( adjustif )
Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk
memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik
bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi dan
memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga
membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.
c. Fungsi adaptasi ( adaptif )
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf
sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan
ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini
pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan
kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini
guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya.
Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan
bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14)
4. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling di SD
Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan
yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan
(Prayitno, 1997:219). Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan konseling
yang diramu dari sejumlah sumber, sebagai berikut:
a. Sikap dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari segala
kejiwaannya adakah unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau
merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan adalah
memperhatikan keunikan, sikap dan tingkah laku seseorang, dalam
memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang sesuai atau tepat.
b. Tiap individu mempunyai perbedaan serta mempunyai berbagai
kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar dapat efektif
perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai
kebutuhan individu.
c. Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu bantuan yang pada
akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi kesulitannya
sendiri.
d. Dalam suatu proses bimbingan orang yang dibimbing harus aktif ,
mempunyai bayak inisiatif. Sehingga proses bimbingan pada prinsipnya
berpusat pada orang yang dibimbing.
e. Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan perlu dilakukan. Ini
terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan
oleh sekolah (petugas bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut perlu
diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.
f. Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya dimulai dengan
kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami
individu yang dibimbing.
g. Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara fleksibel sesuai
dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi lingkungan masyarakatnya.
h. Program bimbingan dan konseling di sekolah harus sejalan dengan
program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini merupakan
keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar
jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
i. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah
hendaklah dipimpin oleh seorang petugas yang benar-benar memiliki
keahlian dalam bidang bimbingan. Di samping itu ia mempunyai kesanggupan
bekerja sama dengan petugas-petugas lain yang terlibat.
j. Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya senantiasa
diadakan penilaian secara teratur. Maksud penilaian ini untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan
program bimbingan. Prinsip ini sebagai tahap evaluasi dalam layanan
bimbingan konseling nampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya
tahap evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat
keberhasilan juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan
bimbingan dan konseling (Prayitno, 1997:219).
5. Kegiatan BK dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Berdasakan Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan
Konseling (2004) dinyatakan bahwakerangka kerja layanan BK dikembangkan
dalam suatu program BK yang dijabarkan dalam 4 (empat) kegiatan utama,
yakni:
a. Layanan dasar bimbingan
Layanan dasar bimbingan adalah bimbingan yang bertujuan untuk membantu
seluruh siswa mengembangkan perilaku efektif dan
ketrampilan-ketrampilan hidup yang mengacu pada tugas-tugas
perkembangan siswa SD.
b. Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk
membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh peserta
didik saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventik atau mungkin
kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual, konseling
kelompok, dan konsultasi. Isi layanan responsif adalah:
(1) bidang pendidikan;
(2) bidang belajar; (3)bidang sosial;
(4) bidang pribadi;
(5) bidang karir;
(6) bidang tata tertib SD;
(7) bidang narkotika dan perjudian;
(8) bidang perilaku sosial, dan
(9)bidang kehidupan lainnya.
c. Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang membantu
seluruh peserta didik dan mengimplementasikan rencana-rencana
pendidikan, karir,dan kehidupan sosial dan pribadinya. Tujuan utama dari
layanan ini untuk membantu siswa memantau pertumbuhan dan memahami
perkembangan sendiri.
d. Dukungan sistem, adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan
memantapkan, memelihara dan meningkatkan progam bimbingan secara
menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangaan profesionalitas,
hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf
ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program,
penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990)
Kegiatan utama layanan dasar bimbingan yang responsif dan mengandung
perencanaan individual serta memiliki dukungan sistem dalam
implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan BK, yakni: (1) layanan pengumpulan data,
(2) layanan informasi,
(3) layanan penempatan,
(4) layanan konseling,
(5) layanan referal/melimpahkan ke pihak lain, dan
(6) layanan penilaian dan tindak lanjut (Nurihsan, 2005:21).
6. Peran Guru Kelas dalam Kegiatan BK di SD
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu
peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam
rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar
informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan
akademik maupun umum.
b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta
reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya
(aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika
di dalam proses belajar-mengajar.
d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik
dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat
menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
C. PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru kelas dalam
pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar sangat penting sekali.
Sejalan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi, guru kelas
mempunyai peran yang sentral dalam kegiatan BK. Peran tersebut mencakupi
peran sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator,
transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator. Peran tersebut tidak
dapat berjalan sendiri-sendiri, namun merupakan sebuah sistem yang
saling melengkapi dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dasar.
2. Saran
Mewujudkan peran guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK di SD bukanlah
hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan, di SD tidak memiliki Guru
Pembimbing. Guru kelas memiliki tanggung jawab ganda, di samping
mengajar juga membimbing. Oleh karena itu, guru kelas hendaknya
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pelaksanaan kegiatan BK
sehingga memiliki wawasan yang mendalam terhadap kegiatan-kegiatan BK di
Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2004. Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
M. Surya. 1988. Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta : UT.
Mungin Eddy Wibowo. 1986. Konseling di Sekolah Jilid I. FIP IKIP Semarang.
Nurihsan, Juntika. 2005. Manajemen Bimbingan Konseling di SD Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia Widiasaraan Indonesia.
Oemar Hamalik. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar. Jakarta: Dedpikbud.
Prayitno Erman Amti. 1997. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.
Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyo, dkk. 1987. Bimbingan dan Konseling Sekolah. Semarang: FIP IKIP Semarang.
Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang. 1990. Bimbingan dan Konseling Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Tamita Jaya Utama
Winkel, 1991, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta : Alfabeta, Ground
|
0 komentaran